Daisy menatap kosong gerbang SMA Panutan dari balik kaca penumpang pada angkutan umum, ia mengikuti arah pandang sang supir angkot yang sedari tadi setia memperhatikan keadaan sekolah, mengharapkan satu dua orang siswa muncul dari sana untuk menambah nilai rupiah yang nantinya akan ia dapat karena memang angkotnya ini sepi penumpang, hanya ada Daisy dan seorang wanita paruh baya saja didalamnya.
Ya, seperti yang kita ketahui, hari ini perkumpulan kelompok tersirat selesai lebih awal dibanding hari sebelumnya. Hal itu cukup menguntungkan bagi Daisy, ia tak perlu pusing memikirkan pulang naik apa karena memang pada jam segini beberapa angkutan umum masih beroprasi.
Daisy tampak menyipitkan matanya saat melihat seorang siswa laki-laki keluar dari area parkiran sekolah dengan motor gedenya. Walau arah pandang Daisy terganggu oleh kaca angkutan umum yang buram, tapi ia bisa meyakini dengan pasti bahwa laki-laki itu adalah Dito, perawakan dan motor Dito sudah tidak asing lagi dipenglihatan Daisy.
Dari sini Daisy melihat Dito tampak memelankan laju motornya saat melewati area pos satpam. Untuk beberapa saat Dito tampak mengedarkan pandangannya, seolah tengah mencari seseorang. Saat motor gede Dito sudah melewati gerbang sekolah, secara tiba-tiba Dito menghentikan laju motor, turun dari jok motornya dan kembali berjalan kearah sekolah, menutup gerbangnya dari luar.
Daisy yang sedaritadi menatap gerak-gerik Dito hanya bisa memperhatikan dalam diam, mungkin yang baru saja dilakukan Dito adalah hal sederhana, tapi ntah kenapa hal itu sangat berarti bagi Daisy.
Saat kumpul kelompok tersirat tadi Daisy hampir saja kehilangan kepercayaan pada Dito, pandangan Dito yang sebelumnya baik dimata Daisy hampir berubah saat Dito mengucapkan kata-kata yang menyakitkan kepadanya tadi. Namun, hal itu kembali berubah saat Daisy melihat apa yang baru saja Dito lakukan, saat ini Daisy kembali yakin bahwa kakak kelasnya itu adalah orang baik, mungkin saat kumpul kelompok tersirat tadi Dito hanya sedang terbawa emosi.
Daisy terperanjat dari lamunannya saat suara bising dari motor Dito terdengar, Dito melesat bersama motornya dengan kecepatan kilat dan menghilang dari pandangan Daisy dalam waktu kurang dari satu detik. Daisy tebak Dito pasti melajukan motornya dengan kecepatan paling tinggi.
Tak lama, angkot yang ditumpangi Daisy pun melaju, menyusul kepergian Dito. Berbeda dengan laju motor Dito, angkot yang ditumpangi Daisy ini melaju dengan kecepatan sangat pelan, menyusuri jalanan secara perlahan dengan harapan bahwa disetiap terotoar ada beberapa penumpang yang menunggu angkutan umum datang.
Untuk beberapa saat tak ada yang berubah, bukannya mendapatkan penumpang baru, angkot yang ditumpangi Daisy justru dihadapkan dengan jalanan yang semakin padat dan macet. Cukup aneh memang, jalur yang Daisy lalui ini selalu lancar dan tak ada hambatan, biasanya kemacetan hanya akan terjadi di persimpangan menuju jalanan besar yang letaknya masih jauh didepan sana.
Ternyata keanehan itu bukan hanya dirasakan oleh Daisy, terbukti dengan gerak-gerik sang supir angkot yang tampak menyembulkan kepalanya dari kaca kemudi, hendak bertanya pada pria baruh baya yang kala itu berjalan di tepi teotoar.
“mang” seru sang supir angkot, memulai mode sok akrabnya pada pajalan kaki itu “ini kenapa macet? Didepan sana ada apa?”
Pejalan kaki itu tampak menunjukkan wajah seriusnya, “kecelakaan”
“dimana?” tanya sang supir angkot lagi
“didepan, bentar lagi keliatan” jawab sang pejalan kaki sambil menunjuk kearah depan.
Setelah memberikan jawaban yang menurutnya cukup, akhirnya pejalan kaki itu kembali melanjutkan langkahnya, meninggalkan sang supir angkot dan para penumpangnya yang mulai celengak celinguk tak jelas, mencari letak sumber kecelakaan yang tadi ditunjuk oleh pejalan kaki itu.
