Sesuai janjinya kemarin sore, hari ini Daisy benar-benar datang kesekolah, melakukan proses belajar mengajar seperti biasa, walaupun sebenarnya sakit di punggung Daisy masih kentara, tapi ia tetap memaksakan diri, menepati janjinya.
Sampai saat ini semuanya tampak baik-baik saja, tak ada satu orang pun yang menyinggung permasalahan yang melibatkan Ayahnya itu. Sebenarnya, Daisy sedikit merasa aneh, bagaimana bisa teman-teman satu sekolahnya itu seolah melupakan begitu saja permasalahan yang menimpa Ayahnya, padahal ia sendiri sudah mempersiapkan mental nya sebaik mungkin saat hendak berangkat sekolah tadi pagi, tapi untungnya situasi yang saat ini terjadi jauh labih baik daripada perkiraannya.
Sebenarnya bukan tanpa alasan singgungan tentang Ayahnya tak terdengar oleh Daisy, secara, Daisy sendiri sengaja menghindar dari orang-orang. Seperti berangkat sekolah lebih pagi, tak berkeliaran di koridor sekolah, dan memilih untuk menghabiskan waktu istirahat di dalam kelas, menyantap bekal makanannya bersama Laila seperti yang sedang ia lakukan sekarang.
"AGATHA!" sentak Laila sambil menampar pipi Daisy cukup kencang.
Sesaat, ringisan pelan terdengar dari mulut Daisy, kedua bola matanya kini terfokus ke arah Laila, menatap nya kesal "ada apa sih!" geram Daisy sambil mengusap-usap pipinya.
Bukannya membalas ucapan Daisy, Laila justru kembali menampar pipi Daisy yang satu nya lagi, walaupun dengan tempo yang lebih pelan, tapi sukses membuat Daisy semakin membulatkan bola matanya.
"lo kenapa sih La—"
"lo gak kesurupan kan?" sanggah Laila cepat, memotong perkataan yang baru saja di lontarkan Daisy.
"gue sadar La, gue sehat walafiat" ucap Daisy mulai gemas sendiri.
mendengar hal itu, Laila sontak menghela nafas lega, tampak berlebihan memang, tapi itulah dia "Alhamdulillah deh kalo gitu, padahal baru aja gue mau manggil si Ikhlas buat ngerukiah elo"
kali ini Daisy tampak mengangkat salah satu alisnya, aneh sendiri dengan apa yang baru saja Laila ucapkan "apaan sih, lo pikir gue kemasukan Nyai Cungkring hah?"
kali ini Laila tampak memutar bola matanya "ya abis lo nya juga sih, gue ngomong gak di respon sama sekali. Makanan lo juga gak ada yang berubah sedikit pun, dari awal istirahat elo mah bengong doang kerjaannya, kayak yang lagi di deketin sama nyai Cungkring aja"
ekspresi Daisy kini mulai melunak, ia tak sadar bahwa sedari tadi ia melamun tak jelas, mengabaikan bekal makanan dan tentunya mengabaikan Laila yang duduk di sebelahnya.
"ya sorry La" ucap Daisy pelan "gue cuma aneh aja gitu, kok bisa orang-orang kaya lupa sama permasalahan yang ngelibatin Ayah gue, mereka bertingkah kaya emang semuanya baik-baik aja gitu"
Laila kini tampak menghela nafasnya panjang, tak habis fikir dengan apa yang baru saja Daisy katakan "elo mah aneh sy, orang mah bangga hidup nya aman tentram dan jauh dari dzoliman orang-orang. lah elo, malah pengen di dzolimin" ucap Laila sambil menyuapkan satu sendok penuh nasi goreng kedalam mulutnya.
mendengar perkataan itu, Daisy perlahan menurunkan pandangan, menatap kosong bekal makanan yang saat ini ada di hadapannya, sendok aluminium yang ia pegang tanpa sadar diketuk-ketukkan pada pinggiran tempat makannya, menimbulkan bunyi tak beraturan. Daisy hanya memainkan bekal makanannya tanpa berniat untuk melahapnya.
"bukan gitu, gue cuma aneh aja" tutur Daisy, perlahan wajahnya kembali menghadap ke arah Laila "makin aneh karena si Lisa, anak yang terkenal julid itu diem aja dari tadi, gue kira dia bakalan nyinggung gue. tapi ternyata salah, gue mikirnya kejauhan deh kayaknya"
mendengar hal itu, Laila sontak menghentikan kunyahannya. perlahan ia menoleh ke arah Daisy yang saat ini sibuk memainkan makanannya, mengaduknya secara tak beraturan. Setelah itu, pandangan Laila perlahan tertuju ke arah bangku yang berada tepat di pinggir kaca dekat pintu, tempat dimana Lisa duduk dengan teman-temannya, kali ini mereka tampak tenang, tak seperti biasanya. Sepertinya Lisa sudah termakan ancaman Laila kemarin sore. Tak lama pandangan Laila diarahkan menuju bangku Agung, berusaha memastikan kehadirannya.
