|| 34. Laporan ||

663 123 135
                                    

"Mereka ada di depan ruangan, tuan Brandon!" ujar bodyguard kepada Brandon dan Daniel.

"Suruh mereka keluar dari rumah sakit!" pinta Daniel, berusaha menjaga situasi tetap terkendali. Bodyguard tersebut segera pergi untuk melaksanakan perintahnya.

"Bang, abang di sini saja temenin Donia! Biar aku yang urus mereka!" ujar Brandon dengan tatapan tegas, penuh kemarahan. Saat ini, Brandon benar-benar kesal dan ingin memastikan orang-orang yang melukai Donia mendapatkan balasan yang setimpal.

"Tidak, biarlah aku yang memberi pelajaran kepada mereka! Berani sekali mereka melukai adikku!" balas Daniel, suaranya penuh ketegasan.

Donia merasa frustrasi melihat pertikaian antara Brandon dan Daniel. Tidak ada yang mau mengalah, dan situasinya semakin memanas. Akhirnya, Donia memberikan saran yang mencoba menengahi.

"Gini deh, lebih baik kalian berdua saja yang temenin aku!" sarannya, berharap bisa meredakan ketegangan.

Daniel menoleh pada adiknya dan memegangi tangan Donia dengan lembut. "Tidak, abang akan beri pelajaran kepada mereka. Kamu kan keluarga dari Razifa!"

"Kamu inget kan perjanjian dalam keluarga kita?" tanya Daniel, yang membuat Donia mengingat kembali perjanjian keluarga mereka.

"Iya, aku inget, bang!" jawab Donia.

Brandon, penasaran dengan perjanjian itu, memberanikan diri untuk bertanya. "P-perjanjian apa?" tanyanya gugup, khawatir akan marah.

"Kami tidak akan tinggal diam jika salah satu keluarga kami terluka. Jika ada yang terluka, orang tersebut akan berurusan dengan keluarga kami," jelas Donia kepada Brandon.

Daniel bergeser mendekati Brandon. "Apa kamu mau memberi pelajaran kepada mereka juga?"

"Tentu saja! Mereka telah melukai Donia!" jawab Brandon dengan tegas.

"Kenapa? Emangnya hubungan kamu dengan Donia apa?" tanya Daniel, ingin tahu lebih lanjut.

"Karena aku menyayangi adikmu!" jawab Brandon dengan penuh keyakinan sebelum keluar dari ruangan.

"Apakah dia seriusan menyayangiku, bang?" tanya Donia, terkejut mendengar pengakuan Brandon.

"Sepertinya begitu," jawab Daniel sambil tersenyum kecil.

"Kamu tunggu di sini ya! Abang tinggal sebentar, nanti abang kembali lagi!" sambung Daniel, mempersiapkan diri untuk pergi.

"Mending jangan, bang!" Donia menjawab dengan tegas. Ia tidak ingin keributan terjadi, bahkan jika hanya di depan rumah sakit.

"Shutt, udah! Jangan dipikirkan! Mending kamu tidur saja!" ujar Daniel. Ia lalu meninggalkan ruangan untuk mengejar Brandon.

Di luar rumah sakit, Brandon dan Daniel segera menemui orang-orang yang terlibat dalam kejadian tersebut. Sesampainya di depan rumah sakit, Brandon mengidentifikasi Rangel dan kelompoknya.

"Cih, jadi ini ulahnya!" gumam Daniel. Brandon yang mendengar, langsung membalikkan badannya dan menghampiri Daniel.

Brandon menepuk pundak Daniel dan membisikkan sesuatu di telinganya. "Biarkan aku yang memberi pelajaran, karena aku sangat membenci wanita itu!" bisiknya dengan serius. Daniel menatap wajah Brandon yang penuh tekad dan langsung mengangguk setuju. Ia menyerahkan masalah ini kepada Brandon.

"Tolong lepaskan wanita itu!" perintah Daniel kepada bodyguardnya. Bodyguard tersebut segera melepaskan Rangel.

Tak lama kemudian, Arvin dan Aurel tiba di lokasi. Aurel terlihat sangat terkejut dan khawatir saat melihat Rangel.

"Rangel, kamu gapapa kan?" tanya Aurel, sambil memegang kedua tangan Rangel dengan penuh kekhawatiran. Arvin hanya bisa pasrah melihat situasi yang semakin tegang.

Bersambung...

Jangan lupa vote dan koment ya! Share ke teman buat baca cerita ini!

BrandonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang