Terkadang kita bisa membaca suasana hati, pikiran, dan perasaan orang lain dari ekspresi wajahnya seperti membuka buku. Tapi, sebagian orang bisa menggunakan ekspresi wajahnya sebagai topeng untuk menutupi suasana hati, pikiran, dan perasaan mereka.
*****
Setelah selesai menghabiskan makan siangnya, Naina memilih untuk pergi meninggalkan kelas menuju ruang musik seorang diri, karena Ayla memilih untuk pergi ke perpustakaan, sementara Keyla memilih untuk merapikan make up-nya di dalam toilet.
"Naina? Lo Naina, 'kan?"
Naina menoleh, menatap seorang gadis yang sedang tersenyum lebar di hadapannya. Gadis dengan rambut sebahu itu mengulurkan tangannya di hadapan Naina. Dan seperti biasa, Naina hanya menatap uluran tangan itu tanpa berniat untuk menjabatnya. Mungkin kalian akan mengira Naina berlebihan bersikap seperti itu. Namun, mau bagaimana lagi? Beginilah sikap Naina saat bertemu orang baru.
Gadis bernama tag Vanya itu menatap nanar tangannya yang baru saja di anggurkan oleh Naina.
Vanya menarik kembali tangannya, gadis itu mendekati Naina sembari menatapnya penuh intimidasi. Senyuman ramah yang tadinya terukir di bibir Vanya mendadak berubah menjadi senyuman mengejek.
Di tatap seperti itu membuat Naina merasa tidak nyaman, Naina menatap tajam wajah Vanya sembari bersedekap dada.
"Lo yakin nggak kenal sama gue?" tanya Vanya.
Tentu saja Naina mengenali gadis di hadapannya itu. Siapa yang tidak mengenali Vanya Arsyahnna? Gadis yang cukup populer di SMP Naina waktu itu. Vanya bukan populer karena prestasi, melainkan karena hobinya yang selalu membully siswa-siswi yang miskin ataupun cupu.
Namun, Naina tetap diam seolah-olah ia memang tidak mengenali siapa gadis di hadapannya itu. Bukannya takut Vanya akan membully dirinya, Naina hanya tidak ingin statusnya sebagai siswi baru di SMA Yongsan harus tercemar hanya karena ribut dengan Vanya.
"Nai? Lo 'kan dalang di balik kejadian itu? Lo 'kan yang selama ini kirim pesan teror sama gue? Ngaku lo, Nai?!" tanya Vanya dengan penekanan di setiap kalimat yang ia ucapkan.
Naina menatap tajam gadis di hadapannya itu sembari bersedekap dada. "Gue nggak tahu kejadian apa yang lo maksud di sini. Dan berhenti nuduh gue yang nggak-nggak."
Setelah mengatakan kalimat panjang itu, Naina melanggeng pergi begitu saja, mengabaikan teriakan Vanya yang saat ini sedang mengomel sembari mengabsen nama-nama hewan yang ada di kebun binatang.
Naina menghentikan langkahnya di dekat gudang belakang sekolah, ia menatap lekat jendela ruangan yang sempat ia masuki waktu itu. Terbesit dalam benaknya untuk kembali memasuki ruangan itu. Namun, ia urungkan saat mengingat pertemuannya dengan lelaki yang selama ini sangat ia hindari. Hal hasil, Naina hanya bisa menatap jendela yang sudah sedikit kusam itu dari bawah.
Niat Naina untuk menenangkan pikirannya dengan cara mendengarkan musik seorang diri, terpaksa Naina urungkan saat Vanya kembali melabrak dirinya.
Gadis dengan rambut sebahu itu mendorong kuat tubuh Naina hingga Naina jatuh tersungkur, lututnya pun terluka dan mengeluarkan sedikit darah.
Vanya menatap tajam wajah Naina. "Sepertinya lo emang nggak pernah menyesal karena kejadian itu? Dan sepertinya lo bisa hidup dengan tenang tanpa rasa bersalah sedikitpun?!"
Dengan matanya yang mulai berkaca-kaca, Naina menatap dingin wajah Vanya yang sedang tersenyum miring.
"Iya, gue emang nggak pernah menyesal sedikitpun. Nggak ada sedikitpun terbesit di dalam hati gue buat minta maaf ataupun merasa bersalah," jawab Naina dengan satu tarikan napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST BE MINE [END]
Ficção Adolescente⚠️ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA "Kenapa lo nggak biarin gue menang, sih? Kenapa lo mala lempar bola itu ke gue?!" teriak Naina. "Buat apa gue lakuin hal itu sama lo? Sementara lo nggak pernah anggap gue ada!" jawab Gama dengan wajah datarnya. "Apa lo...