Part.59 || RIP

20.5K 1.3K 25
                                        

"Dia nggak mati, kan?"

Grace melirik Rugo yang duduk di sofa tunggal sembari menyesap rokoknya. "Siksaan yang gue kasih belum seberapa dengan dendam yang harus gue balaskan," ucap Grace.

Rugo terdiam. Grace benar-benar sosok yang mengerikan. Entah dia harus senang atau tidak saat Grace menjadi sekutu di Vagos.

"Malam ini Vagos akan nyerang Grixen sesuai rencana," kata Rugo yang hanya di jawab anggukan kepala oleh Grace. Satu-persatu semua rencananya berjalan sesuai keinginannya.

Tanpa mereka ketahui, Ravel sejak tadi menguping pembicaraan mereka di balik dinding. Cowok itu kemudian pergi ke tempat yang lebih tersembunyi. Dia mengambil ponselnya di saku celana dan mengutak-atiknya mencari kontak seseorang dan mendialnya. Beberapa saat panggilannya terhubung.

"Kapan lo akan bergerak? Gue udah nggak sanggup melihat Queen tersiksa di sini!" geram Ravel tidak sabaran pada seseorang dia telepon.

"Santai. Gue udah punya rencana jadi lo ikutin aja cara main gue. Sekarang lo lakuin aja tugas lo sesuai yang gue perintahin. Mata-matain Vagos dan Grace lalu berikan informasi yang lo dapatin di sana sama gue."

Cih, Ravel berdecih namun tetap menurut demi keselamatan Queen.

"Oke, gue percaya sama lo. Oh iya, malam ini Vagos bakalan nyerang markas Grixen."

"Itu bukan urusan kita. Tujuan utama kita hanya Queen. Di luar itu, I don't care."

Sambungan telepon terputus. Ravel menatap layar ponselnya lama. Ya, tujuan dia kembali masuk ke Vagos karena perintah sosok yang bernama 'Qi' ini yang mengajaknya bekerjasama untuk menyelamatkan Queen. Bukan karena alasannya pertama kali.

Ravel berjalan ke ruangan di mana Queen saat ini berada. Hati Ravel langsung terasa sesak dan sakit melihat Queen tidak sadarkan diri tergeletak di lantai yang kotor. Tubuhnya penuh dengan luka akibat kecelakaan dan juga luka dari siksaan Grace.

Tangan Ravel mengepal dengan emosi yang mulai menguasainya. Gadis yang dia cintai kini terlihat tidak berdaya namun dia tidak bisa melakukan apapun untuk menolongnya.

Ravel berjongkok di depan Queen dengan tatapan bersalah. Tangannya dengan lembut menyampirkan rambut Queen ke belakang telinga, dengan hati-hati dia menyentuh luka di wajah Queen. Refleks gadis itu meringis merasakan sakit dan perih. Perlahan matanya terbuka dan melihat Ravel. Matanya kembali berkaca-kaca.

"Ra... vel?" lirih Queen meneteskan air mata. Sakit di tubuhnya kembali mendera dengan sangat menyakitkan.

"Maaf, Queen. Gue nggak bermaksud nyakitin lo," ucap Ravel dengan tatapan lembut.

"Sakit, Vel. Sakit banget."

"Sabar, ya. Sebentar lagi, gue mohon bersabar sebentar lagi."

Tangis Queen kembali pecah. Rasanya benar-benar menyiksa. Queen tidak sanggup lagi.

Ravel melepaskan ikatan di tangan dan kaki Queen. Perlahan dia membantu Queen duduk bersandar pada dinding.

"Queen, dengerin gue. Sebentar lagi anak-anak di markas akan berkurang. Mereka mau nyerang Grixen malam ini. Saat itu lo ambil kesempatan untuk kabur dari sini. Gue akan alihin perhatian anak-anak."

"Lo pikir semudah itu?"

Ravel menegang ketika seseorang menyahut di belakangnya. Ravel refleks berdiri dan berbalik. Matanya melebar sempurna melihat Rugo, Grace, dan Edgar berdiri di ambang pintu.

"Go, i-ini nggak seperti yang lo—"

"Apa?! Nggak seperti yang gue pikirin? Cih, semuanya udah jelas sekarang, Vel! Lo balik ke Vagos buat mata-matain gue dan Grace, kan?!"

ALTHAIR [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang