CP 10

40.8K 2.1K 38
                                    

Coba rasakan apa yang berbeda :v



Happy Reading 🌱

Ana mengusap wajahnya yang basah dengan air wudhu. 

Matanya terlihat sembab. 

Ia meraih mukena di samping tempat tidur lalu memakainya.

Hatinya yang semula tak menentu mulai tenang.

Dengan mantap ia langkahkan kakinya menuju mushola, bersiap untuk mengikuti sholat isya' berjamaah. 

Berjamaah sudah menjadi kebiasaannya sejak ia mulai memantapkan hati masuk ke dalam pondok pesantren.

Dengan adanya Lina sahabatnya yang selalu mengajak dan mengingatkannya tentang besarnya keutamaan-keutamaan dari sholat berjamaah, salah satu peraturan pesantren yang satu ini memang tidak pernah ia langgar sekalipun, dan akhirnya menjadi kebiasaan baginya.

"Kenapa harus berjamaah? Bukankah sholat saja sudah cukup?" tanyanya saat itu pada Lina.

"Karena keutamaan sholat berjamaah amat sangatlah besar, apalagi sholat berjamaah di waktu subuh"

"Apa saja?"

"Selain mendapat pahala 27 derajat, kita juga bisa mendapat pengampunan dosa. Ditinggikan derajatnya, juga senantiasa didoakan oleh malaikat"

Sekelumit kenangan Ana bersama Lina saat itu buyar saat ia melihat seorang pemuda berdiri di samping mushola tengah mengusap wajahnya yang basah. 

Bersiap untuk naik dan menunaikan sholat juga.

Senyum ana mengembang. 

Ada debar tak menentu di jantungnya.

Ia menunggu hingga pemuda itu naik dan menuju shaf terdepan.

Pandangannya tak lepas ke arah pemuda yang tengah melaksanakan sholat sunnah rawatib di depannya.

'Terimakasih Ya Allah...' Batinnya.

_BFA༊*·˚

Ana menutup pintu kamar Bagus cepat setelah ia selesai melipat mukenanya.

Ia mencari handphone di tasnya. Namun dia tidak dapat menemukannya. Ia berbalik menuju meja kerja Bagus. Mencarinya di sana. Tidak ada. 

Ada sehelai pita berwarna tosca menyembul dari balik laci meja. Ana menariknya perlahan, hingga sejengkal pita itu keluar dari laci.
Penasaran, Ana mencoba membuka laci perlahan. 

Namun, belum sempat laci itu terbuka sempurna, ada seseorang yang berdiri tepat dibelakang Ana mencoba menggagalkan rencana Ana.

Tangannya menyentuh tangan Ana lembut. Ana menoleh.

"Kak Bagus" ucapnya lirih.

Bagus menatap tangan Ana yang masih memegang lacinya, lalu mendorongnya perlahan agar tertutup kembali. 

Ana masih tertegun. Jaraknya bahkan tidak sejengkal lebih jauh dari wajah Bagus. 

Hingga ia pun bisa mencium wangi parfum yang bercampur dengan kulit leher Bagus.

Ia terpaku menatap wajah Bagus. Baru kali ini rasanya ia bisa memperhatikan wajah Bagus sedekat ini. 

Dagunya yang terbelah dengan sedikit sisa janggut yang sudah tercukur.

Kulit putih bersihnya serta janggisnya yang terbentuk rapi. Bibir nya tampak berwarna merah muda, seperti wanita yang memakai pemerah bibir.

Bagus menoleh, menatap Ana dengan tatapan yang sebelumnya tak pernah Ana lihat. Sedikit saja Bagus memajukan wajahnya, maka kening Ana pun akan bisa di kecupnya. Sekian detik mereka terdiam, seolah berbicara menggunakan hati, sebelum akhirnya tatapan mereka berakhir dengan bunyi ringtone di Handphone Ana.

Cinderella Pesantren༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang