CP 43

25.1K 1.9K 206
                                    

Hai gaes...

pada nunggu update ya 😁

Harus terima kenyataan ya 😂

Happy reading☘️

Gus Fahmi semalaman sama sekali tidak bisa memejamkan matanya.

Ia memilih untuk terus berdzikir dan membaca Alquran hingga subuh menjelang.

Setelah sholat subuh berjamaah, beberapa anggota FKS ada yang memilih untuk merebahkan tubuh mereka kembali.

Ada juga yang masih taqror Alquran. Mungkin mereka yang masuk program tahfidz di pesantren sudah terbiasa dengan kegiatan habis shubuh di asrama mereka.

Gus Fahmi sendiri memilih untuk berjalan-jalan di sekitar perkampungan. Sesekali bersalipan dengan beberapa pedagang sayur dan ikan yang hendak menjajakan barang dagangan mereka atau bahkan ada yang baru berangkat ke pasar untuk mengambil barang dan menjualnya kembali.

Hanya tasbih di sakunya yang ia bawa. Handphonenya pun ia tinggal dikamarnya. Karena ia memilih berjalan-jalan langsung dari musholla tanpa masuk kamar lagi tadi.

Sementara Gus Azmi memilih untuk menghatamkan beberapa surat yang di hafalnya di dalam kamar, dan Bagus sibuk menyelesaikan laporan keuangan bisnis restorannya.

Suasana pagi yang sejuk dan masih sedikit polusi itu juga yang coba dinikmati oleh Ana. Walau tanpa make up, wajah Ana memang terlihat sangat bersih. Terlebih saat ia menggunakan gamis dengan warna baby pink seperti saat ini. Gamis syar'i polos dengan hijab berwarna putih lebar menutupi dadanya, Ana mencoba menyapa warga yang juga baru memulai aktifitasnya di sepanjang perjalanan. Surban Gus Fahmi dipilih Ana untuk membalut tubuhnya lebih erat.

Gus Fahmi memilih melewati beberapa pematang sawah untuk mencapai sebuah pondok kayu di tengah-tengah sawah.

Sambil melihat-lihat warna padi yang belum sepenuhnya terlihat berwarna hijau karena fajar masih belum menyingsing.

Entah karena mendung atau karena memang masih gelap. Tak henti ia bertasbih menikmati keindahan alam di depannya. Dengan bersandar dan melipat kakinya di sebuah pondok kayu yang sudah terlihat tua itu, Gus Fahmi mencoba memejamkan matanya. Rasa kantuknya mulai terasa tak bisa ditahan lagi.

Ana yang tengah berjalan di pematang lainnya di cegat oleh ibu-ibu yang sudah akan kembali ke rumahnya.

"Nak, itu yang di pondok temennya?" tanya ibu-ibu bercaping yang membawa beberapa ikat kacang panjang.

Ana mencoba menengok dengan mengangkat kepalanya. Seperti kenal dengan corak warna sarung yang terlihat terkena sepoi angin pagi.

"Sepertinya ketiduran. Ini kayaknya mau hujan Nak. Mending di bangungkan saja, kasihan kalau kehujanan di sana. Atapnya sudah bocor-bocor."

"Oh, inggeh Bu. Terima kasih!" Ana mengatupkan kedua tangannya di depan dadanya.

Perlahan Ana memutar langkah kakinya menuju pondok kayu yang ditunjuk oleh sang ibu tadi.

Terlihat punggung pemuda yang tengah bersandar ke salah satu sisi pondok. Jantung Ana berdegup kencang saat ia melihat sandal yang nongkrong manis di pematang. Sandal Gus Fahmi.

Langkahnya terhenti. Surban yang menjadi tameng dari dinginnya pagi, ia pegang erat-erat. Seolah tak ingin mendekat, ia mencoba menenangkan hatinya yang mulai kacau.

Masih ada marah di hatinya jika mengingat perlakuan Gus Fahmi pada Ning Aisy kemarin. Namun, rasa rindunya mengalahkan kesal di hatinya. Ana pun melanjutkan langkahnya mendekat ke arah Gus Fahmi. Handphone di tangannya ia genggam erat untuk sekedar menghilangkan kegugupannya.

Cinderella Pesantren༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang