Part 20 (Terungkap)

1.1K 90 7
                                    

Karena ada hal yang lebih menyedihkan dari sekedar perpisahan, yaitu pergi tanpa ucapan selamat tinggal.

******

Gama mendesah berat saat mereka berdua telah sampai di halaman depan rumah Naina. Iris coklat kelam itu menatap lekat wajah Naina, ekspresi Gama terlihat sangat sedih, cowok itu sepertinya juga enggan untuk melepaskan tangan Naina dari genggamannya.

"Kenapa, sih, waktu cepat banget berputar kalau deket sama lo," ucap Gama sembari menundukkan dalam kepalanya.

Cowok itu benar-benar merasa sedih jika harus berpisah dengan Naina. Di sekolah, mereka hanya bisa bertemu saat jam pelajaran dan saat jam makan siang. Selebihnya, mereka berdua punya kesibukan masing-masing. Hari inipun mereka bisa pulang bersama karena tidak ada jadwal bimbel.

Melihat ekspresi lucu dari wajah Gama membuat Naina tersenyum manis, ia baru sadar jika seorang Gama Orionis bisa sesedih ini hanya karena tidak ingin berpisah dengannya.

"Besok kita masih bisa ketemu lagi, Gama. Lo kayak anak kecil aja tahu nggak!" ujar Naina.

Cowok itu mengangkat kepalanya saat merasakan usapan lembut dari Naina di atas kepalanya. Gama tersenyum lebar sembari menggenggam erat kedua tangan Naina, membuat suasana semakin terasa dramatis, seolah-olah Gama akan berpisah dengan Naina selamanya. Padahal besok mereka masih bisa bertemu, dan Naina berjanji akan menemani cowok itu di ruang OSIS sebelum acara pertunjukannya di mulai.

Gama mengerucutkan bibir bawahnya. "Nai, kita keliling kompleks lo satu kali lagi, ya!"

Naina terkekeh kecil. "Ini udah putaran ketiga, Gama. Gue capek harus jalan terus!"

"Satu kali lagi, ya! Gue mohon ...!" pinta Gama dengan kedua matanya yang berbinar.

"Nggak bisa, Gama. Besok gue harus berangkat pagi-pagi, gue perlu latihan sebentar sebelum acaranya dimulai."

Terdengar helaan napas panjang dari Gama.

"Tapi gue masih kangen sama lo, Nai-Nai!" kata Gama sembari memeluk erat lengan kanan Naina, membuat Naina hanya bisa geleng-geleng kepala dengan sikap Gama.

"Gama, ih! Pulang nggak!" gumam Naina sembari melepaskan tangan Gama dari lengannya. Hidupnya  sudah terasa rumit dengan kehadiran dear Nathan yang selalu meminta cemilan dari Naina. Dan sekarang, hidupnya semakin terasa rumit karena Gama yang selalu nempel dengannya.

"Galak banget, sih! Bisa nggak bicara yang lembut sama pacar sendiri," gumam Gama dengan wajahnya yang sedikit murung.

Naina menghembuskan pelan napasnya. "Gama Orionis, gue mau istirahat. Sebaiknya lo pulang sebelum punggung lo gue pukul!"

Gama tersentak kaget saat mendengar ancaman dari Naina, ia masih ingat betul betapa sakitnya pukulan dari Naina saat perkemahan musim panas waktu itu. Sepertinya Naina lebih cocok bermain tinju ketimbang mengikut les musik.

Tangan Gama tergerak untuk merapikan rambut Naina yang sedikit berantakan. "Gue pulang, ya! Semangat buat besok!"

"Hm, hati-hati pulangnya."

Iris coklat kelam itu kembali menatap senduh wajah Naina. "Nggak bisa ya gue tinggal sebentar disini, lima menit aja!"

Naina melipat kedua tangannya di depan dada. "Lo bakalan ketinggalan bis terakhir kalau lo nggak segera pulang dari sini."

"Huft ...." Gama melepaskan perlahan tangan Naina dari genggamannya. "Satu menit lagi bisa nggak?"

"Gama!"

"Iya-iya gue pulang."

Dengan berat hati, Gama melangkahkan kakinya menuju halte bis untuk segera pulang. Sesekali cowok itu menoleh ke arah Naina yang masih berdiri di halaman depan. Namun, gadis itu hanya menatapnya dingin sembari bersedekap dada. Terkadang Naina bisa bersikap sehangat bandrek, dan bisa sedingin kutub Antartika. Benar-benar pacar yang aneh.

JUST BE MINE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang