18- Sudahi Perdebatanmu, Mari Jualan Cilok Bersamaku

32 2 0
                                    

Entah sudah berapa lama Aster menenggelamkan wajah dibalik lipatan tangannya, ia bahkan tak ingat betul bagaimana bisa earphone putih itu tersumpal dikedua telinganya. 

Jujur saja, saat ini Aster tak bisa fokus, sedari tadi ia hanya terpaku pada posisinya dengan pandangan kosong. Ntah kenapa tatapan polos Daisy terus berputar di kepala, layaknya kaset butut yang sudah tak terkendali.

Masih pada posisinya, dengan pelan Aster mulai merutuki dirinya sendiri, tentang bagaimana bisa dia tertangkap basah tengah memperhatikan Daisy. Padahal niat awal Aster hanya untuk melihat keadaan Daisy saja, memastikan apakah hari ini adalah waktu yang tepat bagi dirinya untuk mengajak Daisy bergabung kedalam kelompok tersirat. Namun, ntah kenapa pandangannya itu terpaku dalam jangka waktu yang cukup lama, rasanya seolah ada magnet tak kasat mata yang membuat Aster enggan untuk mengalihkan pandangannya dari Daisy saat itu, Aster sendiri tidak tau apa alasannya, yang jelas saat itu rasanya waktu berjalan tanpa ia sadari, sampai akhirnya tatapan Daisy sendiri yang membuatnya sadar akan apa yang tengah terjadi.

"si bos di cariin ternyata disini"

Seruan dari Agung barusan sukses membuat apa yang ada di fikiran Aster buyar, namun itu tak membuat Aster berniat merubah posisinya.

"hey Astor, ngapain sih? lagi main petak umpet sama siapa lo? Nyai cungkring" kali ini suara Rifky yang terdengar, berseru pada jarak yang tak begitu jauh dengan posisi Aster sekarang.

mendapati Aster yang masih diam pada posisinya, dengan serentak Ikhlas, Agung dan Rifky saling pandang, seolah saling meminta penjelasan terhadap keadaan Aster kali ini.

Tanpa fikir panjang Ikhlas perlahan terduduk di kursinya "tidur kali si Aster" tutur Ikhlas memilih tak mau ambil pusing.

Mendengar pernyataan Ikhlas barusan, dengan tak sabaran Rifky meletakkan wadah cilok jualannya diatas meja, "wahh, gak bisa dibiarin nih, gak bisa dibiarin. pelanggan gue auto berkurang kalo si Aster gak ikut jualan"

"kan ada gue" timpal Agung dengan wajah penuh percaya diri.

"tapi gak sebanding kalo si Aster ada, pokoknya—"

"berisik" tegur Aster risih, dengan malas ia berusaha menegakkan tubuhnya, menoleh ke arah Rifky dan Agung secara bergantian, menatap mereka tak suka.

"loh, lo gak tidur?"

"lo gak main pentak umpet sama Nyai cungkring?"

dua pertanyaan itu terlontar dari mulut Agung dan Rifky secara bersamaan, mereka bertanya dengan begitu santainya, seolah tak menghiraukan kekesalan yang baru saja Aster lontarkan.

Tak ada jawaban dari Aster, malah, kedua matanya semakin menyorot Rifky dan Agung tajam.

"kenapa lo ster? kerasukan Nyai Cungkring?" tanya Rifky lagi, semakin ngaur dengan asumsinya.

"Rif, lo ada dendam apa sih sama nyai Cungkring? dari kemaren ngebawa-bawa dia terus. kan gue udah pernah bilang kalo Nyai Cungkring itu gak ada" tutur Agung panjang lebar.

"eh" sanggah Rifky cepat, kedua matanya kini menatap Agung sok misterius "kalo Nyai Cungkringnya denger ntar dia sedih loh" peringat Rifky.

Dengan tak sabaran Agung menghela nafasnya kesal "udah gue bilang, Nyai Cungkring itu gak ada Rifkong. Tanyain aja sama si Ikhlas"

"emang iya klas?" fokus Rifky kini di kerahkan seluruhnya kepada Ikhlas, terlihat jelas dari sorot matanya ia menantikan sebuah kepastian.

bukannya memberikan jawaban, Ikhlas justru tampak menghela nafasnya pelan, lelah dengan perdebatan tak penting kedua temannya.

Simpul [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang