CP 1

120K 4K 136
                                    

Happy Reading 🌱

"Ana!!"

Gadis dengan nama Ana itu menoleh ke arah suara yang memanggilnya.

Seorang gadis lain tersenyum lalu menautkan lengannya ke lengan gadis bernama Ana.

Mereka berjalan beriringan di koridor kampus.

"Kamu sudah tau tentang Gus Fahmi?" Tanya gadis berjilbab biru itu lagi.

"Gus Fahmi?" Ana mengulang nama itu.

"Aaaah ... aku lupa kalau kamu santri baru di sini, jadi pasti belum tau tentang Gus Fahmi"

"Emang dia siapa?"

"Satu-satunya putra Pak Kyai, orangnya ganteng banget, pinter, berbakat, kitabnya jago banget, idolanya santri putri disini, ngajinya beegh jangan ditanya"

"Emang kamu sudah pernah ketemu sama Gus Fahmi itu?"

"Belum" jawab si gadis berjilbab biru sambil menggeleng.

Ana tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala juga.

"Terus gimana kamu bisa tau kalo si Gus Fahmi itu sesempurna itu?"

"Katanya mbak-mbak di asrama sih"

"Katanya? Kata-kata yang tidak nyata Lina!"

"...."

"Eh tapi.. bukannya kamu sudah 6 tahun ya disini? Kenapa bisa tidak pernah ketemu sama si Gus itu?"

"Gus Fahmi Ana!" Lina memperingatkan Anna.

"Iya itu deh maksudnya!"

"Sejak umur 6 tahun Gus Fahmi tinggal di Arab Saudi bersama Pamannya, lalu melanjutkan studinya di Turki, sekarang udah kelar S2, Katanya sih sudah pulang ke pesantren seminggu yang lalu, tapi masih belum pernah keluar, atau tidak pernah masuk ke asrama putri lebih tepatnya"

Langkah kaki keduanya memasuki sebuah ruangan kelas yang di dalamnya sudah berkumpul puluhan santri putri yang tengah sibuk ngerumpi dengan menjadi beberapa kelompok.

Kelompok pertama sibuk bercerita tentang betapa tampannya Gus Fahmi, kelompok ke dua ketiga dan lainnya pun berbisik yang sama, tentang kehebatan Gus Fahmi. Gadis berjilbab biru itu tersenyum kearah Ana.

"Itu fungsinya untuk apa?" Tanya Ana sambil menunjuk sebuah papan yang berdiri tegak ditengah - tengah ruangan kelas.

"Oh itu tabir untuk kita, karena kelas kita juga diikuti oleh santri putra, jadi dikasih tabir seperti itu!"

"Berarti dibalik tabir itu santri putra?"

"Yups!"

"Boleh ngintip dong? Atau ngobrol gitu?"

"Eh, ya gak boleh lah! Duduk yuk!"

Ana melangkah menuju bangku paling pojok dekat tabir sambil tersenyum nakal ke arah Lina.

Lina mengacungkan telunjuknya sambil menggoyang-goyangkannya kearah Ana, dan mengambil tempat tepat di depan tempat duduk Ana.

Masih dengan keramaian dalam kelas, Ana mendengus kesal. Konsentrasinya dalam melahap buku bacaanya buyar gara-gara teriakan-teriakan kecil di sekitarnya. Semua pembahasannya masih sama saja, Gus Fahmi.

"Permisi ..!" ujar Ana sambil mengangkat tangan. Tak ada respon.

"PERMISI!" Sekali lagi Ana mencoba, kali ini dengan setengah berteriak.

Berhasil, semuanya diam dan menoleh ke arahnya. Termasuk kesibukan santri putra di sebelah tabir juga terhenti. Menoleh ke arah asal suara.

"Bisa tolong diam gak? Apa kalian tidak bosan yang dibicarakan hanya orang yang sama saja?" ucap Ana tegas.

Lina ikut berdiri, meraih tangan Ana untuk duduk.

"Apa hubungannya denganmu kalau kita sedang membahas orang yang sama?" Tanya seorang santri putri dari salah satu kelompok.

"Mengganggu!" Jawab Ana tegas.

"Apa?" Santri memakai Jas itu berdiri, diikuti oleh kelompok-kelompok lainnya.

Begitupun santri putra yang mulai tersenyum, merasa bakal ada pertarungan hebat di ruangan itu.

"Mengganggu, apa kurang jelas?!" Ujar Ana lagi.

"Wuah, apa kamu tahu apa yang sedang kami bahas?"

"Tau, Gus Fahmi kalian yang katanya keren, tampan dan bla bla lainnya ... "

"Betul, lalu kenapa itu bisa mengganggumu?"

"Saya kesini untuk belajar, bukan untuk mendengarkan celotehan gak guna seperti itu, mulai tadi saya berusaha untuk konsentrasi tapi selalu terganggu oleh suara-suara kalian yang semuanya sama, kenapa tidak kalian gunakan untuk membaca buku kalian saja sambil menunggu dosen datang? Siapa tau nanti dosen langsung ngasih kuis tanpa pemberitahuan?"

"Gak guna kata kamu? Gus Fahmi itu putra satu-satunya Pak Kyai Jakfar. Putra mahkota pesantren ini"

"Trus kenapa kalo dia putra Pak Kyai? Toh dia belum tentu alim seperti Pak Kyai kan?"

"Wuah, kamu menghina Gus Fahmi?"

"Saya tidak menghina, saya Cuma mengatakan apa yang saya pikir benar. Gus Fahmi yang kalian bangga-banggakan itu, apa pernah kalian bertemu dengannya? Atau pernah belajar padanya? Sampai begitu yakinnya kalian berkata bahwa dia tampan dan alim, padahal sama ujung kopyahnya saja kalian tidak tau!"

"Apa?!" Suasana memanas.

Lina menarik tangan Ana cepat, membawanya keluar dari ruangan sebelum suasananya tambah tidak terkendali.

Salah seorang santri putra yang sejak tadi hanya membaca buku di pojokan ruangan pun juga mengukir senyum penuh dengan tanya.

Ia menutup bukunya lalu beranjak dari duduknya, pergi.


TBC

Finn Segini dulu ya .

jangan lupa Vote dan Pastinya komen yang saya tunggu .

oke see you next Chapter

A Story by : Laily Shofaria

Aku Reupload nih, biar pada makin kangen lagi wkekke. 😅

Cinderella Pesantren༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang