Part 23 (Together)

877 81 18
                                    

Lo harus kuat. Jangan melarikan diri, coba lihat sekitar. Ubah sudut pandang yang lo lihat, nanti juga lo akan tahu kalau hidup nggak serumit seperti apa yang lo cemaskan.

Revanza Nathan Hermawan

******

"Kalau mau nangis, nangis aja, nggak ada yang ngelarang. Karena saat lo nangis, itu bukan berati karena lo lemah, itu karena lo masih punya hati yang lembut."

Binar mata indah itu menatap uluran tangan di hadapannya. Naina mengangkat pelan kepalanya untuk melihat siapa yang dengan senang hati mengulurkan tangan hangatnya di saat ia sedang berada di masa paling terpuruk.

Cowok itu tersenyum hangat, satu tangannya memegang satu kantong plastik yang dipenuhi banyak sekali cemilan yang berbau coklat.

"Kalau lo ada masalah, jangan lalui sendirian," ucapan itu terdengar begitu hangat dan tulus.

"Gue muak, gue benar-benar muak sama semua ini." Naina menatap lekat wajah Nathan dengan tatapan yang sangat sulit untuk diartikan.

Apakah kalian pernah ada di posisi Naina seperti ini?

Mereka mungkin berpura-pura menjadi temanmu ketika kamu ada dan kemudian berbicara buruk tentangmu di belakangmu.

Mereka dipenuhi dengan emosi negatif seperti keserakahan, kecemburuan, dan kebencian terhadap orang-orang di sekitar, dan karenanya mereka merusak kepercayaanmu. Mereka tak bisa dipercaya.

Orang-orang palsu ini beracun, jadi kamu harus sangat berhati-hati saat menganggap seseorang sebagai teman sejati dalam hidupmu.

Mereka menunjukkan senyum plastik dan emosi mereka untuk memenangkan kepercayaanmu dan menunjukkan warna asli mereka kepadamu saat kamu berbalik. Akankah Nathan adalah salah satu dari mereka?

Nathan, cowok itu ikut berjongkok di hadapan Naina sembari tersenyum manis. Tangan kekar itu tergerak untuk merapikan rambut Naina yang sedikit berantakan.

"Nai, nggak semua orang seburuk apa yang lo pikir."

"Gue tahu lo capek untuk terlihat baik-baik saja di saat semesta membunuh lo secara perlahan."

Nathan memegang kedua bahu Naina sembari menatap hangat binar mata indah itu. "Lo harus kuat. Jangan melarikan diri, coba lihat sekitar. Ubah sudut pandang yang lo lihat, nanti juga lo akan tahu kalau hidup nggak serumit seperti apa yang lo cemaskan."

Untuk sejenak, Naina cukup terpukau dengan ucapan bijak dari Nathan. Siapa sangka jika dear Nathan, cowok paling bobrok di kelasnya bisa mengatakan hal sebijak itu.

"Apa gue bisa percaya dengan kata-kata itu?" tanya Naina, masih dengan tatapan datarnya.

Nathan tersenyum hangat lalu menarik pelan tangan Naina menuju lapangan basket. Nathan sama sekali tidak merasa takut akan terkena omelan pedas dari Naina akibat ulahnya yang asal menarik tangan Naina. Lagipula, tidak akan ada yang melihat mereka berdua karena bel pelajaran selanjutnya telah berdering sekitar sepuluh menit yang lalu.

"Nih."

Naina segera menghindari lemparan bola basket dari Nathan.

"Nat, gue lagi nggak mood buat nemenin lo main ginian!" tukas Naina sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

Nathan terkekeh kecil sembari mengambil bola basket itu. "Kita tanding, gimana? Yang kalah harus traktir cireng nyai?"

"Nggak," tolak Naina.

"Kalau lo nggak mau berarti lo penakut." Nathan menatap lekat wajah Naina. "Ternyata selain cengeng, lo juga penakut ya, Nai."

Tentu saja Naina tidak terima dengan ejekan Nathan, cowok itu memang sangat menyebalkan.

JUST BE MINE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang