26- Kaca Spion Motor

19 1 0
                                    

Motor vespa matic yang dikendarai Aster kini sudah dekat dengan blok perumahannya, Aster mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, seolah takut jika sedikit saja laju motornya itu dikencangkan ia akan membuat Daisy tak nyaman.

Ya, setelah Daisy sadar dari pingsang Aster langsung menuruti permitaan Laila, mengantarkan Daisy pulang walau sebenarnya Daisy menolak mentah-mentah hal itu.

“disini aja” lirih Daisy.

Tangan kanan Daisy kini menepuk-nepuk bahu Aster pelan, menyuruhnya agar segera berhenti tepat di depan rumah Aster, meminta Aster agar tidak mengantar dirinya sampai depan rumah. Jujur saja, setelah dirinya sadar dari pingsan ia langsung dipaksa untuk memakan obat dan menyantap bekalnya oleh Laila, selama itu pula Laila terus mengomelinya. Menurut Daisy Laila melakukan hal yang sangat tepat, terbukti dengan kondisi Daisy yang saat ini mulai membaik, ia sudah memiliki cukup tenaga dan tak lagi merasa lemas, sakit maag nya pun sudah hampir menghilang.

Sekarang, kendala Daisy hanya satu. Jujur saja, sepanjang perjalanan Daisy terus merasa tak enak karena Aster kembali mengantarnya pulang. Daisy tau Aster melakukan itu karna terpaksa, jika saat itu Aster disuruh oleh Ayahnya kali ini ia di suruh oleh Laila. Sebenarnya Daisy bisa saja meminta Ayahnya untuk menjemput, tapi Daisy tak bisa melakukannya. Daisy sudah bertekad pada dirinya sendiri bahwa ia tak akan mengizinkan Ayahnya datang ke SMA Panutan sebelum semuanya membaik. Maka dari itu, Daisy pun hanya bisa pasrah dan mengikuti keinginan Laila.

Dibalik dari semua itu, saat ini Daisy baru sadar bahwa Aster sudah menghentikan laju motornya, dan berhenti tepat di depan rumah Daisy. Daisy tak tau sudah berapa lama ia bergelut dalam lamunannya, yang jelas, selama itu Aster tak juga menyuruhnya turun dari motor.

Dengan gerakan cepat Daisy berusaha turun dari jok penumpang, lalu bergerak ke hadapan Aster dengan langkah tertatih yag berusaha ia samarkan. Ada sesuatu yang hendak Daisy katakan pada Aster, tentang kejadian di rooftop beberapa saat lalu.

“Ster”

Panggil Daisy pelan, berusaha mendapatkan perhatian Aster yang saat itu hendak menyalakan kembali mesin motornya.

Dengan cepat Aster menoleh kearah Daisy. Tak ada sepatah kata pun yang Aster ucapkan, ia hanya menatap Daisy dengan salah satu alis terangkat, berjaga-jaga siapa tau Daisy membutuhkan bantuannya.

“gue mau ikut gabung sama ‘kelompok tersirat’” ucap Daisy yakin.

Untuk beberapa saat Aster tampak membulatkan matanya, terkejut dengan keputusan tak terduga yang tiba-tiba di ucapkan Daisy. Jujur saja, selama perjalanan pulang Aster tampak lesu, ia sudah pasrah dengan apa yang mungkin terjadi pada dirinya saat kumpul anggota ‘kelompok tersirat’ besok. Saat kondisi Daisy sedang drop seperti ini sangat tak mungkin bagi dirinya untuk terus membicarakan permasalahan ‘kelompok tersirat’, hal itu mungkin saja akan menjadi beban fikiran untuk Daisy, dan Aster sangat tak ingin jika hal itu terjadi. Lagipula, siapa juga yang mau memikirkan hal seperti ini saat dirinya sedang tidak baik-baik saja.

Namun, ternyata perkiraan Aster salah, Daisy benar-benar memberikan keputusan kepadanya saat ini, saat kondisinya sedang tidak baik-baik saja.

“ster”

Panggil Daisy tiba-tiba, merasa aneh karena sedari tadi Aster hanya terdiam di posisinya, menatap Daisy dengan pandangan kosong.

Karena Aster tak juga merespon ucapannya, mau tak mau Daisy kembali mengulang seruannya.

“Aster”

Untuk percobaan kedua bisa di bilang berhasil, terbukti dengan respon Aster yang tampak tersentak kala Daisy memanggil namanya.

“Aster lo gak papa?” tanya Daisy khawatir,

“e-engga” jawab Aster gugup,

Detik berikutnya Aster tampak menarik nafas dalam-dalam, berusaha menetralkan rasa gugupnya.

“besok pulang sekolah jadwal kumpul ‘kelompok tersirat’, jangan lupa” lanjut Aster lagi, kali ini dengan intonasi yang lebih stabil

Setelah mengucapkan itu Aster langsung menyalakan mesin motornya, bersiap untuk pergi sebelum Daisy kembali menahan pergerakannya.

“Aster” panggil Daisy, berusaha menghentikan pergerakan Aster.

“makasih” Lanjut Daisy diikuti senyuman tipis nya, senyuman tulus sepenuh hati yang ia tujukan kepada Aster atas semua pertolongan yang di berikan.

Dilain sisi Aster kini tertegun, lagi-lagi ia dibuat terpaku ketika menatap Daisy. Ntah kenapa senyuman yang terlihat dari wajah pucat Daisy membuat hatinya terenyuh disusuli detak jantungnya yang tiba-tiba tak terkendali. Untuk beberapa saat waktu seolah berhenti, semua yang ada di sekitar Aster seolah mengabur kecuali wajah pucat Daisy dan senyuman tipisnya.

“Ster?”

Lagi-lagi seruan Daisy kembali terdengar, membuat Aster seketika terperanjat dari lamunannya, seolah Ada petir di siang bolong yang baru saja menyambar jantungnya.

Merasa ada yang aneh dengan keadaan Aster secara refleks Daisy mengerutkan keningnya, hendak kembali mempertanyakan keadaan Aster.

Namun, belum sempat Daisy mengungkapkan kekhawatirannya Aster terlanjur menyalakan kembali mesin motor dan tancap gas setelah memarkirkan motornya. Melihat hal itu Daisy hanya bisa menghela nafasnya, dan beranggapan bahwa mungkin saat ini Aster sedang banyak fikiran jadi tingkahnya agak sedikit aneh. 

Perlahan Daisy mulai beranjak dari tempatnya, berusaha berjalan walau dengan langkah tertatih, berhati-hati karna melangkah sedikit saja sakit di perutnya akan kembali terasa walaupun sedikit.

Sementara itu, tanpa Daisy ketahui saat ini Aster masih belum masuk ke dalam rumahnya, ia masih terdiam di atas motor tepat di depan pagar rumah nya. Kedua mata Aster kini dengan serius menyorot kearah kaca spion motor vespa nya, memperhatikan pergerakan Daisy dibelakang sana, berusaha memastikan agar Daisy masuk ke dalam rumahnya dengan selamat.




.

.

.

.

.

🌼🌼🌼

Simpul [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang