"Oke. Dari hasil voting yang kita dapat, bisa dilihat bahwa Ikhlas lah yang paling unggul" Ucap Bu Patmi, seorang wanita paruh baya yang beberapa saat lalu mengenalkan dirinya sebagai wali kelas di kelas XI IPA 3 ini.
Perlahan Bu Patmi menorehkan spidol hitamnya, bergerak melingkari nama Ikhlas yang tertera disana.
"Jadi, orang yang terpilih menjadi ketua kelas adalah" Bu Patmi terlihat melemparkan pandangannya ke arah Ikhlas, mengulas senyum nya sesaat "Ikhlas" Seru Bu Patmi riang.
Untuk beberapa saat, suara tepuk tangan dan seruan heboh terdengar di seluruh bagian kelas, seolah memberikan ucapan selamat kepada Ikhlas.
Setelah sorak sorai itu mereda, Bu Patmi kembali melanjutkan ucapannya "Yasudah, Ibu rasa semua sudah cukup, kalian bisa pulang sekarang" Bu Patmi bergerak mengambil tas nya yang tergeletak di atas meja guru "assalamu'alaikum" Pamit Bu Patmi sambil berjalan menuju pintu utama, kemudian menghilang dibalik pintu setelah melemparkan senyum tipisnya.
"Woahhh selamat bapak ustad" Teriak Rifky heboh, dengan semangat ia bangkit dari bangku nya, tak menghiraukan tatapan aneh teman-teman sekelas.
Tak ada respon dari Ikhlas, ia sama sekali tak memperdulikan respon berlebihan yang ditunjukkan Rifky, dan memilih untuk fokus membereskan peralatan belajarnya yang berserakan di meja.
"Selamat bapak KM" Kini Rifky bergerak menarik tangan kanan Ikhlas, menjabat nya penuh paksaan "kayaknya ini salah satu berkah yang Allah kasih ke elo karena suka bantu gue jualan cilok"
"Sok iya lo, si Ikhlas kepilih karena emang cocok, gak ada sangkut paut nya sama cilok elo" Protes Agung sambil mengecek penampilan di depan kamera ponsel nya.
"Lo yang sok tau" Jawab Rifky tak terima.
Agung menghela nafanya sesaat, bergerak menoleh, memfokuskan pandangannya kepada Ikhlas "kok lo mau sih klas bantu dia?"
Ikhlas terlihat menyipitkan matanya sesaat lalu bergerak mengangkat kedua bahu nya "ya... gak ada alesannya sih, mau bantu aja"
Mendengar hal itu, sontak Rifky melempar tatapan sinis ke arah Agung, "tuh, si Ikhlas aja gak masalah, Ikhlas dia mah bantu gue"
Agung terlihat memutar bola matanya, lalu kembali menatap Ikhlas "gue saranin ya Klas, gak usah bantu-bantu dia lagi, ntar lo kan pasti sibuk ngurusin anak kelas"
Ikhlas mengulas senyum sambil bergerak memakai tas hitam nya, detik berikutnya ia membuka mulut, hendak mengucapkan sesuatu. Namun, niat nya segera ia urungkan saat ucapan tak terima Rifky kembali terdengar.
"Sembarangan lo Gung, Ikhlas itu jadi KM, bukan Bupati, masa iya gak ada waktu buat bantu gue" Ucap Rifky kesal.
Perlahan Rifky mengalihkan pandangannya, menatap Ikhlas serius "lo tetep bakal bantu gue kan Klas? Ya, siapa tau gitu ntar lo dapet hikmah yang lebih luar biasa karena suka bantu gue, jadi Presiden mungkin" Lanjut Rifky dengan nada berlebihan, "iya gak Ster?" Rifky kini mengalihkan pandangan nya, mencoba mendapatkan dukung dari teman se bangkunya itu.
Aster melirik kearah Agung yang tengah menggelengkan kepalanya, lalu beralih ke arah Ikhlas yang kini menatap nya dengan wajah datar. Detik berikutnya Aster kembali menatap Rifky dengan wajah bingung nya, tak habis fikir kenapa teman sebangku nya itu mau-mau saja memperdebatkan hal yang tak penting.
"Tuh si Aster aja gak nge iya in. Gak setuju pasti dia" Seru Agung mengompori.
Perlahan Aster menoleh ke arah Agung dengan alis tertaut, ternyata Agung pun sama saja.
Aster menyipitkan matanya, melihat Rifky yang masih menatapnya penuh harap, detik berikutnya Aster mengangkat bahu acuh. "kal—"
Aster tak melanjutkan perkataannya, fokusnya kini beralih pada handphone di genggamannya yang berbunyi nyaring, menampilkan sebuah panggilan dari seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul [SELESAI]
Teen FictionHidup itu sederhana, layaknya membentangkan benang. Namun, kita lupa, diluar sana ribuan bahkan milyaran benang dibentangkan, hal itulah yang memperumit. Benang-benang saling bertemu dan membentuk simpul tak jelas, yang bahkan si pembentangnya pun t...