|| 44. Kewajiban? ||

469 79 1
                                    

"Duduklah!" pinta Daniel. Brandon tidak duduk, dia sedikit bingung dengan tingkah Daniel saat ini. Mengapa dia disuruh duduk dibangku itu?

"Kenapa aku suruh duduk? Aku kan ingin membeli makanan buat Donia!" ujar Brandon dengan kebingungan.

"Tidak, aku aja yang beli! Dan kamu temenin Donia sambil duduk di sini! Dan ingat! Jangan melewati duduk ini!" jawab Daniel sambil memperingati ucapannya kepada Brandon.

"Oke, aku akan ingat dengan kata-katamu!" balas Brandon sambil melihat ke arah Daniel. Aurel dan Arvin masih tetap setia ditempat mereka berdiri.

"Ekhem," batuk Aurel kepada mereka bertiga. Donia, Brandon dan Daniel menoleh ke arah suaranya.

"Eh, iya lupa kalau masih ada kalian, hehehe!" ujar Donia terkekeh melihat Aurel. Aurel hanya menatap sinis ke arah Donia.

"Kalau gitu, kami berdua pamit pulang ya!" ujar Arvin sambil bilang kepada Donia. Donia hanya mengangguk kepala.

Arvin dan Aurel segera melangkah membuka pintunya dan Aurel berkata. "Cepat sembuh ya, Donia!" Aurel dan Arvin pergi keluar ruangan.

Setelah kepergian Arvin dan Aurel. Daniel pamit pergi mencari makanan buat Donia.

"Abang, pergi beli makanan dulu ya!" ujar Daniel kepada Donia dan Brandon.

Lalu Daniel melihat Brandon sambil berkata. "Jaga Donia baik-baik ya!" Lalu Daniel menoleh ke arah Donia.

"Abang, perginya gak lama kok!"

"Oke, Bang!"

Daniel segera melangkah keluar dari ruangan. Dan pergi mencari makanan. Dan saat ini, Donia bingung harus melakukan apa di ruangan itu.

"Brandon, terima kasih ya!" sahut Donia tanpa menoleh ke arah Brandon.

Brandon menoleh ke arah Donia dan menjawab. "Terima kasih buat apa?"

Donia menoleh ke arah Brandon. "Terima kasih, kamu sudah menemukkanku! Kalau kamu tidak menemukkanku, aku bisa mati kedinginan di sana!" Sambil memikirkan kalau Donia mati kedinginan di sana.

"Sama-sama! Tapi, itu sudah menjadi kewajibanku untuk menemukkanmu!" ujarnya sambil tersenyum ke arah Donia.

"Kewajiban? Maksudnya?"

"Tidak," jawab Brandon cepat. Dia tidak ingin Donia mengetahuinya.

Donia kebingungan dengan ucapan Brandon. Bagaimana bisa, Brandon bilang kalau itu sudah menjadi kewajiban dirinya untuk menemukkanku? Tapi, kenapa Donia tanya malah menjawab tidak?

"Apakah ada yang disembunyiin dari Donia?" batin Donia sambil memikirkan yang ucapan Brandon.

"Maksudnya apa, Brandon?" tanya Donia lagi. Saat ini, Donia benar-benar penasaran dengan ucapan Brandon.

"Tidak ada," jawab Brandon dingin sambil membuang mukanya. Dan Donia memasang wajah cemberut kepada Brandon.

Tanpa berpikir panjang. Brandon bertanya kepada Donia. "Kenapa wajahmu cemberut?"

"Kamu lagian!" ketus Donia.

"Loh kok aku?" tanya Brandon yang kebingungan dengan jawaban Donia sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah dirinya.

"Emang kamu! Kan aku tanya, kewajibanmu untuk menemukanku?" tanya Donia sekali lagi sambil bernada lembut.

Brandon menghela napas, dia langsung mengasih tahu pertanyaan Donia itu. "Kamu kan temanku. Otomatis, itu sudah menjadi kewajibanku untuk mencarimu. Karena, kamu itu temanku!"

"Oh," jawab Donia. Donia sangat kecewa dengan jawaban Brandon. Bagaimana bisa Brandon menganggap dirinya teman? Bukankah dia menyukai Donia?

"Loh, bukannya Brandon menyukaiku ya?" batin Donia sambil memasang wajah bingung.

"Tapi, kenapa aku kecewa ya dengan jawaban Brandon tadi? Apakah diriku mulai menyukai dia?"

"Tidak-tidak, kau gak boleh menyukai dia, Donia!" batin Donia sambil memegang kepalanya dengan kedua tangan.

Brandon kebingungan dengan aksi Donia yang saat ini, Donia sedang memegangi kepalanya dengan kedua tangannya.

"Kau kenapa?"

Donia kaget mendengar pertanyaan Brandon. Lalu Donia langsung melepas kedua tangannya dari kepala dan menjawab. "Tidak, aku gapapa kok!" Sambil tersenyum ke arah Donia dan membuang mukanya.

Seketika mereka menjadi canggung, Donia dan Brandon saling diam tanpa berkata sedikitpun.

Drtt ... Drtt ... Drtt

Ponsel Brandon berbunyi dari dalam kantong celananya dan Brandon langsung mengambilnya. Lalu Brandon berdiri menjauh dari Donia sambil mengangkat teleponnya.

Saat ini, Donia langsung melihat aksi Brandon. Dia sempat mikir. "Kenapa harus menjauh dulu dari dirinya? Emangnya yang telepon Brandon siapa? Apakah ceweknya yang menelepon?"

"Tapi, kalau itu ceweknya kenapa Brandon bilang suka kepadaku?" batin Donia lagi.

Bersambungg....

BrandonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang