"Apakah dia tidur dengan pulas?" Rosé berbisik sambil berjalan di belakang Jennie dengan kaki berjingkat-jingkat.
"Babo! Tentu saja iya. Sejak kapan Lalisa sulit tidur?" balas Jennie sambil memelototi Rosé. Aneh sekali pertanyaan gadis itu.
Rosé kembali bertanya, "Apakah kau yakin ini akan berhasil, unnie?"
Jennie menghela napas kesal. "Tentu saja, Chaeng. Aku sudah memeriksanya beberapa kali, kau tahu? Bahkan jika ada angin topan pun, gadis itu takkan terbangun," bisiknya mantap.
Ketiga gadis itu sampai di depan pintu kamar Lisa. Jisoo yang tidak memegang apapun segera membuka pintu perlahan, lalu melongokkan kepalanya sejenak untuk memeriksa keadaan di dalam. Setelah memastikan semuanya, Jisoo menoleh ke arah Rosé dan Jennie -- memberi mereka kode untuk mengikutinya.
Kamar Lisa tampak gelap. Si pemilik kamar terlihat sedang tertidur di balik selimut. Ia menutupi seluruh tubuhnya sampai atas kepala. Entahlah apa yang sedang dipikirkannya. Gadis itu memang terlalu aneh.
Rosé yang memegang korek api segera menghidupkan lilin di atas kue yang dipegang Jennie. Setelah lilin hidup, Jennie langsung memberi kode pada Jisoo dan Rosé untuk bernyanyi dengan keras.
Jari Jennie bergerak membentuk beberapa angka. Satu, dua, tiga.
"Saengil chuka------"
"AAAAA!"
Jennie, Rosé, dan Jennie nyaris terjengkang dari atas kasur. Bahkan Jennie hampir menjatuhkan kue yang dipegangnya.
Tiba-tiba terdengar seruan tertahan dari dalam selimut Lisa, dan munculah gadis itu dari dalam selimutnya. Lalisa sedang dalam posisi berbaring, dengan tangan memeluk ponselnya--wajahnya tampak memerah, lalu digantikan dengan ekspresi kebingungan karena melihat Jennie, Rosé, dan Jisoo yang sudah ada di hadapannya.
"Ige mwoya?"
Rasanya Jennie ingin menimpuk Lalisa dengan kue yang sudah sulit dibuatnya bersama Rosé. Lisa tak tampak bersalah ketika menanyakan itu. Matanya masih heran--melirik ketiga temannya satu persatu.
Rose mengumpat, "Haish, Lalisa. Bisakah kau sekali saja ikut mensukseskan rencana kami? Apakah kau tahu kami sudah menyiapkan ini sejak kemarin?"
Jennie sudah mendelik pada Lalisa. "Bukankah kau tadi tertidur? Mengapa kau tiba-tiba merusak ini----"
Jisoo merentangkan tangannya di antara gadis-gadis itu. Pasti akan terjadi perpecahan setelah ini. Mereka sama-sama tidak mau disalahkan. Lebih baik, Ia menengahi sekarang juga.
"Sudah, sudah. Jennie ya, angkat lagi kue nya," Jisoo menepuk pundak Jennie. "Chaeng, pegang balonnya dengan benar," Ia menunjuk Rosé cepat. Terakhir, Lalisa. "Lisa ya, kembali ke posisi tidurmu. Pejamkan mata, kau harus memberikan ekspresi terbaik ya? Anggap saja kau tidak melihat kami barusan disini,"
Lalisa hanya menurut ketika Jisoo mendorongnya untuk kembali berbaring. Ia pun dapat merasakan telapak tangan Jisoo menempel pada kelopak matanya--meminta untuk segera memejamkan mata.
Jisoo yang paling bersemangat sekarang. Ia memberi aba-aba kepada Rosé dan Jennie yang sebenarnya sudah tak bergairah, tapi mau bagaimana lagi. Kapan sih surprise mereka bisa berjalan lancar? Tidak akan. Mereka bahkan sudah tahu jika hal ini akan terjadi.
Tapi, ya sudahlah.
"Saengil chuka hamnida! Saengil chuka hamnida! saranghaneun Lisa ui, saengil chuka hamnida!"
Jennie rasanya ingin muntah melihat gaya Lisa ketika berpura-pura kaget. Ia menutup mulutnya dengan telapak tangan, berpura-pura terharu dengan kejutan ini. Sungguh, ini adalah kejutan 'tersukses' yang pernah dilihat Jennie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tournesol
Fanfiction- rosekook fanfiction - ps : this is an ongoing story, so dont forget to save this on ur library! <3 Siapa sih yang bisa menangkal pesona seorang Roséanne Park? Baik di atas panggung maupun di dunia nyata, gadis itu memang layak disebut bidadari. Ba...