CP 37

26.5K 1.6K 70
                                    

Happy Reading 🌱

Bagus menyalami Gus Fahmi dan Gus Azmi di sebuah café dekat dengan rumahnya.

Mereka bertiga sukses menarik perhatian para pelanggan café yang lain. Pasalnya, selain dari paras mereka yang bisa dibilang di atas rata-rata, hanya mereka bertiga pula yang saat itu menggunakan sarung dan berkopyah di tengah-tengah pelanggan yang rata-rata mempunyai penampilan casual.

"Bagaimana kelanjutan FKS di Asembagus?" tanya Gus Azmi.

"Di Asembagus akan dilaksanakan pembukaan lusa Gus," jawab Bagus.

"Malam atau pagi?" kali ini Gus Fahmi yang bertanya.

"Malam, karena kalau pagi sebagian warga pasti sudah ada yang berangkat ke sawah atau kerja."

"Kalau malam, berarti kita bisa berangkat sehari sebelumnya," Ujar Gus Fahmi.

"Bisa, karena terkait sama persiapan juga kan?" sambung Gus Azmi.

"Tidak usah Gus, cukup percayakan sama santri dan alumni yang ada di dekat sana saja," tanggap Bagus.

"Oh.. apa itu artinya kita harus menginap?" tanya Gus Fahmi.

"Emh, kalau jenengan tidak mau menginap juga tidak apa-apa asal bawa teman untuk nyupir, karena kan perjalanan sekitar 3 jam dari tempat jenengan Gus."

"Haduh Bagus, bahasanya biasa aja. Atau pakai Arab aja sekalian biar tidak terkesan tidak enak." Gus Fahmi meraih teh di depannya. Bagus tersenyum.

"Kalau begitu apa aku harus panggil Anshori saja?"

"Boleh." Gus Fahmi tersenyum seraya menyeruput tehnya.

"Kalau sama Fahmi bisa biasa, sama saya juga harus biasa lo ya!" tegas Gus Azmi.

"InsyaAllah Gus." Bagus tersenyum mengangguk-anggukkan kepalanya setuju.

"Oya, kira-kira Gus Azmi dan Gus Fahmi berangkat bersama atau berangkat sendiri-sendiri?"

"Kalau aku mungkin sendiri Kak Azmi?"

"Aisy katanya juga mau ikut, ingin tau kegiatan FKS bagaimana. Jadi mungkin aku ajak dia sekalian. Kenapa?"

"Emh, sebenernya Adik saya juga mau ikut. Cuma kalau kita berangkat hanya berdua gak enak rasanya."

"Ana?!" Gus Azmi dan Gus Fahmi bertanya bersamaan.

Bagus terkejut melihat kekompakan Kakak beradik di depannya.

"Iya Ana, aku jadi penasaran kenapa kalian bisa seantusias itu menyebut nama Adikku?!"

Gus Fahmi menelan ludahnya lalu membuang pandangannya ke arah lain, menghindar dari tatapan penuh selidik Bagus. Berbeda dengan Gus Azmi yang malah tersenyum menanggapi pertanyaan Bagus.

"Bisa berangkat sama aku saja, lusa aku jemput ke rumahnya," Ujarnya kemudian.

"Alhamdulillah kalau begitu. Karena aku masih ada urusan di dekat Asembagus jadi kemungkinan aku bawa motor saja."

"Kalau begitu aku bisa ikut mobil Kak Azmi sekalian."

Tatapan Gus Azmi dan Bagus serentak menoleh ke arah Gus Fahmi.

"Masa aku naik mobil sendiri?" Gus Fahmi mencoba mengelak.

Bagus menyipitkan matanya.

Gus Fahmi mengeluarkan tasbih dari sakunya. Mencoba menghilangkan gugupnya.

"Tasbihnya tumben ganti?" tanya gus Azmi saat melihat tasbih Gus Fahmi.

"Yang penting sama-sama tasbih kan?" Gus Fahmi makin mahir mengelak.

Cinderella Pesantren༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang