Setelah menghabiskan nasi goreng mereka masing-masing, Aster dan Daisy langsung kembali ke parkiran mall, mengambil motor vespa matic kesayangan Aster lalu segera pergi ke perempatan alun-alun kota, menuju sebuah toko yang Daisy sarankan.
“ini?”
Aster bertanya dengan wajah ragu saat dirinya memberhentikan motor tepat didepan sebuah toko yang ditunjuk oleh Daisy. Di banding toko, bangunan dari kayu yang berdekorasi serba coklat ini sepertinya lebih cocok dijadikan sebuah musium, ditambah lagi dengan dekorasi barang-barang antik, rasanya Aster semakin tak percaya jika bangunan yang ada dihadapannya ini adalah sebuah toko.
“iya ini” jawab Daisy yakin.
Dengan semangat Daisy turun dari jok belakang motor Aster, memandangi toko dihadapannya dengan mata berbinar. Daisy selalu merasa senang saat datang ke toko ini, ada banyak sekali barang-barang yang sesuai dengan selera Daisy, mulai dari hiasan dinding, barang-barang antik, sampai perlengkapan belajar semuanya ada disini. Biasanya Daisy datang kesini hanya untuk melihat-lihat saja, hal itu bukan tanpa alasan, barang-barang ditoko ini dibandrol dengan harga cukup fantastis, sepadan dengan kualitas barang tentunya.
“serius?” tanya Aster lagi, masih ragu dengan ucapan Aster tadi.
“Iya serius Aster” Daisy kini menoleh kearah Aster sambil menyodorkan helm yang baru saja ia lepaskan, “Ayok masuk.”
Dengan gerakan kaku Aster menerima helm yang disodorkan oleh Daisy, menggantungkannya pada kaca spion motor dengan kedua bola mata yang masih mengamati gedung.
“ayo” ulang Daisy lagi.
Perlahan Aster menoleh kearah Daisy, sepertinya Daisy memang bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Perlahan Aster turun dari motornya, menyimpan helm yang ia pakai pada kaca spion motor yang satunya lagi lalu bergerak mengikuti langkah Daisy, masuk kedalam toko.
Tampilan didalam toko ternyata tak ada bedanya, penuh dengan beberapa barang antik yang berjejer rapi, beberapa peralatan rumah juga tersedia disini. Toko ini cukup luas dan menyediakan berbagai macam barang dengan begitu lengkap, sangat memanjakan para pembeli yang menyukai seni.
Aster mengikuti langkah Daisy yang mulai menyusuri beberapa rak sambil sesekali mengedarkan pandangannya, sedikit heran karena ia hanya menemukan sedikit sekali pengunjung, hanya satu dua orang yang terlihat memilih-milih barang, selain itu tak ada lagi.
“nah, udah sampe” seru Daisy sambil menghentikan langkahnya.
Aster ikut berhenti, kedua matanya kini tertuju pada rak besar yang menyediakan berbagai macam peralatan gambar dengan begitu lengkap. Semua jenis kertas gambar dan alat pewarna ada disini, berjejer dengan begitu rapi tanpa ada satu pun yang kurang.
“si Fei suka gambar pake apa? Pensil warna? Krayon? Atau cat warna?” tanya Daisy sungguh-sungguh.
Aster terdiam, memandangi jejeran alat gambar itu dengan pandangan bingung, “gak tau” jawab Aster.
“hah?” respon Daisy spontan, detik berikutnya ia kembali menetralkan ekspresinya “suka liat si Fei gambar?”
“jarang”
“tapi pernah liat kan?” tanya Daisy lagi, tak menyerah.
“pernah”
“pake apa? Si Fei gambarnya pake apa?”
Aster terdiam sesaat, seingatnya Feinda hanya menggambar dengan alat-alat yang ada disekitar rumah. Adiknya itu sama sekali tak memiliki alat warna selengkap ini dirumah. Jika pun ada, mungkin Aster tak akan mengingatnya.
“Ster”
Panggil Daisy pelan, berusaha memastikan keadaan Aster yang sedaritadi hanya terdiam tanpa suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul [SELESAI]
Teen FictionHidup itu sederhana, layaknya membentangkan benang. Namun, kita lupa, diluar sana ribuan bahkan milyaran benang dibentangkan, hal itulah yang memperumit. Benang-benang saling bertemu dan membentuk simpul tak jelas, yang bahkan si pembentangnya pun t...