Setiap orang memiliki dua wajah, tetapi seringkali kita hanya melihat satu sisi dari mereka. Jadi, jangan pernah menilai siapa pun dari penampilan mereka.
*****
Seseorang yang yang selalu memakai hoodie serta masker hitam yang berdiri tak jauh dari area panggung nampak tersenyum lebar, ia tak menyangka semuanya akan berjalan semulus ini. Sudah pernah ia peringkatkan, bukan? Jika Naina ingin mengungkap identitasnya, ialah yang akan lebih dulu membongkar identitas Naina yang sebenarnya.
"Teman? Hahaha ...." Rasanya ia ingin sekali tertawa keras keras, mengingat bagaimana hubungannya dengan Naina saat ini.
"Bawa Naina ke belakang! Kalian mau lihat Naina pingsan karena ketakutan, ha?!" teriak Tania berharap Jessie dan Gio berhenti melamun seperti orang gila dan segera membantu Naina untuk pergi dari sana.
"Maaf ... maaf, hiks ... hiks." Kedua tangan Naina mengepal kuat dengan isakan tangisnya yang terdengar jelas oleh setiap pasang telinga anak SMA Yongsan.
Untuk sejenak, mereka semua yang ada disana hanya bisa terdiam kaku. Awalnya mereka sedikit tidak percaya jika Naina memang seorang pembunuh. Namun, saat mendengar permintaan maaf yang keluar dari mulut Naina, membuat mereka yakin jika Naina memang bukanlah gadis baik.
Tak mau kehilangan moment berharga seperti ini, semua murid segera mengeluarkan ponsel mereka masing-masing dan mulai merekam hingga memotret Naina yang saat ini sedang terduduk lemas dan tak hentinya menangis sembari mengatakan kata 'maaf'.
Melihat Naina yang nampak ketakutan dengan raut wajah bersalah, semuanya sudah bisa menarik kesimpulan jika memang benar Naina adalah dalang dari kasus kematian Alexander beberapa tahun silam.
"Cih, dasar munafik."
"Seharusnya dia membusuk di dalam penjara saat ini."
"Dasar pembunuh!"
"Cantik, sih. Tapi ternyata seorang psikopat!"
"Naina pikir dia itu cantik apa?"
"Apa yang harus di banggain dari seorang pembunuh?!"
Kedua mata Gio hanya bisa mengerjap-ngerjap seperti orang linglung. Cowok itu biasanya sangat suka memotret semua moment berharga Naina. Namun, saat ini ia hanya bisa memegang kamera dengan tangannya yang bergetar hebat.
"Gio!"
Teriakan Tania membuat lamunan Gio dan Jessie buyar, dua manusia yang sebenarnya bertugas sebagai tim dokumentasi itu segera menarik Naina menuju belakang panggung.
Gama, cowok itu nampak terdiam kaku. Jujur saja, ia sangat menghawatirkan Naina saat ini. Gama sangat ingin menggengam tangan Naina dan mengatakan jangan takut karena semuanya akan baik-baik saja. Namun, entah kenapa kakinya terasa sangat berat untuk berjalan ke arah Naina. Hatinya terlalu sakit mengetahui jika kematian sahabatnya memang benar karena kesalahan Naina.
"Nai!" Tania segera menggengam erat kedua tangan Naina yang terasa sangat dingin, dan jangan lupakan tubuhnya yang sudah bergetar hebat karena takut.
Binar mata indah yang di penuhi buliran air mata itu menatap lekat wajah Gama. Jujur saja, Naina ingin sekali memeluk Gama dan mengatakan jika ia sangat takut saat ini. Naina masih ingat perkataan Gama saat itu, dimana Gama pernah bilang jika bahunya hanya untuk Naina seorang diri.
Namun, kenapa Gama hanya menatapnya saja saat ini? Kenapa cowok itu tidak mau datang kepadanya? Apa Gama lupa dengan janjinya yang akan selalu ada untuk Naina? Karena Naina tidak dapat berlari ke arah Gama, tidak bisakah cowok itu datang dan mengampiri saat ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST BE MINE [END]
Novela Juvenil⚠️ FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA "Kenapa lo nggak biarin gue menang, sih? Kenapa lo mala lempar bola itu ke gue?!" teriak Naina. "Buat apa gue lakuin hal itu sama lo? Sementara lo nggak pernah anggap gue ada!" jawab Gama dengan wajah datarnya. "Apa lo...