Raksa mengompres memar di wajahnya dengan mata yang menyorot risih ke arah Dito. Sepulang penyelidikan tadi malam, Dito memang langsung menginap di apartemen Raksa. Tadi malam sih Raksa ngeboleh-bolehin aja saat Dito berkata bahwa ia ingin menginap, tapi setelah Raksa tau bahwa Dito mengambil alih kasur ternyamannya dan membuat badan Raksa sakit-sakit karena harus tidur di sova, ia jadi menyesal telah memberikan izin.
Kedua tangan Raksa saat ini tak lagi mengompres lukanya, ia menghentikan pergerakannya dan memasang postur siaga saat Dito tiba-tiba bangkit dari posisi tidurnya. Dengan mata menyipit Raksa mengamati setiap jengkal pergerakan Dito, menatapnya dengan sorot tak suka, seolah apapun yang akan Dito lakukan adalah hal yang salah bagi Raksa.
"mau ngapain lo?" tanya Raksa panik, kedua matanya terbuka lebar saat melihat Dito mendekati lemari bajunya.
Dito tak menghiraukan pertanyaan Raksa, dengan leluasa ia membuka lemari berukuran besar yang terletak di ujung ruangan, lalu mengamati deretan baju mahal Raksa yang tersimpan disana.
"Dito lo--"
"minjem baju Sa, masa gue keluar pake baju seragam, gak kasihan lo sama gue?" tutur Dito apa adanya, setelah pulang melakukan penyelidikan, ia memang belum mengganti bajunya, dan saat ini badannya sudah tidak nyaman.
"pulang aja sana" usir Raksa, ia sudah kehilangan kesabaran sekarang, Dito selalu saja seenaknya.
"males ketemu si Dewi gue"
Raksa semakin melotot "astagfirullah Dito, durhaka lo, dia emak elo"
Dito menghela nafasnya, dengan cepat ia menarik satu baju dan satu celana dengan asal, setelah itu ia melangkah menuju kamar mandi tanpa berkata atau menoleh sedikitpun ke arah Raksa.
melihat hal itu, dengan sekuat tenaga Raksa menahan rasa kesalnya, ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, ia harus bersabar sekarang.
Setelah emosinya mereda, Raksa pun kembali mengompres memar di wajahnya sambil sesekali menoleh ke arah cermin, mengecek kondisi lukanya.
Selang beberapa menit, Dito pun keluar dari kamar mandi dengan setelan baju milik Raksa, sebuah celana joger hitam yang dipadukan dengan sweeter berwarna senada, keduanya merupan pakaian bermerk yang tentunya masuk kedalam jajaran pakaian pavorit Raksa.
"pinter juga lo milih baju" sindir Raksa.
Dito hanya merespon ucapan Raksa dengan senyuman tipis, kedua tangannya kini fokus mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"kayak yang mau ngelayat" lanjut Raksa,
Dito terkekeh pelan "tau aja"
Raksa mengernyit, "siapa yang meninggal?"
"gue" jawab Dito gamblang,
Raksa kembali melotot "jangan gegabah lo kalo ngomong" peringat Raksa serius,
Raksa dibuat sedikit panik dengan ucapan Dito barusan, biasanya Dito selalu melakukan hal yang aneh-aneh dan nekat
"jangan aneh-aneh, awas aja lo"
Dito kembali terkekeh pelan "gue cuma mau ngelakuin hal yang pernah lo saranin"
Raksa kembali mengernyit, "apaan dah, nyaranin apaan gue? lo bisa gak kalo ngomong jangan bikin panik orang"
"gue serius, gue mau ngejalanin saran dari elo"
Raksa menggaruk kepalanya frustasi "apan? saran apa? to the point aja bisa gak?"
"mau berdiri di rel kereta gue" ucap Dito gamblang.
Raksa lagi-lagi melotot "jangan pake baju gue juga!" detik berikutnya ia menggeleng "jangan bercanda lo, waktu itu cuma iseng gue"
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul [SELESAI]
Fiksi RemajaHidup itu sederhana, layaknya membentangkan benang. Namun, kita lupa, diluar sana ribuan bahkan milyaran benang dibentangkan, hal itulah yang memperumit. Benang-benang saling bertemu dan membentuk simpul tak jelas, yang bahkan si pembentangnya pun t...