Namun, bukannya mendapatkan kehadiran Agung, kedua mata Laila justru berhenti di Aster yang kini tengah terduduk sendiri di bangkunya, seperti biasa, earphone putih tersumpal di kedua telinganya.
Sebenarnya, bukan itu yang membuat Laila tertarik untuk menghentikan pandangannya di Aster, tentunya saat ini ada tingkah aneh yang Aster tunjukkan, kedua mata Aster terlihat menyorot kosong pada satu titik.
Dengan gerakan perlahan Laila berusaha mengikuti arah pandang Aster, mengira-ngira kemanakah matanya itu tertuju. Saat dirasa yakin dengan asumsi nya, tanpa sadar Laila menyipitkan kedua matanya. Sedari tadi Aster menatap Daisy, dengan anteng memperhatikan setiap pergerakan yang Daisy lakukan.
Laila kini mulai menunjukkan wajah terkejutnya, dengan mulut setengah terbuka ia kembali memastikan apa yang sedang ia lihat saat ini. Namun, ntah kenapa semakin lama diperhatikan, Laila semakin tak karuan, dengan susah payah ia menahan dirinya yang tiba-tiba saja merasa kehabisan oksigen, terlebih ketika mendapati sorot teduh yang di lemparkan Aster pada Daisy.
menyadari gelagat aneh Laila, Dengan heran Daisy mulai mengangkat sebelah alisnya.
"lo kenapa sih La—"
"DAISY!" sentak Laila pelan namun penuh penekanan.
Mendapati respon yang diluar dugaan, sontak Daisy semakin membulatkan kedua matanya bingung, terlebih saat melihat Laila menatapnya dengan sorot mengerikan, membuat Daisy mulai bertanya-tanya apakah sebenarnya yang kesurupan adalah Laila?.
"Daisy!" Ulang Laila lagi, suara yang dikeluarkannya saat ini terdengar sedikit lebih bersahabat namun terlihat sama seriusnya.
"ada apa sih, jangan bikin gue takut ah" rengek Daisy mulai kesal.
Laila sama sekali tak menggubris apa yang Daisy ucapkan, saat ini ia justru semakin mendekatkan wajahnya ke arah Daisy dengan ekspresi yang masih sama.
"Daisy, gue mau ngomong sesuatu sama lo" ucap Laila sangat serius "tapi, ada peraturannya"
Daisy semakin dibuat pusing dengan tingkah aneh Laila, ditambah raut wajahnya yang seperti itu rasanya Daisy ingin Lari saja. Namun, dilain sisi, ia juga sangat penasaran dengan apa yang hendak Laila katakan, bisa jadi kan itu adalah pesan-pesan terakhir yang mungkin Laila titipkan. Maka dari itu, dengan berat hati Daisy perlahan mendekatkan wajahnya ke arah Laila, memilih untuk mendengarkan apa yang hendak Laila katakan.
"peraturan apa?" lirih Daisy dengan suara sedikit bergetar,
"peraturannya, elo jangan noleh ke si Aster waktu gue ngomong, karena—"
"karena apa?" tanya Daisy tak sabaran, dengan gerakan cepat Daisy menegakkan tubuhnya, menoleh ke arah bangku Aster yang sedaritadi ia belakangi.
Dan, saat itulah semuanya terjadi, tatapan mata Aster dan Daisy bertemu. Untuk beberapa saat mesin waktu antara Aster dan Daisy seolah terhenti, keduanya terpaku pada posisi masing-masing dengan kedua pupil yang melebar.
Namun tentunya hal itu hanya terjadi sesaat, keduanya dengan cepat memutuskan kontak mata secara bersamaan dan kembali sibuk dengan kegiatan masing-masing, lebih tepatnya bergerak salah tingkah tanpa disadari.
Aster langsung menelungkup kan kepala dibalik lipatan kedua tangannya, sementara Daisy tiba-tiba saja bergerak membereskan peralatan makannya yang isinya belum ia makan sedikitpun.
"...—ka re na si As ter la gi nge li a tin e lo"
Laila melanjutkan ucapannya dengan tempo pelan, raganya seolah dibuat lemas setelah melihat apa yang baru saja terjadi dihadapannya.
Detik berikutnya, dengan gerakan berlebihan Laila bergerak mengambil tas ranselnya, lalu memeluknya erat.
"baper eneng Laila a"
.
.
.
.
.
🌼🌼🌼
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul [SELESAI]
Teen FictionHidup itu sederhana, layaknya membentangkan benang. Namun, kita lupa, diluar sana ribuan bahkan milyaran benang dibentangkan, hal itulah yang memperumit. Benang-benang saling bertemu dan membentuk simpul tak jelas, yang bahkan si pembentangnya pun t...