CP 60_See you again

12.6K 1.3K 191
                                    

Happy Reading 🌵

Tasbih dari Gus Fahmi, masih selalu Ana kenakan di lengan kirinya. Seperti saat ini, tasbih itu sedikit menyembul dari pergelangan tangannya yang tengah memegang buku.

Tak banyak yang bisa ia ceritakan pada Ning Syila mengenai tasbih itu, saat Ning Syila bertanya. Ia hanya menjawab, bahwa tanpa tasbih itu, ia takkan bisa mempunyai semangat untuk memperbaiki diri.

Ning Syila sendiripun, bukan tipe orang yang suka mengorek-ngorek kehidupan orang lain.
Ana sudah terlelap dalam tidurnya saat seorang pemuda tampan, berkoko dan berkopyah putih, bersarung hitam, menaiki tangga sambil melambai ke arah Ning Syila.

Senyumnya terurai hingga ia menyalami tangan Ning Syila dengan menciumnya. Ia melirik sekilar ke arah Ana yang membelakanginya.

“Udah duduk aja, dia lagi tidur.” Ning Syila merendahkan suaranya.
Kembali ia tersenyum sambil lalu menarik kursi di samping Ana untuk di dudukinya.

“Abah sama Umi gimana kabarnya?” tanya Ning Syila lagi.

“Alhamdulillah baik Ning. Ning sendiri kapan yang mau punya momongan?”

“Belum dikasih sama Gusti Allah, mbok ya bantu didoakan.”

“Insyaallah selalu didoakan Ning.”

“Kamu sendiri kapan yang mau nikah?”

Pemuda itu lagi-lagi tersenyum sambil meraih salah satu buku tebal di depannya.

“Belum dikasih sama Gusti Allah,” elaknya menirukan jawaban Ning Syila.

“Alah, kamunya aja yang terlalu pemilih. Ada gadis kayak Aisy aja kok dianggurin.”
Kembali pemuda berkulit bersih itu tersenyum.

“Bahas yang lain aja Ning, mana yang bisa Fahmi bantu?”

Ning Syila ikut tersenyum sambil mengambil sebuah note di tasnya yang berisi catatan-catatan yang sudah ia tulis untuk mendapatkan jawabannya dari Gus Fahmi.

Adik sepupu yang juga masih bersaudara rodho’ dengannya. (rodho'adalah saudara satu susuan)

Jika Gus Azmi adalah saudara sepupu Gus Fahmi dari Abahnya, Kyai Jakfar. Maka Ning Syila adalah saudara sepupu dari Umi Gus Fahmi, Bu Nyai Sakdiyah dan Kyai Ramdan Abahnya.

Gus Fahmi sempat menyusu pada Bu Nyai Arofah, karena Bu Nyai Sa’diyah yang terserang sakit selama sebulan penuh saat Gus Fahmi baru berumur empat bulan. Sementara Ning Syila masih berumur satu setengah tahun saat itu.

“Apa mau kenalan sama yang ini saja?” tunjuk Ning Syila pada Ana di depannya.

“Anaknya rajin loh, pinter, cantik lagi. Kritis, tapi tetep santun. Kriteria kamu banget kan?”
Gus Fahmi tertawa lirih mendengar Ning Syila menggodanya.

“Apa lagi pengetahuan agamanya. Begh, gak kalah sama Aisy yang lulusan Arab itu.”

“Ning Syila mau ngerjakan tugas atau mau nyarikan Fahmi jodoh?”

Keduanya tergelak.

“Ya.. siapa tau, menyelam sambil minum air toh Dek.” Ning Syila masih berusaha.

“Kalau sudah jodohnya di datangkan sama Allah, insyaallah Fahmi pasti menikah kok Ning. Kak Azmi saja masih belum nikah, masa Fahmi mau nyalip.”

“Lah, gak pa-pa toh, kalau jodoh kamu yang datang duluan, mau bagaimana?”

Lagi-lagi Gus Fahmi dan Ning Syila tertawa lirih.

“Oya, ngomongin Azmi. Pesantrenku mau ngadakan acara wisuda untuk penghafal Alquran tiga puluh juz, insyaallah lusa kalau gak tiga hari lagi. Abah sama Umi butuh pertolongan Azmi untuk mengetes santri sebelum mereka diluluskan. Kamu tolong sekalian bilangin ya! Suratnya nanti menyusul.”

Cinderella Pesantren༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang