Apakah kita menatap bintang yang sama malam ini? Jika iya, pejamkan mata sejenak biarkan sinarnya memelukku sebagai pengganti akan sebuah rindu.
*****
Gama yang tadinya sibuk mengetikkan sesuatu di layar laptopnya, kini beralih menatap gantungan kunci berbentuk bintang pemberian dari Naina. Gadis itu bilang jika suatu hari Gama sedang merindukannya, maka anggap saja jika bintang itu adalah dirinya. Naina juga meminta Gama agar gantungan kunci itu ia pasang sebagai aksesoris ponselnya.
Gama segera memasangkan gantungan kunci berbentuk bintang itu sebagai aksesoris ponselnya, terlihat indah dan cantik seperti orang yang telah memberikan benda itu kepadanya.
Gama mengambil ponselnya untuk mengetikkan pesan kepada Naina. Baru saja ia ingin mengirimkan pesan itu kepada Naina, suara nyaring nan cempreng dari Siti, salah satu asisten yang bekerja di rumahnya membuat Gama berdecak kesal. Ia beruntung pacarnya tidak mempunyai suara seperti Siti yang sangat memekakan kedua telinganya.
"Tuan! Ada tamu!" teriak Siti.
Dengan malas, Gama beranjak dari kamarnya menuju pintu utama.
Kedua matanya membulat sempurna saat mengetahui siapa yang baru saja datang ke rumahnya. Bulu kuduknya berdiri ngeri saat melihat temannya itu tersenyum manis di hadapannya, seakan Gama adalah pacarnya.
"Kenapa, lo? Baru sadar kalau teman lo ini ganteng dan manis?" tanyanya dengan wajah songong.
Gama hanya menatap temannya itu datar. "Ngapain lo kesini?"
"Ada hal yang mau gue tanyain sama lo."
"Tentang apa?"
"Naina," jawabnya lalu nyelonong masuk begitu saja ke dalam rumah Gama. "Rumah lo tetap sama ya, nggak ada yang berubah.
******
Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Namun, Naina masih sibuk mengerjakan tugas sekolahnya yang begitu banyak. Tentu saja sebagai murid teladan, ia tidak mau sampai lupa mengerjakan tugas sekolah lagi.
"Non Naina kenapa belum tidur?" tanya Bi Inah sembari memberikan segelas susu coklat serta beberapa cemilan ringan. Sebenarnya ia sudah terbiasa melihat Naina yang bergadang hanya untuk belajar. Namun, pertanyaan yang sama selalu ia lontarkan kepada anak majikannya itu.
Naina tersenyum manis sembari duduk di samping Bi Inah. "Belum ngantuk, Bi."
Wanita paruh baya itu mengusap lembut pucuk kepala Naina dengan sayang. "Kamu mirip sekali dengan anak Bibi, dia juga manis dan cerdas seperti kamu."
"Ayah sama bunda kapan pulang?" tanya Naina.
"Besok mereka pulang. Oh iya, katanya mereka ada kejutan buat kamu," jawab Bi Inah sembari tersenyum hangat.
Setelah wanita paruh baya itu pergi meninggalkan kamarnya, Naina kembali melanjutkan belajar. Ia tidak mau sampai membuat kedua orang tuanya bersedih kalau nilainya sampai turun, mengingat betapa banyak waktu belajarnya yang terbuang demi bisa menghabiskan waktu bersama Gama dan kedua sahabatnya.
Naina tidak merasa jika berpacaran dengan Gama membawa pengaruh buruk baginya, cowok itu hampir setiap hari memarahinya jika Naina telat makan ataupun bolos bimbel hanya demi bisa jalan-jalan bersama Gama. Namun, bukan Naina si kepala batu namanya jika tidak bisa mendapatkan apa yang ia mau. Gadis itu terus saja merengek agar bisa berlama-lama berada di dekat Gama. Sepertinya Naina sudah ketularan bucin dari Gama.
Satu notifikasi pesan masuk dari ponselnya membuat Naina segera membuka benda pipih itu.
Unknown [Kata orang cinta itu buta, tapi kenapa aku tetap bisa memandangi keindahanmu. Kata orang cinta tak ada logika, tapi kenapa pikiranku teratur menyimpan senyummu. Kata orang cinta itu menyakitkan, tapi kenapa aku tetap bertahan.]
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST BE MINE [END]
Fiksi Remaja⚠️ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA "Kenapa lo nggak biarin gue menang, sih? Kenapa lo mala lempar bola itu ke gue?!" teriak Naina. "Buat apa gue lakuin hal itu sama lo? Sementara lo nggak pernah anggap gue ada!" jawab Gama dengan wajah datarnya. "Apa lo...