Perlahan, angkot yang ditupangi Daisy mulai melaju sedikit demi sedikit, berusaha mencari celah pada jalanan yang semakin padat ini. Untuk beberapa saat semuanya tampak baik-baik saja sebelum akhirnya seruan supir angkot kembali terdengar.
“itu mah anak SMA tadi”
Daisy yang awalnya terduduk santai ini kembali menegakkan bahunya, ntah kenapa dirinya dibuat panik oleh ucapan sang supir agkot barusan, ia dibuat bertanya-tanya tentang siapakah anak SMA yang supir angkot itu maksud.
“neng kenal gak neng?” tanya sang supir angkot, tiba-tiba ia menoleh kearah Daisy
Daisy yang sebelumnya penasaran kini semakin dibuat tak sabaran, “gak kelian mang” adu Daisy.
Dengan skill profesionalnya sang supir angkot kembali malajukan posisi angkot, dengan cekatan menyalip beberapa motor yang menghalangi laju mobilnya lalu menepikan mobilnya pada pinggiran teotoar. Saat dirasa angkot yang dibawanya sudah benar-benar mentok dengan kendaraan didepannya, barulah supir angkot itu kembali menginjak rem.
“keliatan belum neng?”
Daisy sama sekali tak menggubris ucapan supir angkot barusan, saat ini ia tengah fokus mencari sumber kecelakaan. Daisy menyipitkan matanya, meneliti dengan pasti titik kerumunan yang saat ini sudah lumayan dekat dengan posisinya, berusaha memastikan siapakan orang yang memang mengalami kecelakaan.
“itu loh neng, yang tadi keluar dari gerbang Panutan, yang pake motor si boy” ucap sang supir angkot lagi.
Mendengar hal itu sontak Daisy membulatkan matanya, ntah benar atau tidak tapi kali ini satu nama tiba-tiba saja terlintas dikepala Daisy, Dito.
Tanpa aba-aba Daisy bangkit dari posisinya, berniat untuk turun dari angkot dan memastikan sendiri apa yang sebenarnya terjadi.
“mang, kayanya saya mau coba kesana deh, siapa tau korbannya orang yang saya kenal” tutur Daisy, seolah tengah meminta izin.
Supir angkot itu tampak mengangguk maklum, seolah mendukung ide Daisy.
“ini mang” seru Daisy sambil menyerahkan selembar uang dua ribu rupiah kearah sang supir.
Dengan cekatan supir angkot itu mengambil uang yang diserahkan Daisy, dengan pengertian ia mengamati kepergian Daisy yang mulai menjauh dari angkotnya, bergerak mendekati sumber kecelakaan.
Dengan langkah panjangnya Daisy mulai menyebrangi jalanan yang penuh dengan kendaraan, raut khawatir tergambar jelas diwajahnya. Daisy tau bahwa Dito membencinya dan mungkin tidak akan mengharapkan bantuan dari Daisy. Jika saja Dito bukan anak dari Bu Dwi—guru yang sudah Daisy anggap seperti ibunya sendiri—mungkin ia tak akan menolong Dito.
Dengan badan mungilnya Daisy mulai membelah kerumunan yang mengelilingi titik kecelakaan, ia melewati beberapa orang dengan sangat mudah. Tak butuh waktu yang lama bagi Daisy untuk bisa memastikan sendiri apa yang sebenarnya terjadi.
kedua mata Daisy sontak terbuka lebar, kedua tangannya yang tampak bergetar itu kini mulai terangkat, membekap mulutnya dengan raut tak percaya.
Disana, tepat ditengah kerumunan, Dito terduduk dengan tubuh yang tampak bergetar hebat, kondisinya sangat kacau, seragam sekolah yang melekat ditubuhnya tampak kotor dibeberapa bagian, helm full face yang sebelumnya ia gunakan pun kini terlepas entah dimana. Dito hanya diam mematung, kedua matanya tampak mengamati kedua tangannya yang tampak terluka, terbukti dengan darah segar yang mulai merembes dari jaketnya.
Dito tampak tidak baik-baik saja.
.
.
.
.
.
🌼🌼🌼
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul [SELESAI]
Teen FictionHidup itu sederhana, layaknya membentangkan benang. Namun, kita lupa, diluar sana ribuan bahkan milyaran benang dibentangkan, hal itulah yang memperumit. Benang-benang saling bertemu dan membentuk simpul tak jelas, yang bahkan si pembentangnya pun t...