Happy Reading 🌵
Ana mematung, menatap ponselnya yang sama sekali tak berbunyi lagi. Paling tidak, Gus Fahmi pasti akan menghubunginya saat tengah malam. Membangunkannya untuk melaksanakan sholat malam. Tapi kali ini, ponselnya benar-benar sepi dari sebuah pesan.
Ia melanjutkan tilawahnya lagi, walaupun ia harus berulang kali menghentikannya di setiap makrok yang dilewatinya. Hanya untuk sekedar ponselnya. Mungkin ada pesan dari Gus Fahmi yang terlewati olehnya.
Hingga subuh menjelang, Gus Fahmi pun masih mencoba untuk menguatkan hatinya agar tak membalas apapun pesan dari Ana.
Bahkan, keinginannya untuk membangunkan Ana di sepertiga malam tadipun, ia alihkan dengan mencoba menerjemah beberapa kitab yang ia terima Gus Ahmad. Walau bagaimanapun, ia sudah tak punya hak lagi untuk mendekati Ana.
Selepas subuh, Gus Fahmi dikagetkan dengan dering ponsel di meja kerjanya. Sebuah telepon masuk yang ia kira dari Ana. Itulah kenapa dia agak membutuhkan waktu lama untuk menerimanya.
“Assalamu’alaikum, lama bener angkat telponnya?” suara di seberang yang ternyata milik Gus Azmi.
“Wa’alaikumsalam warohmah, maaf, Kak! tadi fokus sama kitab.” Gus Fahmi mencoba mencari alasan namun tetap tak berbohong.
“Kamu hari ini ada acara gak?”
“Kenapa, Kak?”
“Mau aku ajak nyari cincin.”
Cincin untuk Ana. Batin Gus Fahmi. Tangannya yang semula sibuk membuka lembar demi lembar kitab, jadi terhenti.
“Aisy ada acara hari ini, jadi aku tidak tahu harus ngajak siapa.”.
Lagi-lagi Gus Fahmi hanya terdiam. Ia enggan untuk bertanya walau sekedar basa basi.
“Kamu gak tanya, kenapa aku mau beli cincin?” Gus Azmi mencoba menggoda Gus Fahmi.
“Fahmi sudah tahu dari Umi semalam Kak, selamat ya!” akhirnya Gus Fahmi membuka suara juga.
“Oh, alhamdulillah kalau begitu.” Terdengar suara yang nampak bahagia di seberang.
“Nanti, aku jemput kesana ya,” tawarnya kemudian.
“Boleh.” Gus Fahmi terduduk di sisi tempat tidurnya setelah menjawab salam penutup dari Gus Azmi. Entah kenapa, ia bisa menyetujui permintaan kakaknya. Memilih cincin untuk wanita yang juga dicintainya. Mungkin karena ia pun ingin tahu, seindah apa cincin yang akan Ana gunakan di jarinya kelak.
_BFA༊*·˚
Mama Bagus baru saja selesai menutup percakapannya di telepon saat Bagus keluar menemuinya di meja makan.
“Kenapa, Ma? Seneng banget kayaknya.”
“Lusa, Ana mau tunangan!”
“Uhuk..uhuk..” susu yang sudah sempat diteguk Bagus, muncrat kemana-mana karena tersedak mendengar nama Ana disebut.
“Pelan-pelan dong minumnya, Gus!” sang mama mendekat dan menepuk-nepuk punggungnya.
Bagus mendekat ke arah wastafel dan membersihkan mulut dan bajunya yang terkena susu.
Mama Bagus beralih mengoleskan selai stroberi kesukaan Bagus di selembar roti yang sudah dipanggangnya tadi.
“Memangnya, Ana ada di mana, Ma?” tanya Bagus sambil memperhatikan mamanya yang sibuk mengolesi rotinya.
“Ana ada dirumahnya sekarang. Barusan, Tantemu telpon, katanya Ana sudah ada yang mengkhitbah di pesantren. Bu Nyai sendiri yang mencarikannya jodoh. Dan Ana langsung setuju. Jadi, lusa akan ada acara lamaran di rumah Ana. Mama harus kesana nanti sore, paling tidak berangkat siang ini, buat bantu-bantu di sana.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella Pesantren༊*·˚ [END]
Teen Fiction[SUDAH DI TERBITKAN] sekelumit tentang... #Ana : Perempuan yang mempunyai sifat ceria, ceplas ceplos dan santri baru yang mondok karena rasa ingin taunya, mengenai penyebab kakak sepupunya yang tiba tiba pergi ke Turki tanpa pamit padanya. dan Pen...