Aku pikir seharusnya tidak terlalu sulit untuk mengubah satu kebiasaan. Tapi ternyata itu sulit, aku tidak bisa melupakan semuanya begitu saja.
******
Sepuluh tahun kemudian ....
Seorang gadis cantik nampak berjalan tergesa-gesa setelah ia keluar dari dalam mobil. Gadis itu melirik sekilas arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, jika ia tidak cepat-cepat sampai ke sana, tamat sudah riwayatnya. Ini semua karena kedua temannya yang mengajaknya bergadang semalaman, hal hasil ia baru bisa tidur pukul empat pagi dan hampir kesiangan karena tubuhnya terasa sangat lelah setelah bekerja seharian.
"Nai, nanti kalau udah pulang biar gue yang jemput!
Naina, gadis itu menoleh ke belakang, menatap Nathan yang sedang melambaikan tangan ke arahnya.
"Iya," jawab Naina lalu kembali melanjutkan langkahnya memasuki gedung rumah sakit.
Nathan hanya bisa tersenyum manis saat melihat Naina yang sedang berusaha keras untuk berjalan dengan cepat. Namun, dikarenakan sepatu hak tingginya itu, membuat Naina sedikit kesusahan saat berlari.
"Aduh, semoga nggak telat, deh," batin Naina.
Jika saja semalam Tania dan Keyla tidak tiba-tiba saja masuk ke dalam rumahnya dan mengajaknya bergadang, Naina tidak harus berjalan tergesa-gesa seperti ini. Sebenarnya semalam ia ingin segera tidur, namun kedua teman kampretnya itu mala mengajaknya barbeque di halaman belakang rumahnya. Karena terlalu bersenang-senang, Naina jadi lupa waktu.
Untung saja Nathan mempunyai waktu untuk bisa menjemputnya, Naina benar-benar tak habis pikir bagaimana jika Nathan tidak ada, tidak mungkin jika ia harus menaiki bis sedangkan ia hampir terlambat.
Setelah menempuh pendidikannya di salah satu fakultas kedokteran, Naina mendapatkan tawaran bekerja di rumah sakit yang sangat terkenal di kotanya. Sebenarnya Naina berniat untuk membuka klinik sendiri, namun jika dipikir-pikir lagi, ia belum mempunyai banyak pengalaman untuk mengurus klinik sendiri. Makanya Naina menerima tawaran dari direktur rumah sakit Meditra.
Menjadi seorang psikiater ternyata tidak semudah apa yang Naina bayangkan saat dia masih SMA, bertahun-tahun lamanya bagi Naina untuk mempelajari dan memperluas wawasannya mengenai masalah kesehatan mental dan perilaku melalui upaya pencegahan, kuratif, dan rehabilitatif. Naina juga harus memperdalam ilmunya tentang pemberian konseling, psikoterapi, dan obat-obatan.
Perlu kalian ketahui, psikiater dan psikolog itu berbeda. Secara garis besar, psikiater adalah dokter, sedangkan psikolog bukan dokter. Psikiatri adalah ilmu kedokteran yang berfokus pada kesehatan jiwa, sedangkan psikologi adalah ilmu non-kedokteran yang mempelajari perilaku dan perasaan seseorang. Meski berbeda latar belakang, keduanya tetap saling melengkapi.
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun berlalu begitu saja. Naina tersenyum manis saat ia telah berdiri di depan sebuah gedung rumah sakit yang sangat besar. Ia benar-benar tak menyangka jika ia bisa melangkah maju sejauh ini, setelah bertahun-tahun lamanya menempuh pendidikan dan rela bergadang semalaman demi belajar, akhirnya usahanya membuahkan hasil yang begitu manis.
Ungkapan 'usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil' ternyata memang benar adanya, karena hari ini, tepat satu tahun ia menjabat sebagai seorang psikiater.
Naina menghembuskan pelan napasnya lalu berjalan santai memasuki ruangannya.
"Selamat siang, Dok. Ini jadwal kita hari ini," ucap Kiara, salah satu asisten Naina.
Naina menghela pelan napasnya, hari ini ia banyak sekali janji untuk bertemu dengan pasien. Jika setiap hari pasiennya sebanyak ini, Naina terpaksa harus pulang larut malam setiap harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST BE MINE [END]
Fiksi Remaja⚠️ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA "Kenapa lo nggak biarin gue menang, sih? Kenapa lo mala lempar bola itu ke gue?!" teriak Naina. "Buat apa gue lakuin hal itu sama lo? Sementara lo nggak pernah anggap gue ada!" jawab Gama dengan wajah datarnya. "Apa lo...