CP 53

26.7K 1.8K 146
                                    

Happy Reading🍀

“Makasih Kak Bagus!” ucapnya sambil menerima sekresek cokelat yang kemarin sempat ia lempar ke arah Bagus.

Bagus tersenyum seraya mengangguk. Tangannya berlindung di balik saku celananya.
Bagus adalah laki-laki yang mempunya penampilan berbeda dari Gus Fahmi dan Gus Azmi. Walau ia juga sering menggunakan sarung dan baju koko saat menghadiri acara, dia akan memiliki gaya yang berbeda saat berjalan bersama Ana.

Mungkin karena ia terbiasa untuk menampilkan gaya casualnya saat harus berpura-pura menjadi kekasih Ana. Kali ini tidak lagi.

Gelang darinya masih bertengger manis di lengan Ana. Walau masih ada harap di hatinya untuk mendapatkan Ana, namun melihat air mata Ana, ia memilih untuk diam saja. Dia sama sekali tak ingin menambah beban untuk Ana. Karena saat ini Ana pasti akan sangat butuh supportnya.

“Kak Bagus gak masuk dulu?” Ana mencoba menawarkan kebaikan.

“Kak Bagus masih ada urusan. Ana jangan nangis lagi ya?! Kasian tuh matanya!” godanya.

Ana mengerucutkan bibirnya, manyun.

Bagus tergelak. Ingin rasanya ia mengelus kepala wanita di depannya itu.

“Masuk gih, Sholat dhuhur! Salam buat Bunda dan Ayah ya.”

Ana mengangguk mengiyakan lalu menurut pada ucapan Bagus. Bagus membalas lambaian tangan Ana sebelum akhirnya ia kembali terduduk dibelakang kemudi mobilnya. Menatap pagar rumah Ana dengan lesu.

Hatinya tak sepenuhnya tegar. Di depan Ana pun ia bisa roboh seketika, jika tak mengingat arti hadirnya Ana di sampingnya melebihi perasaannya. Ia jauh lebih tidak sanggup untuk kehilangan Ana daripada harus menahan asanya.

Ponsel di sakunya bergetar. Ia melihat nomor yang tertera jelas di layarnya. Tanpa nama.

Assalamu’alaikum.” suara diseberang.

“Wa’alaikum salam,” jawab Bagus mengernyit. Mencoba mengingat suaranya.

“Nak Bagus, ini saya Pak Haryanto, pakai nomor istri karena hapenya masih di cas.”

“Oh, iya pak ada apa? Acaranya masih berjalan atau tidak ada tindak lanjut dari panitia?”

“Alhamdulillah, panitianya kompak. Dan acaranya berjalan sesuai dengan rencana Nak Bagus.”

“Lalu ada yang bisa saya bantu lainnya Pak?”

“Ini, ada barangnya temennya Nak Bagus yang ketinggalan di kamar.”

“Kamar saya?”

“Bukan, kamar Ning kemarin.”

“Oh, iya pak ...”

Mungkin mau diambil sendiri atau saya antar ke tempat Nak Bagus?”

“Emmmh.. begini saja Pak, saya usahakan besok ke sana untuk ambil sendiri. Sekalian melihat kegiatan terakhir di sana Pak.”

“Bagaimana keadaan Gus Fahmi? Pak Karim cerita sama saya.”

“Alhamdulillah sudah baik Pak. Gus Fahmi di rawat di rumah sakit Asembagus. Sementara sya sudah ada di Rumah.”

“Oalah.. iya iya. Kamar berapa kalau boleh tau Nak Bagus?”

“301 Pak.”

Terima kasih, kalau begitu besok saya tunggu ya Nak?”

“Iya Pak, terima kasih kembali..!” Bagus menggerakkan kepalanya berfikir. Barang siapa yang tertinggal di sana.

Ia mencari sebuah nama lainnya di layar ponselnya.

Cinderella Pesantren༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang