23-Kambuh

20 1 0
                                    

Daisy terus berjalan cepat sampai tak sadar bahwa sekarang dia sudah melewati pintu rooftop dan disuguhkan deretan tangga menurun yang tak terhitung jumlahnya, selain karna bentuknya yang sangat panjang dan terjal, tangga yang ada di hadapan Daisy ini sangat sempit dan gelap, membuat Daisy sedikit merinding saat melihatnya. Mungkin saat naik tadi ia biasa saja, berbeda dengan saat turun. Namun, apa boleh buat, hanya ini satu-satunya tangga yang bisa Daisy lewati, tak ada jalan lain. Seperti biasa, mungkin Daisy perlu menuruni tangga dengan perlahan, lebih berhati-hati karna salah sedikit saja kaki nya mungkin akan patah.

Dengan gerakan perlahan salah satu kaki Daisy mulai menuruni anak tangga dibawahnya diikuti kaki nya yang lain. Pergerakan Daisy sangat pelan, ia takut sesuatu yang tak diharapkan terjadi kepadanya. Kedua tangan Daisy berpegangan pada pinggiran tangga, menjadikannya sebagai tumpuan.

Satu Langkah, dua langkah, semua nya baik-baik saja, Daisy mampu menuruni tangga tanpa merasa kesulitan. Namun, di langkah ke tiga kendala mulai datang. Ntah kenapa tiba-tiba perut Daisy terasa kembung disertai rasa nyeri di daerah ulu hatinya, secara refleks Daisy langsung memegangi perutnya, dengan sekuat tenaga meremas bagian tengah perutnya, tempat dimana rasa nyeri itu muncul.

Daisy semakin mengeratkan pegangan tangannya pada pinggiran tangga, dengan sekuat tenaga berusaha menahan tubuhnya agar tetap kuat berdiri. Perlahan Daisy mulai menarik nafasnya dalam-dalam, berharap dengan hal itu rasa sakit di perutnya segera menghilang. Lagi, Daisy kembali menarik nafasnya dalam-dalam, kali ini hal itu ia lakukan agar ia mendapatkan kekuatan lebih untuk bisa menuruni tangga, setidaknya mungkin di bawah sana ia bisa mendapatkan bantuan.

Dengan sekuat tenaga Daisy mulai mengangkat sebelah kaki nya, bersiap untuk kembali menuruni tangga. Namun, belum sempat kaki nya itu menginjak anak tangga dibawahnya, rasa sakit di perut Daisy kembali terasa, bahkan lebih sakit dari sebelumnya. Tak hanya itu, kali rasa sakit itu mulai menjalar keseluruh bagian tubuhnya, terlebih di bagian dadanya yang saat ini terasa panas seperti terbakar.

Butuh beberapa saat bagi Daisy untuk sadar bahwa sebenarnya rasa sakit ini sudah pernah ia rasakan. Terakhir ia merasakannya saat kelas Sembilan dulu, saat dirinya melupakan sarapan karena harus fokus pada persiapan Ujian Nasional. Daisy ingat rasa sakit ini, maag akut nya kambuh. Untuk kesekian kali nya Daisy menyesal karena tak mendengarkan perkataan Laila saat istirahat pertama tadi, harus nya Daisy memakan bekalnya walaupun itu hanya sesuap. Namun, penyesalan sudah tak ada artinya sekarang.

Saat ini, ringisan pelan mulai terdengar dari mulut Daisy, salah satu tangannya semakin erat memegangi pinggiran tangga, semantara tangannya yang lain kini berusaha mengurut perutnya. Usaha Daisy tak berhasil, rasa sakit di ulu hati nya semakin memuncak, membuat lutut dan tangannya seketika ikut melemas, bahkan saat ini kaki Daisy sudah tak bisa lagi menahan bobot tubuhnya.

Saat ini Daisy mulai mengendurkan pegangan nya, perlahan mulai melemaskan diri, membiarkan tubuhnya terduduk pada salah satu anak tangga, memilih untuk merilekskan tubuhnya sesaat, berharap dengan hal itu kondisinya bisa membaik.

Sementara itu, di atas rooftop sana Aster masih bergelut dengan kegalauannya, ia masih di buat bingung harus meminta maaf dan mengejar Daisy kemana. Perlahan Aster menarik nafasnya dalam-dalam, berusaha mengingat perkataan Daisy tadi.

‘Gu-gue lupa kalo sekarang ada janji sama Pak Ujang.’

Tiba-tiba deretan kalimat itu kembali terngiang di kepala Aster,

“ada janji sama Pak Ujang?” gumam Aster pelan,

Untuk beberapa saat Aster tampak terdiam, seolah tengah menebak posisi Pak Ujang saat ini. Beberapa detik kemudian Aster terdengar menghembuskan nafasnya kasar, ia baru ingat bahwa dirinya tak banyak mengenali guru-guru di SMA ini. Boro-boro mengetahui posisi Pak Ujang, tau Pak Ujang aja engga.

Simpul [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang