46-Ego

5 1 0
                                    

Dito tersadar dari pingsannya setelah beberapa menit berlalu, butuh beberapa saat bagi Dito untuk bisa membaca dengan baik kondisinya saat ini.

Perlahan Dito membuka matanya, dengan susah payah menghalau cahaya yang langsung menusuk pupilnya. Setelah matanya terbuka sepenuhnya, Dito langsung mendapati ruangan bercat serba putih yang sudah tak asing dipenglihatannya, bau obat langsung menusuk indra penciumannya. Tak hanya itu, saat ini rasa sakit mulai terasa diseluruh tubuh Dito, beberapa bagian tubuhnya bahkan terasa berdenyut hebat.

Dengan gerakan pelan Dito menoleh kesamping, memandangi beberapa perban yang saat ini membungkus tangannya. Tak hanya itu, jarum infus tertancap pada punggung tangannya, memperkuat kemungkinan bahwa saat ini Dito memang sedang berada di rumah sakit.

saat ini Dito mulai bisa membaca situasi yang sebenarnya, Dito ingat bahwa dirinya mengalami kecelakaan sore tadi, hanya sampai disitu. Selebihnya Dito benar-benar tak ingat.

Sayup-sayup, kedua telinga Dito mendeteksi suara lain, suara deru nafas yang terdengar dengan teratur, Dito yakin suara itu berasal dari samping tubuhnya yang lain. Perlahan Dito menolehkan kepalanya kelain sisi, tepatnya kearah sumber suara.

Kedua mata Dito tampak membelakak kala ia mendapati kehadiran seorang wanita disampingnya. Wanita dengan seragam SMA itu tampak tertidur dipinggiran ranjangnya. Dito tak bisa melihat wajah wanita itu, dari posisinya saat ini Dito hanya bisa melihat rambut wanita itu yang tampak berantakkan, Daisy memang tertidur dengan kepala yang membelakangi Dito.

Untuk beberapa alasan tiba-tiba raut wajah Dito meluluh, hatinya terasa menghangat sekarang. Situasi saat ini sangat asing bagi Dito, sebelumnya ia tak pernah merasa diperhatikan seperti ini, ia sudah terbiasa melakukan sesuatu sendiri, tanpa ditemani.

Ntah kenapa situasi saat ini mengingatkan Dito pada kenangan masa lalu. Kenangan yang selalu ia rindukan dan perhatian yang selalu ia harapkan kini rasanya terbalas dan terpenuhi. Untuk pertama kalinya Dito kembali merasakan perhatian tulus dari seseorang.

Perlahan salah satu tangan Dito terangkat dan mendarat tepat dipuncak kepala Daisy, megelusnya lembut, berharap hal itu bisa menyampaikan rasa terimakasihnya.

Dito terus mengelus kepala Daisy, melakukannya dengan tulus, seolah Daisy adalah orang tersayang yang sudah lama menghilang dan untuk beberapa alasan Dito tidak mau membiarkannya pergi.

Dito tak sadar bahwa apa yang saat ini ia rasakan adalah imbas dari traumanya dimasa lalu. Dito tidak benar-benar menginginkan kehadiran Daisy, ia hanya mengiginkan perhatian seperti apa yang ia rasakan dimasalalu, Dito masih belum berdamai dengan kenangannya.

Menyadari sesuatu yang hangat menempel dikepalanya, perlahan Daisy pun tersadar dari tidurnya. Dengan gerakan pelan Daisy mulai bangkit dari posisinya, menyuarakan ringisan pelan saat rasa sakit dibeberapa bagian tubuhnya kembali terasa.

Daisy mendongak kearah Dito yang saat ini tampak menatapnya balik, mata Dito menyorot kearahnya dengan lembut, jauh berbeda dengan tatapan penuh kebancian yang biasanya Dito tunjukkan. Salah satu tangan Dito masih menempel pada puncak kepala Daisy, seolah enggan beranjak dari sana.

Dito tertegun, amat sangat terkejut saat menyadari bahwa wanita yang ada disampingnya ini adalah Daisy, orang yang selalu ia benci. Tiba-tiba Dito kembali teringat sesuatu, ia ingat bahwa sebelum dirinya kehilangan kesadaran tadi sore ia berada didekapan seorang gadis. Dan sepertinya gadis itu adalah Daisy.

“kak? Perlu sesuatu?” tanya Daisy pelan, memberanikan diri untuk memberikan pertanyaan.

Dito menggeleng dengan kedua mata yang masih memandangi Daisy “lo yang tadi sore nolongin gue?” tanya Dito dengan suara yang sama pelannya,

Daisy terdiam, lebih tepatnya ia masih merasa asing dengan situasi saat ini. Sedikit tidak percaya dengan sikap Dito yang berubah seratus delapan puluh drajat. Selain dari itu, Daisy juga belum bisa membaca dengan baik maksud dari pertanyaan Dito barusan, karena jelas-jelas bukan hanya dirinya yang menolong Dito sore tadi.

“lo yang meluk gue kan?” tanya Dito lagi, masih dengan suara pelannya.

Kedua bola mata Daisy mulai bergerak gelisah, ia tiba-tiba merasa takut, bagaimana jika Dito merasa tak nyaman dengan perlakuan Daisy sore tadi, bukankah Daisy seperti orang yang tak tau malu?, tiba-tiba memeluk sesorang begitu saja.

“iya kan?” ulang Dito lagi, berusaha mendapatkan jawaban dari Daisy yang sedari tadi hanya terdiam membisu.

Karena didesak, dengan gerakan kaku perlahan Daisy mengangguk. Kedua bola matanya kini terus bergerak kesana kemari, tak berani menatap kearah Dito.

“makasih” ucap Dito tulus.

Daisy mengernyitkan keningnya, menoleh kearah Dito dengan raut bingung. Namun, detik berikutnya Daisy menggelengkan kepalanya, memilih untuk tidak memikirkan hal itu dan segera berpamitan kepada Dito.

“kak Dito beneran gak butuh bantuan?” tanya Daisy berusaha mengelihkan topik pembicaraan.

Dito menggeleng pelan “engga”

Daisy menganggkuk dengan gerakan kaku untuk beberapa saat “yaudah, kalo gitu Daisy pamit ya, soalnya—“

“jangan” sanggah Dito cepat.

Tanpa aba-aba kedua tangan Dito menyambar kedua pergelangan tangan Daisy, menggenggamnya kuat seolah takut ditinggalkan.

“kak” dengan risih Daisy berusaha melepaskan genggaman Dito yang semakin kuat “Daisy harus pulang, ayah pasti lagi khawatir sekarang”

Dito semakin menguatkan genggaman tangannya, tak peduli dengan kenyataan bahwa Daisy mungkin akan kesakitan, Dito benar-benar tak mau ditinggalkan.

Daisy tau tenaganya kalah jauh dengan Dito, tapi ia tetap berusaha untuk melepaskan genggaman tangan Dito, tangannya mulai merasa kesakitan sekarang.

“kak...” lirih Daisy pelan, dengan susah bayah berusaha melepaskan genggaman itu “kak, tolong lepas kak...” suara Daisy kini mulai terdengar serak, kedua pergelagan tangannya pun kini mulai memerah, cengkraman tangan Dito seolah menghambat aliran darah ditangannya.

Dito sama sekali tak menghiraukan lirihan Daisy, semakin Daisy berusaha melepaskan genggaman tangannya, semakin kuat pula Dito menahannya. Untuk saat ini Dito nenunjukkan sikap egoisnya, lebih mementingkan keinginannya sendiri, tak peduli jika pun Daisy merasa kesakitan.

“kak...” lagi-lagi Daisy berseru lirih, suaranya terdengar semakin serak diikuti isakkan pelan.

Daisy benar-benar tak mengerti dengan apa yang saat ini ada dipikiran Dito, tapi apapun itu, apapun alasan yang mungkin saat ini Dito punya, bukankah saat ini Dito sangat kasar, dan hal ini membuat Daisy ketakutan.

“DITO!”

Seruan menggelegar yang diikuti suara pintu yang dibuka kencang itu tiba-tiba terdengar. Disana, tepat didaun pintu Aster berdiri, menatap kearah pergelangan tangan Daisy penuh amarah. Dengan langkah panjangannya Aster mulai membelah ruangan, mendekat kearah Daisy dalam sekejap, tak mempedulikan raut risih yang saat ini Dito tunjukkan.





.

.

.

.

.

🌼🌼🌼

Simpul [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang