Apa gunanya mencintai seseorang tapi tidak bisa melindunginya.
PLAY MUSIC
SEVENTEEN- DON'T WANNA CRY******
Setelah pasien terakhirnya keluar, Naina tersenyum sembari memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tas. Hari ini adalah hari yang cukup melelahkan baginya.
"Selamat malam, Dok."
Naina tersenyum manis saat mendengar banyak sapaan yang ia dengar, gadis itu berjalan santai menyusuri koridor rumah sakit menuju tempat parkir.
Binar mata indah itu tak sengaja menatap Gama yang sedang duduk di kursi panjang yang berada di dekat pos satpam. Sebenarnya Naina tidak ada niatan untuk menghampiri cowok menyebalkan itu, hanya saja Naina sedikit merasa tidak enak saat melihat luka di lutut Gama. Pasti rasanya sangat menyakitkan.
Naina jadi ingat saat Gama menggendongnya karena lututnya terluka saat perkemahan musim panas. Saat itu Naina benar-benar tak percaya jika Gama akan memperlakukannya seistimewa itu, bahkan saat ia tersesat karena ulah Ayla yang membalik arah penunjuk jalan, Gama rela berkeliling di dalam hutan seorang diri demi menyelamatkannya.
Dan hal yang sampai saat ini masih membekas di dalam ingatannya adalah saat Gama berjongkok di hadapannya karena ia terjatuh lalu bergegas membawanya ke UKS. Naina benar-benar tak habis pikir apa yang akan Gama lakukan padanya jika saat itu tidak ada bidan Alea.
"Lo belum pulang?"
Seutas senyuman melengkung begitu saja dari sudut bibir Gama saat melihat wajah Naina. "Gue nungguin lo, Nai."
Binar mata indah itu menatap luka di lutut Gama yang sudah mengering.
"Kenapa lukanya nggak di obatin?"
"Ah, cuma luka kecil doang."
"Tetap aja harus di obatin," gumam Naina. Gadis itu mengeluarkan kotak kecil dari dalam tasnya lalu berjongkok di hadapan Gama untuk mengobati lukanya yang cukup dalam.
Diam-diam Gama tersenyum senang saat melihat Naina yang mengobati lukanya dengan hati-hati. Iris coklat kelam itu tak hentinya menatap wajah Naina yang terlihat begitu cantik, walaupun Naina sesekali menatapnya dengan tatapan tajam, tetap saja Gama tidak bisa berbohong jika ia merasa sangat senang hari ini.
"Aaaa! Pelan-pelan, Nai," lirih Gama.
"Ck, katanya cuma luka lecet doang," tukas Naina saat memberikan obat merah di lutut Gama.
"Ck, lo nggak inget waktu gue obatin luka lo di UKS saat itu? Gue obatin lutut lo dengan penuh cinta dan kasih sayang tahu nggak," dumel Gama.
Naina menatap sekilas wajah Gama lalu memasangkan plaster di lutut Gama. Setelah plaster itu tertempel, Naina dengan sengaja menepuk kuat lutut Gama agar plaster itu tertempel dengan kuat.
Tentu saja karena ulah Naina membuat Gama kembali berteriak, iris coklat kelam itu menatap kesal Naina yang sedang tersenyum miring. Gama yakin sebenarnya Naina tidak ada niatan untuk mengobati lukanya.
"Nai, gue yakin pasti semua pasien takut sama lo."
Naina melipat kedua tangannya di depan lalu duduk di samping Gama. "Nggak tuh, mala mereka nyaman banget dekat sama gue."
"Dengan cara pengobatan lo yang kasar kek gini?"
"Ck, kalau gue kasar bisa-bisa mental pasien gue semakin terganggu. Gue ini bukan Naina Aldebaran yang lo kenal dulu, sekarang gue anaknya lebih hangat, manis, lembut, pintar, dan tentunya makin cantik," ucap Naina dengan nada sombong sembari mengibaskan rambutnya ke belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST BE MINE [END]
Teen Fiction⚠️ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA "Kenapa lo nggak biarin gue menang, sih? Kenapa lo mala lempar bola itu ke gue?!" teriak Naina. "Buat apa gue lakuin hal itu sama lo? Sementara lo nggak pernah anggap gue ada!" jawab Gama dengan wajah datarnya. "Apa lo...