Setelah mengikuti perkumpulan Kelompok Tersirat Daisy dengan cepat langsung turun kebawah, melewati area sekolah yang sudah sepi, sepertinya semua ekskul yang berkumpul hari ini sudah pulang lebih awal karena memang langit sudah terlihat gelap, awan pekat terlihat menggantung di atas sana, menandakan bahwa mungkin sebentar lagi hujan akan turun.
Dengan sekuat tenaga Daisy memacu langkah kakinya agar cepat sampai di gerbang depan sekolah. Sekarang sudan jam setengah enam lebih, jika sudah jam segini sangat sulit untuk menemukan angkutan umum, bahkan tukang ojeg yang suka mangkal di depan sekolah saja sudah tak ada, mungkin sudah pulang ke rumah masing-masing.
Dengan penuh harap kedua mata Daisy menyorot pada ujung jalan, berharap sebuah angkot muncul di ujung sana dan mengantarnya pulang. Sebenarnya Daisy bisa saja meminta seseorang untuk memesankan ojeg online, tapi sayangnya ia hanya berteman dengan Laila, Laila tentunya akan curiga jika Daisy minta untuk dipesankan ojeg online. Daisy sepertinya akan memilih untuk berjalan kaki saja jika memang tak ada angkot yang lewat. Tapi untuk saat ini lebih baik Daisy menunggu untuk beberapa saat, siapa tau ada angkot yang lewat dan bisa melindunginya dari hujan yang mungkin akan segera turun.
Kedua bola mata Daisy berhenti memperhatikan ujung jalan saat telinganya dengan jelas menangkap suara mesin motor yang berhenti tepat di sampingnya. Dengan gerakan perlahan Daisy menoleh kesumber suara, sedikit terkejut saat mendapati Aster ada di sampingnya. Aster tampak menggunakan jaket berwarna abu-abu muda kesayangannya, ia terduduk di jok motor vespa matic mahalnya dengan kedua mata yang menyorot ke arah Daisy, menatapnya dengan ekspresi datar.
“di jemput?” tanya Aster datar,
Dengan cepat Daisy mengangguk pelan “iya”
“sama?”
“e-supir angkot” jawab Daisy terbata-bata.
Aster tampak mengernyit bingung, namun ia memilih untuk mengangguk saja, meng iya kan perkataan Daisy.
Setelah mengira Aster akan segera pergi dari hadapannya, perlahan Daisy kembali mengalihkan pandangannya, kembali menatap ujung jalan, berharap sebuah angkot muncul disana.
Beberapa saat berlalu, namun suara motor Aster tak juga terdengar, Aster masih diam diposisinya, disamping Daisy, Aster belum pulang.
Butuh waktu cukup lama sampai akhirnya Daisy sadar bahwa saat ini Aster tengah menunggu nya. Menyadari hal itu dengan lebih bersemangat Daisy kembali memperhatian ujung jalan, sesekali ia tampak berjinjit tak tenang, berharap sebuah angkot segera datang dan membawanya pulang.
Kesal karena tak juga mendapatkan tanda-tanda adanya angkot yang mendekat, perlahan Daisy kembali menoleh ke arah Aster, hendak memastikan apa Aster memang tengah menunggunya atau tidak. Jika memang benar, Daisy akan meminta Aster untuk segera pulang duluan saja, tak perlu menunggunya.
Dengan canggung Daisy mulai melirik Aster, sesekali mengalihkan pandangannya untuk sekedar menghilangkan rasa gugup. “kok gak pulang?” tanya Daisy, terdengar canggung.
“kok lo gak pulang?” tanya Aster balik dengan intonasi yang sama dengan pertanyaan Daisy tadi.
Aster bertanya tanpa menoleh sedikit pun kearah Daisy, kedua matanya kini menyorot lurus ke arah warung kecil yang ada di sebrang sana, tak lupa dengan rautnya yang datar. “nunggu angkot” jawab Daisy apa adanya
“nunggu lo naik angot”
“nungguin gue?” tanya Daisy polos, jari telunjuknya ia arahkan pada dirinya dengan ragu.
Tak ada jawaban dari Aster, ia sama sekali tak merespon ucapan Daisy. Dan entah kanapa Daisy menganggap itu sebagai jawaban bahwa Aster memang tengah menunggunya.
“Aster” panggil Daisy pelan, berusaha mendapatkan perhatian Aster.
Hal itu berhasil, saat ini Aster tampak menoleh kepada Daisy, menatapnya penuh tanya.
“pulang duluan aja sana, syuhh…” usir Daisy kaku, kedua tangannya kini dikibas-kibaskan, Daisy bertingkah seolah tengah mengusir anak kucing. “bentar lagi angkotnya dateng kok”
Aster kembali mengalihkan pandangannya, “jam segini ada angkot?”
“kalo gak ada angkot gue mau jalan aja, biar sehat” kini Daisy mengangkat sebelah tangannya khas seorang atlit yang tengah menunjukkan ototnya.
“yaudah” ucap Aster pelan,
Perlahan Aster menarik hanphone dari saku celananya, berniat menghubungi seseorang.
“kalo bilang yaudah kok gak pergi?” tanya Daisy kaku “ Kok malah mau nelepon? Mau nelepon siapa?” tanya Daisy beruntun, ntah kenapa suasana hatinya terasa tak enak sekarang.
"Pak Joko"
"mau ngapain?" tanya Daisy panik
"mau bilang kalo anak gadisnya jam segini baru pulang dari sekolah dan mau jalan kaki padahal udah mau malem dan bentar lagi mau ujan"
Daisy terdiam, untuk pertama kalinya ia mendengar Aster berbicara panjang lebar seperti barusan. Namun, saat ini Daisy tak punya waktu untuk mengapresiasi hal itu, ia lebih khawatir dengan nasibnya, jika Aster benar-benar menelepon Ayahnya, Ayahnya pasti akan merasa tak tenang dan khawatir, terlebih saat ini Ayahnya masih dalam waktu jam kerja, pasti banyak orderan yang datang di jam-jam seperti ini.
"yaudah" pekik Daisy, mencoba menghentikan apa yang hendak Aster lakukan.
perlahan Aster menoleh ke arah Daisy, menatap Daisy penuh tanya, seolah menanyakan maksud dari ucapannya barusan.
Perlahan Daisy menarik nafasnya dalam-dalam, bersiap untuk mengatakan sesuatu kepada Aster,
"Aster," panggil Daisy pelan "gue nebeng ya"
tak ada jawaban dari Aster, saat ini ia mulai menyalakan mesin motornya lalu di detik berikutnya Aster tampak menyodorkan sebuah helm berwarna abu-abu muda yang senada dengan helm yang ia gunakan, dengan penuh pengertian Aster menunggu Daisy untuk meraih helm yang ia sodorkan.
Daisy mengambil helm itu dengan penuh keraguan. Daisy aneh, tentu saja, sudah dua kali Daisy di antar oleh Aster pulang tapi baru kali ini dirinya disodorkan sebuah helm.
Dengan gerakan kaku Daisy mulai memakai helm itu, sedikit terkejut karena ukurannya yang begitu pas di kepala Daisy, detik berikutnya Daisy mulai naik ke jok belakang motor Aster, terduduk dengan nyaman di belakang sana.
setelah memastikan Daisy duduk dengan nyaman, perlahan Aster mulai tancap gas, melajukan motornya dan mulai membelah jalanan jakarta.
.
.
.
.
.
🌼🌼🌼
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul [SELESAI]
Teen FictionHidup itu sederhana, layaknya membentangkan benang. Namun, kita lupa, diluar sana ribuan bahkan milyaran benang dibentangkan, hal itulah yang memperumit. Benang-benang saling bertemu dan membentuk simpul tak jelas, yang bahkan si pembentangnya pun t...