Waktu, bukankah dia percaya sebagai pengobat luka?
Tapi kenapa kini dia hadir sebagai pengingat lara.******
Katanya waktu istirahat adalah surga duniawi bagi anak sekolah, ternyata ungkapan itu memang benar adanya. Setelah sang guru keluar dari kelas, semua anak-anak kelas 11-1 berteriak heboh, mata mereka yang tadinya ingin tertutup karena mengantuk, kini nampak segar bugar.
Jika semuanya nampak bahagia hanya karena jam istirahat, lain halnya dengan Naina yang saat ini nampak lesu, gadis itu merebahkan kepalanya di atas meja dengan posisi kepala menghadap ke arah jendela.
Naina hanya bisa menahan rasa sakit di dalam hatinya saat melihat betapa hangatnya kebersamaan antara Keyla dan Tania. Satu minggu lebih Keyla menghindari Naina. Namun, Naina tak mau ambil pusing, ia sudah terbiasa melakukan semuanya sendiri. Naina sudah terbiasa dengan orang-orang yang datang lalu pergi seenak jidat mereka. Inilah salah satu alasan kenapa Naina tidak suka berteman dengan siapapun, karena terkadang seseorang datang di dalam kehidupannya hanya disaat butuh dan pergi setelah mereka merasa bosan.
Naina tidak tahu apa kesalahan yang telah ia perbuat sehingga Keyla memilih untuk menjaga jarak dengannya. Namun, seseorang pernah bilang dengannya jika Keyla mendekatinya hanya semata-mata agar Keyla bisa menjadi murid populer di sekolah seperti Naina, dan setelah Keyla terkenal, gadis itu akan meninggalkannya, karena Naina sudah dibutuhkan lagi bagi Keyla. Jika Naina pikirkam lagi, argumen itu bisa saja benar. Mau Keyla mendekatinya agar terkenal atau tidak, Naina tidak masalah. Lagipula, mana mungkin ada orang yang mau berteman dengan gadis dingin, kasar, sombong, cuek, judes, dan tidak punya sopan santun seperti Naina. Iya, seharusnya Naina sadari diri sejak dulu, seharusnya ia tidak mudah untuk membiarkan orang asal masuk di dalam kehidupannya, dan berakhir menyakiti dirinya sendiri.
Tanpa teman pun Naina masih bisa hidup, karena mereka tidak tahu apa-apa tentangnya. Hanya Naina-lah yang tahu apa yang tengah ia rasakan. Orang lain mungkin bisa tahu dari cerita-cerita kita, tapi hanya orang yang mempunyai empati tinggi sehingga mampu memahami apa yang ia rasakan, dan semua itu mustahil akan hadir di dalam hidupnya, karena semua yang ada disekitarnya saat ini penuh dengan kepalsuan.
Naina mengembuskan kasar napasnya saat mendengar suara perutnya yang minta untuk diisi asupan makanan, gadis itu mengeluarkan kotak bekalnya dari dalam laci mejanya.
"Loh, kok kosong?" batin Naina bertanya-tanya. Ia ingat betul asisten yang bekerja di rumahnya telah menyiapkan dua sandwich untuk makan siangnya hari ini. Bahkan air minumnya pun sudah habis tidak tersisa. Apa mungkin kotak bekal dan botol minumnya bocor?
"Aishhh ...!" Naina mendesah berat. Ia berjanji akan memukul kuat siapapun orang yang asal memakan sandwich miliknya tanpa izin darinya. Sepertinya Naina memang harus pindah sekolah, ketimbang ia harus mempunyai teman satu kelas yang menyebalkan.
Mau tidak mau Naina harus membeli makanan di kedai cemilan, sebenarnya saat ini ia sedang ingin makan makanan berat, seperti nasi, bakso, ataupun batagor. Namun, ia sama sekali tidak ingin makan di kantin, apalagi ia harus berdesakan demi mendapatkan satu mangkuk bakso yang tidak terjamin kualitasnya. Apakah makanan itu telah terjamin kesehatannya? Dan apakah mangkuk yang mereka pakai telah dicuci secara layak?
Saat keluar dari kelas, Naina tidak sengaja berpapasan dengan Ayla.
Naina tersenyum ramah. "Ay, temenin gue ke kedai cemilan, yuk!" seru Naina sembari memeluk erat lengan kanan Ayla.
Gadis berambut pendek itu melepaskan tangan Naina dari lengannya. "Gue sibuk, Nai."
"Oh, gitu ya. Yaudah, lo mau nitip apa? Biar gue beliin," tawar Naina dengan kedua matanya yang berbinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST BE MINE [END]
Teen Fiction⚠️ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA "Kenapa lo nggak biarin gue menang, sih? Kenapa lo mala lempar bola itu ke gue?!" teriak Naina. "Buat apa gue lakuin hal itu sama lo? Sementara lo nggak pernah anggap gue ada!" jawab Gama dengan wajah datarnya. "Apa lo...