Hanya karena tidak menangis, bukan berarti tidak sedih. Hanya karena tersenyum, bukan berarti bahagia.
*****
Pelajaran pertama untuk kelas 1-1 hari ini adalah biologi. Salah satu pelajaran yang sangat disukai oleh Gama. Namun, berbanding terbalik dengan ketiga temannya. Entahlah, mereka rasa tidak ada satupun mata pelajaran yang Gama benci di dunia ini. Mungkin jika disuruh belajar memasak atau ikut kelas make up, Gama akan dengan senang hati untuk ikut mempelajarinya.
"Hari ini kita akan membahas tentang klasifikasi makhluk hidup," ujar Pak Revan sembari menuliskan point-point penting di atas papan tulis.
Saat ini, Pak Revan sedang berkoar-koar menjelaskan materi tentang klasifikasi makhluk hidup. Dari sini, Pak Revan bisa melihat jika semua muridnya sedang duduk tegap dengan buku di atas meja mereka, Pak Revan yakin jika mereka semua sudah sadar jika belajar dan mendengarkan materi dari guru itu sangatlah penting.
Padahal, saat ini Darwin dan Gio sedang mabar bermain hago, kedua cowok itu bisa terselamatkan dari amukan Pak Revan karena duduk di baris paling belakang dan terhalangi oleh tubuh gempal milik Andre. Dear Nathan, cowok berwajah imut itu nampak tertidur lelap, bukunya memang bediri kokoh di atas meja supaya Pak Revan tidak mengetahui jika saat ini ia sedang membuat peta di atas mejanya. Sementara Gama, cowok itu memang tengah menatap Pak Revan. Namun percayalah, pikirannya sedang kalang kabut saat ini.
"Darwin!" panggil Pak Revan dengan nada yang menggelegar.
"Nama saya Darwan, Pak. Bukan Darwin!" jawab Darwin dengan nada jengkel.
Sebenarnya nama aslinya adalah Darwan Darmawan. Entah kenapa Bapaknya memberi nama seperti itu. Namun, Darwan tetap bersyukur karena nama dari orang tua adalah doa.
Namun, karena si kutu kupret Gama yang mengubah namanya menjadi Darwin membuat semua anak-anak ikut-ikutan memanggilnya Darwin, bahkan hampir seluruh guru ikut memanggilnya dengan sebutan yang sama. Alasan kenapa Gama memberikan nama itu, karena Gama terinsipirasi dari tokoh terkenal biologi yaitu Bapak Charles Darwin. Gama berharap semoga saja dengan nama panggilan seperti itu akan membuat otak genius dari Charles Darwin bisa menular kepada Darwan yang sedari dulu mempunyai otak yang begitu kecil dan lemot.
"Sebutkan klasifikasi makhluk hidup yang kamu ketahui!" pinta Pak Revan.
Darwin, cowok itu menendang kursi Gama, berharap temannya yang baik hati dan tidak sombong itu memberitahu jawabannya.
Gama menoleh, menatap lekat wajah Darwin, membuat cowok itu tersenyum manis dengan kedua matanya yang berbinar.
Seketika senyuman Darwin luntur dan menjadi tatapan kesal karena Gama hanya mengangkat bahunya acuh lalu kembali sibuk dengan bukunya. Jantung Darwin serasa akan lepas saat Pak Revan menatapnya horor, terlebih lagi semua pasang mata di kelasnya sedang menatapnya aneh.
Darwin nyengir lebar sembari menggaruk tekuk kepalanya yang tidak gatal. "Anu, Pak. Saya lupa, hehehe."
Pak Revan hanya bisa geleng-geleng kepala setelah mendengar jawaban Darwin yang sangat sesuai dengan ekspektasi di dalam otaknya. Sedari dulu pun, setiap diberikan pertanyaan, Darwin akan menyengir tanpa dosa dan berkata jika ia lupa padahal cowok itu sama sekali tidak tahu apa jawabannya.
"Saya yakin pasti kamu tidak punya cita-cita."
"Ada dong, Pak!"
"Saya kepengen jadi menteri kelautan, Pak. Sebagai warga negara yang baik dan benar, saya pengen jagain ikan-ikan yang hampir punah akibat ulah manusia yang nggak bertanggung jawab." Tentu saja jawaban bijak nan keren itu membuat semua murid kelas 11-1 memberikan apresiasi berupa tepukan tangan kepada Darwin. Membuat cowok itu mengangkat kerah bajunya sombong.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST BE MINE [END]
Ficção Adolescente⚠️ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA "Kenapa lo nggak biarin gue menang, sih? Kenapa lo mala lempar bola itu ke gue?!" teriak Naina. "Buat apa gue lakuin hal itu sama lo? Sementara lo nggak pernah anggap gue ada!" jawab Gama dengan wajah datarnya. "Apa lo...