Kenapa senja terdengar lebih romantis daripada fajar? Karena perpisahan lebih mudah dikenang daripada pertemuan.
******
Naina dan Gama menghentikan langkahnya saat mereka tidak sengaja berpapasan dengan Tania. Baru saja Naina ingin menyapa, Tania sudah lebih dulu pergi dengan wajah dinginnya.
Binar mata indah itu menatap lekat wajah Gama. Melihat tatapan itu membuat Gama tersenyum hangat.
"Gue rasa kalian perlu bicara empat mata, gue yakin Tania pasti kangen banget sama lo."
Naina tersenyum, gadis itu segera berlari untuk mengejar Tania.
"Tania!" teriak Naina, berharap Tania berhenti berlari dan mau mendengarkan penjelasan darinya.
"Tania! Gue mohon berhenti!" teriak Naina yang mulai kelelahan mengejar Tania sepanjang koridor kelas. Kelemahannya dalam hal berlari membuat Naina hanya bisa memegangi kedua lututnya yang terasa sangat sakit.
Tania, gadis itu menghentikan langkahnya tepat di tengah lapangan basket. Gadis itu menoleh ke belakang, menatap Naina yang saat ini sedang tersenyum kepadanya.
"Nai, lo orang yang lebih mengerikan dari Ayla tahu nggak!" teriak Tania dengan isakan tangisnya yang terdengar jelas.
"Maaf, maaf karena gue udah buat lo mengalami masa-masa sulit karena gue," kata Naina sembari menggenggam erat tangan kanan Tania.
"Sebenarnya gue ini siapa lo sih, Nai?! Apa lo tahu gimana terlukanya hati gue saat tahu kalau mental lo terganggu sehingga lo harus homeschooling selama satu tahun lebih?! Nai, setiap malam gue nggak bisa tidur dengan nyenyak karena rasa bersalah itu selama menghantui gue."
"Tania, gue benar-benar minta maaf. Gue cuma nggak mau lihat lo di bully sama anak-anak kalau lo sama Felly masih sahabatan sama gue."
"Aishhh ...!" Tania melepaskan kasar tangannya dari genggaman Naina. "Apa itu penting? Sekuat apapun gosip nggak akan bisa rusak persahabatan kita, Nai! Gosip bisa menghilang seiring berjalannya waktu. Tapi, lo mala menghindari gue dan mengalami masa-masa sulit seorang diri, apa lo pikir dengan cara lo yang menghindar dan pura-pura benci sama gue bisa buat gue lupa gitu aja sama lo? Nggak, Nai! Sampai kapanpun gue nggak bisa berhenti buat khawatir dan perduli sama lo."
Mendengar penuturan dari Tania membuat Naina menitikkan air matanya. Ia benar-benar bodoh selama ini karena telah menyia-nyiakan sahabat sebaik Tania.
"Dan karena lo pergi gitu aja buat gue terluka tahu nggak! Gue ngerasa jadi sahabat yang jahat karena udah buat lo mengalami masa-masa sulit seorang diri. Sementara lo selalu ada disaat gue butuh, lo rela bolos datang ke akademi demi bantuin gue kerja, lo rela dimarahin sama bunda lo karena bolos sekolah demi jagain adik gue di rumah sakit."
"Lo jahat, Nai!"
"Ayla tahu semuanya! Dia tahu gimana sulitnya bagi lo selama ini! Kenapa? Kenapa harus dia yang tahu, Nai?!"
"Lo emang nggak punya hati, Nai!"
Naina segera memeluk erat tubuh Tania, membuat tangis kedua gadis itu pecah.
Setelah dirasa cukup tenang, Naina mengajak Tania untuk berbicara di bawah pohon rindang yang mempunyai kursi panjang berbentuk setengah lingkaran. Sudah lama rasanya Naina tidak duduk disini.
"Gue ..." ucap Naina dan Tania secara bersamaan, membuat kedua gadis itu menatap satu sama lain. Namun, detik berikutnya mereka terkekeh kecil saat menyadari situasinya yang terasa sangat canggung, mungkin karena mereka sudah hampir dua tahun tidak berkomunikasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST BE MINE [END]
Teen Fiction⚠️ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA "Kenapa lo nggak biarin gue menang, sih? Kenapa lo mala lempar bola itu ke gue?!" teriak Naina. "Buat apa gue lakuin hal itu sama lo? Sementara lo nggak pernah anggap gue ada!" jawab Gama dengan wajah datarnya. "Apa lo...