"gue juga belum begitu ngerti sama istilah kelompok tersirat" tutur Aster apa adanya "intinya kita bukan ekskul, bukan kelompok belajar juga. Bisa dibilang cara kita kerja lebih mirip kayak osis, semacam... detektif sekolah?" pada kata-kata terakhir suara Aster terdengar ragu, ia sendiri masih belum begitu yakin dengan perkataannya barusan. Tapi begitulah kenyataannya, Pak Rudi dan para anggota yang lain selalu berbicara seperti itu saat menjelaskan kelompok tersirat.
"Katanya 'kelompok tersirat' udah pernah mecahin banyak kasus di SMA Panutan, dan itu tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Tapi itu baru katanya, selama gue gabung, gue belum pernah nyelidiki kasus, dan kasus Pak Joko yang saat ini lagi kita bicarakan. Kalo Pak Joko setuju sama rencana kita, bisa dibilang ini adalah kasus pertama yang akan kita selesaikan" tutur Aster Panjang lebar.
Sorot bingung bercampur aneh kini tergambar di wajah Daisy, ia mendengarkan penjelasan Aster dengan mulut setengah terbuka, bukan kah apa yang di ucapkan Aster barusan terdengar mustahil?, kalaupun mungkin hal itu benar adanya, bagaimana bisa hal sebesar itu bisa ditutupi dengan begitu apik.
Namun, untuk saat ini Daisy memilih untuk mempercayai apa yang baru saja Aster kata kan, apapun itu, Daisy harus mempercayainya.
"apa yang mau di selidiki dari kasus Ayah?" tanya Daisy, mempertanyakan alasan mengapa kasus Ayahnya menjadi misi yang perlu mereka selidiki.
Sekilas Aster menghela nafasnya, ia sudah sering dengar jika Daisy adalah tipe orang yang tidak mudah puas, jika dia belum sepenuhnya memahami sesuatu pastinya dia akan terus bertanya. Ya, seperti sekarang. Jadi, mau tak mau Aster harus menjawab deretan pertanyaan yang mungkin akan Daisy lontarkan.
"Pak Rudi yang ngusulin, dia ngerasa ada yang aneh sama tuduhan yang di tuju kan ke Pak joko"
Mendengar hal itu tanpa sadar Daisy menghela nafas lega, merasa sangat bersyukur. Ternyata masih banyak orang yang peduli terhadap Ayahnya dan bukan hanya dirinya yang tak terima dengan tuduhan itu.
Detik berikutnya Daisy Kembali menetralkan ekspresinya, saat ini masih banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Aster, ia masih belum benar-benar memahami semuanya, masih banyak hal yang ingin ia ketahui dari 'kelompok tersirat'.
"Ster, tadi lo nyebut nama Pak Rudi kan? Pak Rudi anggota kelompok itu juga?"
"bisa di bilang gitu"
"Berarti lo di rekrut jadi anggota sama dia gitu?" tanya Daisy lagi.
Aster menggeleng pelan "bukan Pak Rudi. Gue terpaksa jadi anggota" tutur Aster mulai jengah,
Aster tak tau kapan Daisy berhenti bertanya, dirinya mulai sedikit kesal dengan deretan pertanyaan yang benar-benar Daisy lontarkan. Ia belum terbiasa menjadi orang yang banyak bicara, dan kali ini dirinya mulai sedikit kesal.
"kalo terpaksa kenapa gak nolak pas ada yang nawarin?"
"gak bisa. Gue udah bilang kalo 'kelompok tersirat' itu rahasia, siapapun yang diajak gabung dia gak bisa nolak" jawab Aster lagi, dengan sekuat tenga berusaha menahan kekesalannya.
"tapi lo ngasih tau rahasia itu ke gue"
"karna gue mau ajak lo gabung" ucap Aster dengan suara yang sedikit ditinggi kan.
Aster benar-benar kesal sekarang, sedari tadi Daisy terus merespon ucapannya dengan sebuah pertanyaan, seolah tak mengerti dengan penjelasan yang sedari tadi Aster sampaikan. Daisy belum bisa mengikuti arah pembicaraan, dia juga tak memahami maksud dari percakapan ini, dan itu jelas hanya membuang-buang waktu saja.
Daisy mematung, sedikit terkejut dengan sikap Aster barusan. Jujur saja, Daisy tak suka di bentak, dan intonasi dari ucapan Aster barusan jelas-jelas terdengar seperti bentakkan. Daisy tak suka situasi seperti ini, bentakkan Aster barusan secara otomatis langsung mendatangkan kemungkin kemungkinan negatif, tentang apakah Aster marah kepada nya?, apakah sikapnya terlalu berlebihan?, atau kah ada ucapan yang membuat Aster tak nyaman?, dan beberapa perkiraan buruk lain yang terus menghujam kepalanya. Daisy benci ini, Daisy membenci situasi seperti ini, dimana dirinya secara tak sadar terus di selimuti rasa bersalah yang tak ia ketahui dimana titik kekeliruannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul [SELESAI]
Teen FictionHidup itu sederhana, layaknya membentangkan benang. Namun, kita lupa, diluar sana ribuan bahkan milyaran benang dibentangkan, hal itulah yang memperumit. Benang-benang saling bertemu dan membentuk simpul tak jelas, yang bahkan si pembentangnya pun t...