27-Dito Prakarsa

18 1 0
                                    

Seorang laki-laki bermata tegas itu mengamati sebuah bingkai poto kumuh yang ia simpan di gudang rumahnya, bingkai poto itu menampilkan wajah dirinya saat masih balita yang tengah diapit oleh kedua orang tuanya. Kedua orang tua yang dulu sangat ia sayangi tapi tidak dengan sekarang.

Perlahan laki-laki itu menurunkan pandangannya, membaca sebuah nama yang tertera di bagian bawah bingkai poto, nama dirinya,

Dito Prakarsa Lesmana

Tanpa sadar senyum pahit tergambar di bibir Dito, ia sama sekali tak mengharapkan dua nama turunan dari Ayah dan Ibunya tertera di nama nya, ia lebih rela jika namanya itu hanya 'Dito' saja.

Perlahan Dito menurunkan bingkai itu dari pandangannya lalu dengan santai melemparnya ke tempat semula dimana poto itu di letakkan. Aneh memang, sudah sangat sering Dito membanting bingkai itu tapi beberapa hari kemudian ia selalu mencarinya kembali, memperbaiki retakkan-retakkan yang mungkin bisa merusak nya.

Detik berikutnya Dito bergeser kearah pinggir, meronggoh gitar tua yang sudah sangat jarang ia mainkan, jika saja Dito mempunyai keberanian ia sangat ingin kembali memainkan gitarnya di depan banyak orang. Namun, ia tak seberani itu, jangankan untuk bermain didepan banyak orang, memainkannya di saat sendiri pun Dito tak berani.

Dentingan nyaring yang berasal dari ponsel Dito terdengar, membuatnya dengan cepat menarik handphone dari saku celananya lalu meletakkan gitar yang ia genggam ke tempat semula dengan gerakan perlahan.

Raksa
Lo jadi ikut futsal gak? Kok belum dateng?

Sebuah pesan singkat yang baru saja masuk ke ponsel Dito tersebut secara spontan membuat Dito beranjak dari posisinya, mulai berjalan menuju ujung gudang, mendekati rak sepatu berukuran besar di mana sepatu futsal hasil koleksinya terjajar rapi.

Perlahan Dito mulai berjongkok, mendekati dua sepatu dengan warna kuning dan orange mencolok yang di dapuk menjadi sepatu pavoritnya itu. Kedua mata Dito terus menoleh kearah dua sepatu itu secara bergantian, merasa bingung harus memilih yang mana.

Refleks Dito mengetuk-ngetukkan jari tangan kanan pada pahanya dengan mulut yang terus melapalkan dua warna spatu yang hendak ia pilih. Dito selalu seperti ini, ia paling tak bisa jika harus di hadapkan dengan beberapa pilihan, jika hal itu sudah terlanjur terjadi ia terpaksa harus memutuskan pilihan dengan jari-jarinya, jika ketukkan yang indah terdengar saat dirinya menyebut warna kuning maka ia akan memilih warna kuning, begitu pun jika ketukan yang indah terdengar saat dirinya menyebut nama orange maka ia akan memilih warna orange. Sealu seperti itu. Dan jika Dito sama sama sekali tak mendapatkan ketukkan yang indah dari jarinya, ia akan mengambil keputusan terakhir, bertanya kepada orang lain, dan target Dito sekarang adalah Raksa.

To ; Raksa
Sa. Kuning atau orange

Setelah mengatikkan pesan itu Dito langsung mengirimnya kepada Raksa, menunggu balasan dari Raksa sambil menimbang-nimbang kedua sepatu itu di tangannya.

Ya. Inilah Dito, satu dari ribuan remaja lain yang tak bisa menentukan pilihan sendiri. Dito selalu merasa tak nyaman jika dirinya dihadapkan oleh dua pilihan, ia selalu menghindari hal yang mengharuskan dirinya mengambil satu keputusan.

Tentu hal itu bukan tanpa alasan, apa yang terjadi kepada Dito ada kaitannya dengan kejadian di masalalu, dimana dirinya seolah menjadi orang yang di salahkan atas kematian Ayahnya, dan Dito mempercayai hal itu. Seumur hidupnya Dito selalu dihantui oleh trauma masalalu, ia selalu menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada Ayahnya waktu itu. Jika saja saat itu dirinya tak memberikan saran pada Ayahnya mungkin saat ini Ayahnya masih ada disini, membuat keluarga mereka tetap utuh dan bahagia seperti dulu.

Jika bayangan akan masalalunya kembali teringat maka kecemasan Dito akan kembali muncul, membuatnya menjadi orang yang takut untuk memberikan masukkan ataupun saran, ia selalu berfikir bahwa semua sarannya adalah salah dan akan membuat orang lain celaka. Karena hal itulah Dito tumbuh menjadi orang yang kadang tak mendengarkan kata hati ataupun fikirannya, ia lebih bergantung kepada saran dan putusan orang lain.

Sebenarnya saat ini Dito sudah jarang mengalami kecemasan itu, saat ini ia sudah tak terlalu terikat dengan masalalu dan lebih fokus pada kesibukkan masa SMA nya. Beberapa kali kecemasan itu muncul saat Dito merasa kesakitan, melihat darah yang banyak dan saat melihat kenangan dirinya di masa lalu, seperti saat ini.

Dentingan nyaring dari ponselnya seketika membuat Dito terperanjat, perlahan ia meletakkan kedua sepatunya di tempat semula lalu mulai memeriksa pesan yang dikirim oleh Raksa.

Raksa
Kebiasaan lo
Lagi liat apa?
Kambuh lagi?
Nih gue kasih wejangan,
Lo harus Latihan Dit, jangan pas sehat aja lo keras kepala dan kekeh sama pendapat lo. lo juga harus belajar nentuin pilihan waktu penyakit lo kambuh.

Dito hanya bisa membaca deretan pesan yang Raksa kirimkan dengan wajah datarnya. Raksa adalah satu-satunya teman yang ia beritahu tentang kondisinya, secara Raksa sudah menjadi temannya sejak SMP dulu. Walaupun sebenarnya Dito tak mau menceritakan ke kurangannya pada siapapun tapi jika dengan Raksa Dito tak bisa melakukannya. Raksa adalah seorang laki-laki yang amat sangat peka, ia bisa merasakan ada yang aneh dengan Dito saat kecemasannya kambuh Dulu Raksa selalu merundungnya dengan beberapa pertanyaaan yang membuat Dito Lelah, dari situlah semuanya terungkap, lambat laun Dito mulai menjawab satu persatu pertanyaan yang Raksa sampaikan, membuat Raksa dengan gamblang mengatahui semua latar belakang kehidupan Dito.

Bahkan mungkin Raksa lebih mengetahui Dito dibanding Dito sendiri. Raksa sangat menegnal Dito, dia tau jika Dito sedang dalam keadaan drop dia tak akan bisa percaya dengan dirinya sendiri, dan bergantung pada orang lain. Tapi, jika kondisi Dito sedang baik-baik saja atau mungkin sedang kesal, dia akan bertingkah seenaknya, memberikan pendapat tanpa mau di tolak. Bersikap keras kepala dan tak mau mendengarkan perkataan orang lain sekali pun saran itu datang dari Raksa.

Raksa adalah satu-satunya orang yang bisa memahami sikap asli Dito, Dito sangat yakin jika orang lain mengatahui sikap aslinya mungkin mereka lambat laun akan menjauh. Tapi tidak dengan Raksa, ia selalu memaklumi sikap buruk Dito. Raksa terlalu baik.

Lagi-lagi ponsel Dito kembali berdenting nyaring, menampilkan deretan pesan yang tentu saja di kirim oleh Raksa.

Raksa
Yahh di read doang gue
Ngambekkk
Baperr
Hadehh
Jangan marah dong yank
Yaudah gue pilihin warna nih. Pake yang warna kuning aje, beberapa hari lalu lo pake itu kan?, yakin tuh sepatu belum di cuci, kepalang kotor.

Setelah membaca pesan terakhir yang dikirimkan Raksa Dito perlahan bangkit dari posisinya, tak lupa ia mengambil sepatu futsal berwarna kuning yang di sarankan oleh Raksa. Setelah itu Dito melenggang pergi, keluar dari gudang dengan spatu kuning yang di jinjing nya.

Setelah menutup pintu gudang perlahan Dito menyapu pandangannya ke sekitar, mengamati setiap sudut rumah megah bernuansa serba putih ini. Sajauh matanya memandang Dito sama sekali tak menemukan tanda-tanda kehidupan di rumah ini. Sangat sepi, sama sekali tak ada suara. Dito benar-benar kehilangan semuanya, ia tak lagi memiliki kehangatan itu, kehangatan yang selalu membuat dirinya merasa terlindungi.

Keluarga.




.

.

.

.

.

🌼🌼🌼

Simpul [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang