CP 38

25.8K 1.6K 132
                                    

Haha, karena lama ga up.
Jadi hari ini double up ya.

Happy Reading 🌱

Ana menutup bukunya saat Gus Fahmi memarkir mobilnya di area tempat makan pinggir jalan, dekat sawah pula.

Tampak Bagus sudah menunggu di area parkir motor yang bersebelahan dengan area parkir mobil. Benar, membaca buku membuat Ana tak terasa menghabiskan waktu hampir satu jam dalam perjalanan.

Ana memasukkan bukunya ke dalam tasnya lalu mendekat ke arah Bagus yang berjalan ke arah mereka.

Beberapa orang yang juga makan ditempat itu sempat memperhatikan rombongan mereka. Gus Fahmi memperhatikan kembali penampilan Ana kali ini. Hijab yang kurang menutupi dada Ana begitu menganggunya, walau sudah tertutup dengan outer tapi tak layak rasanya dalam pandangannya.

Lekas Gus Fahmi mengeluarkan handphonenya saat yang lainnya sudah mulai mencari tempat untuk duduk.

Ia menekan tombol satu di layar, mode panggilan cepat. Nama Ana muncul disana dan tersambung. Ana yang semula berjalan bersama yang lainnya menghentikan langkahnya saat tau siapa yang menelepon. Ia menoleh ke sekeliling, mencari keberadaan Gus Fahmi. Tapi yang di carinya tidak ada di sampingnya.

Degup jantungnya berdebar kencang. Ragu ia menggeser gambar telpon di layar hapenya menuju warna hijau.

“Assalamu’alaikum Ana, bisa kita bicara sebentar?” tanya Gus Fahmi.

“Dimana?” tanpa menjawab salam Gus Fahmi Ana langsung bertanya kembali.

“Menolehlah ke kiri.”

Ana mengikuti instruksi Gus Fahmi. Terlihat Gus Fahmi masih berdiri di dekat mobilnya.

Di sampingnya tampak rombongan keluarga lainnya yang baru saja turun dari mobil mereka.

Ana menutup telponnya lalu bergegas menghampiri Gus Fahmi. Gus Fahmi membuka pintu mobilnya lalu mengambil sesuatu dari dalam sebelum Ana sampai di dekatnya.

“Pakailah!” ia mengulurkan surban berwarna Abu muda ke arah Ana.

Ana yang tampak bingung tak langsung menerima surban itu.

“Kalau jilbab kamu bisa kamu ulurkan lebih ke bawah, kamu gak perlu terima ini.”

Ana menarik krah outernya.

“Kenapa?” tanyanya polos. Menurutnya penampilannya masih wajar.

“Ana, arti hijab bagi seorang wanita tidak hanya sekedar menjadi penutup kepala. Melainkan juga harus menutupi sesuatu yang bisa mengundang maksiat untuknya maupun untuk orang lain!” tegas Gus Fahmi.

Ana menggigit bibirnya, ia tak menyangka Gus Fahmi bisa setegas itu terhadapnya. Beberapa orang disampingnya ada yang menoleh ke arah mereka mendengar ucapan Gus Fahmi. Ana menerima surban itu lalu menyimpulkan bagian ujung surban di depan dadanya setelah sebelumnya melipatnya menjadi segitiga.

Gus Fahmi menghela nafas lalu menarik surban yang menutupi punggung Ana hingga terlepas.

Ana beristighfar karena kaget, hingga menarik perhatian sebuah keluarga tadi. Keduanya mengangguk dan tersenyum seraya meminta maaf.

Gus Fahmi membalik posisi surbannya. Kali ini simpul dari kedua ujung surbannya bukan di depan dada Ana, melainkan di belakang leher Ana. Ada rasa tak menentu di dada keduanya saat Gus Fahmi membantu Ana menyimpulkan ujung-ujung surbannya.

Gus Fahmi melangkah ke depan Ana. Setelah melirik Ana yang sudah rapi dan santun, ia cepat melangkah pergi meninggalkan Ana yang masih tak percaya Gus Fahmi bisa semanis itu padanya.

Cinderella Pesantren༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang