CP 51

25K 2.2K 155
                                    

Tinggalkan jejak yaa minimal vote.


Happy Reading 🍀

"Wudhu, cuci muka Aisy!" Gus Azmi melepas tangan Ning Aisy didepan musholla.

"Aisy masih ada wudhu." Ning Aisy menolak.

"Cara bicara kamu masih gak bener, itu artinya kamu tidak benar-benar tengah dalam wudhu."

"Apanya yang gak bener? Aisy hanya mengungkapkan kebenaran. Kebenaran bahwa Ana selalu membuat Kak Fahmi terluka."

"Cara bicara kamu yang seperti ini yang menunjukkan bahwa hati kamu dipenuhi oleh amarah yang tidak bisa diredam oleh wudhu. Istighfar!"

Ning Aisy mengusap air matanya.

"Wudhu dulu, baru kita bicara. Kak Azmi tunggu di sini!" Suara Gus Azmi mulai melunak.

BFA

Seorang wanita berhijab abu yang tengah menjenguk sahabatnya di depan ruangan Gus Fahmi menatap Bagus dengan tersenyum dari balik pintu.

Ia mengarahkan ponselnya mengambil gambar Bagus yang tengah larut dengan kesedihannya.

Seorang pria yang bisa menangis. Batinnya.

"Ada apa Nay?" tanya sahabatnya yang masih menggunakan seragam khas pasien rumah sakit.

"Gak ada apa-apa," Jawabnya sambil tersenyum dan berbalik ke arah sahabatnya.

BFA

Bagus membantu Gus Fahmi untuk berbaring kembali.

Sementara Ana hanya memperhatikannya tanpa bisa berbuat apa-apa sambil sesekali mengusap air matanya yang tak sepenuhnya kering.

"Jangan menyalahkan dirimu sendiri Ana!" Ucap Gus Fahmi lirih setelah tubuhnya terbaring kembali.

"Kalau aku tidak diberi sakit, kapan dosa-dosaku akan dihapus oleh Allah?!" ia masih mencoba untuk bercanda.

Ana menggigit bibirnya. Ia mengeluarkan surban Gus Fahmi yang sejak tadi ada di dalam paper bag-nya. Ragu Ana mendekat ke arah Gus Fahmi, lalu meletakkan surban itu di samping Gus Fahmi. Gus Fahmi meraih surbannya lalu mengulurkannya kembali pada Ana.

"Kembalikan saat kembali ke pondok saja. Aku tidak suka barang-barangku berceceran di rumah sakit." Seolah tak ada yang terjadi, Gus Fahmi tetap mencoba untuk bersikap seperti biasanya. Bahkan air mata yang coba ia sembunyikanpun dengan mudah ia lupakan.

"Kalian butuh waktu untuk berdua?" tanya Bagus.

Gus Fahmi tersenyum.

"Kamu bercanda. Kalau kamu mau meninggalkan kami, kamu harus menikahkan kami lebih dulu." Gus Fahmi masih mencoba untuk mencairkan suasana.

Gus Fahmi tidak pernah begini sebelumnya. Entah kenapa hari ini ia bersikap seolah bukan dirinya.

Gus Fahmi adalah tipe orang yang paling tidak bisa bercanda atau mencairkan suasana. Ia pun paling tidak bisa berbohong walau kondisinya sudah tersudut. Kesedihan yang ia coba tutupin malah tambah terlihat dengan sikapnya yang tak biasa begini.

Bagus pun juga menaruh rasa heran yang sangat besar saat Gus Fahmi mencoba membuat lelucon dengan pernikahan.
Lelucon Gus Fahmi sama sekali tak berhasil membuat Bagus dan Ana tersenyum.

Kesedihan itu makin Nampak di wajah mereka saat melihat senyum kamuflase Gus Fahmi.

"Ini, tanganku sudah semakin capek kalau begini terus." Tangan Gus Fahmi menggerak-gerakkan surban di tangannya perlahan. Cepat Ana menerimanya dan memasukkannya kembali dalam paper bag-nya.

Cinderella Pesantren༊*·˚ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang