Kalau lo nggak suka lihat gue, jangan mendekati gue. Karena gue, nggak punya alasan buat menghindar dari lo.
Naina Aldebaran
*****
"Nai, nomor lima gimana sih, caranya? Kok dari tadi rumus yang gue pakek bukannya dapet jawaban, mala kepala gue yang puyeng." Nathan menatap wajah Naina dan buku tulisnya secara bergantian. Jika Nathan di suruh memilih, ia lebih senang melihat wajah Naina ketimbang harus melihat jejeran rumus matematika yang membuat kepalanya terasa sangat pusing.
Saat ini, Naina dan Nathan sedang belajar bersama di rumah Naina. Awalnya Naina tidak mau belajar bersama Nathan, karena Naina tahu jika bersama Nathan bukan belajar bersama namanya. Melainkan Naina akan menjadi guru dadakan untuk Revanza Nathan Hermawan.
Namun, bukan dear Nathan si kepala batu namanya jika tidak bisa mendapatkan apa yang ia mau. Sepanjang koridor sekolah siang tadi, cowok itu terus saja merengek agar Naina mau belajar bersamanya. Naina hanya bisa pasrah mempunyai teman sejenis Nathan, mau tak mau ia terpaksa menerima tawaran Nathan untuk belajar bersama dengan syarat harus belajar di rumah Naina.
Sebenarnya Nathan ingin membawa Naina belajar bersama di cafe milik Pamannya Gama. Namun, sepertinya Nathan tahu jika Naina tidak suka berada di antara keramaian. Satu bulan lebih mengenal seorang Naina membuat Nathan semakin penasaran dengan gadis itu. Entah kenapa Nathan yang biasanya tidak terlalu perduli dengan yang namanya 'cewek' kini mulai tertarik dengan seorang gadis bernama Naina Aldebaran. Gadis dingin, galak, namun terkadang bisa bersikap hangat.
Nathan duduk bersila di depan buku paket matematika yang begitu tebal. Cowok itu memejamkan kedua matanya sembari menempelkan kedua telapak tangannya seperti hendak bertapa. Tentu saja tingkah Nathan seperti dukun jadi-jadian itu membuat Naina mengerutkan keningnya bingung, mungkin besok Naina memang harus menemani Darwin membawa Nathan berobat ke dukun untuk mengeluarkan jin-jin penunggu pohon mangga belakang sekolah yang saat ini sedang bersarang di dalam tubuh Nathan.
Nathan menarik dalam napasnya lalu menghembuskannya secara perlahan.
"Wahai matematika tersayang, tolong dewasalah dan selesaikan masalah-masalahmu sendiri, aku capek menyelesaikan semua masalah mu."
Naina terkekeh kecil saat melihat wajah frustasi Nathan hanya karena tugas matematika. Sebenarnya belajar matematika itu mudah dan menyenangkan, suka atau tidaknya itu tergantung bagaimana kita menanggapinya. Sebelum kita menganggap kalau matematika itu susah. Coba deh, kita pahami dulu pelan-pelan. Emang awalnya susah dan ribet. Tapi percaya deh, kalau dari awal kita udah suka, sesusah apapun rumus yang harus kita pecahkan. Pasti akan terlihat mudah dan menyenangkan.
Kalau menurut Naina, mendingan pecahin rumus matematika daripada capek kasih kode ke do'i yang nggak pernah peka:)
"Lo salah pakek rumus, Nathan! Seharusnya lo pakek rumus yang kedua, bukan yang pertama."
Nathan menggaruk tekuk kepalanya yang tidak gatal sembari terkekeh. "Pantes nggak nemu jawabannya, ternyata salah rumus."
Naina hanya bisa geleng-geleng kepala. "Pelajaran apa sih yang lo suka?"
"Olahraga."
"Selain itu?" tanya Naina sembari membereskan barang-barang miliknya.
Cowok dengan senyuman manis itu nampak berpikir panjang. "Emm, gue suka lo, Nai."
Jawaban Nathan membuat Naina menatap tajam cowok di hadapannya itu.
"Mau gue tenggelamin ke dalam palung Mariana?!" ancam Naina dengan tatapan tajamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST BE MINE [END]
Novela Juvenil⚠️ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA "Kenapa lo nggak biarin gue menang, sih? Kenapa lo mala lempar bola itu ke gue?!" teriak Naina. "Buat apa gue lakuin hal itu sama lo? Sementara lo nggak pernah anggap gue ada!" jawab Gama dengan wajah datarnya. "Apa lo...