CP 40

28.5K 1.7K 160
                                    

Happy Reading🌱

"Sebentar ... " Matanya tampak sangat memperhatikan tasbih di tangan Ana.

Ana menggigit bibirnya. Ia mulai menelan ludah. Takut Ning Aisy akan mengetahui siapa pemilik dari tasbih itu.

"Boleh aku pinjam tasbihnya sebentar?" tanyanya.

Ana semakin gugup. Dengan terpaksa ia memberikan tasbih yang belum sempat ia gelangkan itu ke tangan Ning Aisy.

Cepat Ning Aisy menimang tasbih di tangannya. Memperhatikannya dengan seksama. Matanya membulat tak percaya. Tanda huruf arab Fa' terukir lusuh di ujung tasbih.

"Ini ... " Ning Aisy menatap Ana tak percaya.

"Itu, aku menemukannya di pesantren pas penerimaan hadiah waktu itu." Ana mencoba berbohong lagi.

"Oooh ... pantesan ..! " Ning Aisy menghela nafas lega.

"Kenapa?" tanya Ana.

"Ini milik Kak Fahmi. Ini.. lihat!" Ning Aisy mendekatkan tasbih itu ke arah Ana, sambil lalu menunjukkan ukiran di ujung tasbih yang sama sekali tidak Ana ketahui.

"Fa', untuk nama Fahmi. Tasbih ini pemberian dari Syaikh Muhammad, gurunya di Arab, karena Kak Fahmi menjadi lulusan terbaik saat di madrasah. Dan tasbih ini selalu di bawa kemana-mana sama Kak Fahmi. Sampai-sampai diminta Abahnya pun tidak dia berikan. Sudah berapa banyak dzikir yang ia baca menggunakan tasbih ini. Kelak, tasbih ini akan menjadi saksi penambahan amalnya di akhirat."

'Benarkah? Lalu kenapa dia malah memberikannya padaku jika itu memang begitu penting?'
Batin Ana.

"Kalau begitu akan aku kembalikan nanti."

"Tidak usah, biar aku saja yang mengembalikannya. Nanti akan aku beritahu kalau kamu yang menemukannya."

Ana tersenyum tak enak. Mungkin memang sebaiknya Ning Aisy yang mengembalikannya.

Karena jika Ana, maka ia tak tau harus beralasan apa pada Gus Fahmi.

_BFA༊*·˚

Adzan dhuhur berkumandang saat Ana baru saja masuk ke dalam pekarangan rumah Pak Haryono.

Bagus berlari menghampirinya, begitu juga dengan Gus Azmi. Sementara Gus Fahmi yang baru saja selesai mengambil wudhu masih berdiri di sudut musholla, menatap kedatangan Ana.

"Dari mana saja Ana? Kenapa gak ngasih kabar sama Kak Bagus?" tanya Bagus cemas.

"Ana habis ambil ini Kak buat keperluan dekor," jawab Ana seraya mengangkat sekresek penuh bunga di tangannya.

"Hape Ana juga gak aktif."

"Sorry, emang Ana matikan tadi."

Bagus menghela nafas lega.

"Ya sudah, kalian ambil wudhu dulu! Kita berjamaah bersama." Gus Azmi mencoba menengahi.

Ning Aisy menggandeng tangan Ana menuju teras rumah Pak Har.

"Oya Aisy, bisa ajak Ana ke dalam kalau mau salin. Di dalam ada kamar kosong yang bisa kalian tempati. Tanya saja pada Pak Har atau Bu Haryono!" Kata Gus Azmi sebelum mereka menjauh.

Ning Aisy mengangguk mengerti.

_BFA༊*·˚

Suasana yang semula ramai kini mulai sepi.

Sehabis sholat dhuhur berjamaah banyak diantara mereka yang tidur di sisi musholla. Utamanya yang putra.

Mungkin karena kelelahan sejak pagi mengangkat dan menindahkan beberapa barang dari teras rumah Pak Haryono ke dalam.

Cinderella Pesantren༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang