|| 41. Lelucon Ryan ||

552 100 4
                                    

Rara terkekeh, "Ya, bisa jadi begitu. Kamu bisa saja dimakan hewan buas! Kan di hutan banyak hewan buas."

"Kalau Donia dimakan sama hewan buas, kamu juga harus melakukan hal yang sama!" sahut Brandon kepada Rara. Semua orang terkejut, termasuk Rara yang langsung melongo.

"Kok aku harus melakukan hal yang sama dengan Donia?" tanya Rara, nada paniknya semakin jelas di suaranya. Wajahnya tampak pucat mendengar ucapan Brandon, sementara Ryan terlihat bingung.

"Maksud kamu apa, Brandon?" Ryan bertanya, tidak mengerti dengan pernyataan itu.

"Melakukan hal yang sama dengan Donia? Emang Donia melakukan apa?" tanya Ryan, kepalanya sedikit miring, tampak bingung.

"Ryan, kamu bodoh atau apa sih! Masa hal seperti itu saja nggak tahu!" sahut Arvin kesal, tidak percaya Ryan bisa seignorance itu. Arvin benar-benar bingung dengan pikiran Ryan yang tidak bisa menangkap lelucon dari Brandon.

"Kejam sekali kau, Arvin!" seru Ryan, kesal kepada Arvin.

"Aku seriusan nggak tahu maksudnya ucapan Brandon!" tambah Ryan yang sangat kebingungan.

"Emang Donia melakukan apa?" tanyanya lagi dengan penuh kebingungan.

Selama lima menit, tidak ada satu pun yang menjawab pertanyaan Ryan. Mereka semua tahu kalau Ryan adalah tipe orang yang susah paham kalau dijelaskan sesuatu yang sederhana sekalipun.

"Hei, kenapa pada diam? Maksud Brandon itu apa sih?"

"Donia melakukan apa? Kenapa Rara harus melakukan hal yang sama dengan Donia?" Ryan terus bertanya tanpa henti, tapi tetap tidak ada yang menjawab. Semua orang di ruangan itu sibuk dengan aktivitas masing-masing, sengaja mengabaikan pertanyaannya.

Daniel akhirnya menyerah pada suasana canggung itu. Dia tak tahan lagi melihat Ryan terus bertanya tanpa jawaban, jadi dia memutuskan untuk menjelaskannya. Daniel mendekati Ryan dan menepuk pundaknya.

"Maksudnya itu, kalau Donia dimakan sama hewan buas, berarti Rara juga harus dimakan sama hewan buas! Sekarang ngerti?" jelas Daniel dengan sabar. Ryan mengangguk sambil berusaha mencerna kata-kata Daniel.

Beberapa menit kemudian, Ryan akhirnya mulai paham. Mendadak, dia berteriak histeris, membuat semua orang di ruangan itu kaget.

"BRANDON GILA! BAGAIMANA BISA KAU BERPURA-PURA MEMBUAT RARA MELAKUKAN HAL YANG SAMA SEPERTI DONIA!"

"AKU TIDAK SETUJU, KALAU KAU MEMAKSA KEKASIHKU MENGALAMI HAL YANG SAMA!" Teriakan Ryan menggema di ruangan, membuat semua orang terkejut.

Daniel yang masih berdiri di samping Ryan, langsung menjitak kepalanya. "Pletak!" Suara jitakan itu terdengar keras.

"Ssst, jangan teriak di rumah sakit! Emangnya ini rumah sakit punya nenek moyangmu?" ujar Daniel sambil melirik Ryan, yang kini terdiam setelah jitakan itu. Semua orang di ruangan pun tak kuasa menahan tawa.

"Sakit?" Itulah yang dirasakan Ryan saat ini. Dia meringis kesakitan akibat dijitak oleh Daniel.

"Hei, sakit tahu!" protes Ryan, mengusap-usap jidatnya yang nyeri.

"Ngapain teriak-teriak? Ini rumah sakit, bukan hutan!" jawab Daniel dengan nada datar, sedikit kesal.

"Biarin," balas Ryan, tetap merengut. Dia merasa sudah cukup disakiti hari ini dan tidak mau menyerah pada situasi tersebut.

Pletak...

Daniel kembali menjitak Ryan lagi. Sudah dua kali Ryan dijitak, dan rasa kesal mulai menggelora dalam dirinya. "Aish, bisa nggak sih jangan jitak? Sakit tahu!" protes Ryan sambil mengusap-usap jidatnya yang terasa nyeri.

Daniel hanya mengacuhkan ucapan Ryan, tampak tidak peduli dengan cowok yang berada di sampingnya itu. Ryan pun baru menyadari bahwa dia belum mengenal Daniel dengan baik.

"Tunggu," sahut Ryan tiba-tiba.

"Kamu siapa?" tanyanya sambil menunjuk jari telunjuknya ke arah Daniel. Semua orang di ruangan langsung tertawa mendengar pertanyaan Ryan. Betapa lucunya, dia bahkan tidak tahu siapa Daniel, orang yang sudah menjitaknya dua kali.

Bersambungg...

BrandonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang