|| 40. Kekhawatiran Aurel yang Berlebihan ||

561 100 4
                                    

Aurel hanya bisa diam, pandangannya kosong meski Donia baru saja menyindirnya. Pikirannya masih terpaku pada kejadian di tenda bersama Arvin.

"Jawab apa ini?!" teriaknya dalam hati, hampir panik.

"Mana mungkin aku jawab yang sebenarnya?" pikirnya lagi, cemas didalam hatinya.

Malu campur bingung, Aurel semakin merasa terpojok. Donia jelas sudah mencium gelagat aneh darinya, apalagi dengan sindiran yang dilontarkannya barusan.

"Ya ampun, kenapa aku jadi begini?!" Batin Aurel lagi yang benar-benar membingungkan.

Brandon, yang sedari tadi mengamati situasi, akhirnya angkat bicara. "Bukannya tadi di perjalanan kamu nanya-nanya terus tentang Donia?"

Aurel tercekat. Memang tadi dia khawatir tentang keadaan Donia, tetapi sekarang situasinya jadi lebih rumit dari yang dia bayangkan.
Aurel menatap tajam ke arah Brandon yang duduk di seberang kasur Donia. Tatapan itu seolah-olah ingin memperingatkannya untuk diam, tetapi bukannya terintimidasi, Brandon justru menatap balik dengan santai, senyum smirk menghiasi wajahnya.

"Kenapa kamu tatap aku seperti itu? Bukankah yang aku katakan tadi benar?" tanyanya dengan nada menggoda.

"Brandon, dasar sialan!" Aurel mengumpat dalam hati, malu bukan main. Perkataannya tak bisa lagi dihindari, dan Aurel semakin terpojok. Kini dia benar-benar bingung harus berkata apa di depan Donia.

"Semoga Donia tidak menanyakan apa-apa..." batinnya harapan Aurel saat ini.

Namun, harapan itu seketika pupus. Donia justru menoleh dan mengajukan pertanyaan yang paling tidak ingin didengar Aurel. Wajah Aurel langsung mematung, seolah kata-kata terkunci rapat di tenggorokannya.

"Apakah itu benar, Aurel? Kamu mengkhawatirkanku?" tanya Donia dengan nada lembut, meski matanya memperlihatkan tanda-tanda penasaran.

Aurel tetap terdiam, perasaannya campur aduk antara malu dan bingung. Setiap detik terasa semakin menekan. Lalu, Brandon menambahkan beban itu dengan senyum penuh kemenangan.

"Aurel, kenapa diam? Apa yang dikatakan Brandon benar?" ulang Donia, kali ini lebih serius.

Tak ada lagi jalan keluar. Aurel menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian. “Itu benar, Donia."

Akhirnya Aurel berkata dengan suara yang hampir berbisik. “Aku memang mengkhawatirkanmu.”

Donia tersenyum lebar saat mendengar suara Aurel yang begitu pelan, meski berusaha menahan kegembiraannya di depan Aurel. "Sungguh? Kamu sungguh mengkhawatirkanku?"

“Tentu,” jawab Aurel, kali ini lebih tegas.

Donia tampak bahagia, meski berusaha tetap tenang, sementara Aurel hanya bisa merasa lega telah jujur. Namun, dia tak bisa menghilangkan rasa canggung yang mengganjal di antara mereka.

"Wah, aku benar-benar gak percaya kamu khawatir sama aku. Tapi terima kasih ya," kata Donia sambil tersenyum ke arah Aurel. Aurel pun membalas senyuman itu dengan kikuk, merasa sedikit lega setelah pengakuannya.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, dan sepasang kekasih masuk. Ryan dan Rara, yang baru datang, langsung menuju ke tempat tidur Donia.

"Donia, kamu g-gapapa?" tanya Ryan, suaranya terdengar sedikit gugup saat berdiri di antara Daniel dan Brandon.

Donia terkekeh melihat ekspresi khawatir mereka, terutama Ryan. "Ryan, kamu gak lihat ini apa?" katanya, menunjuk infus yang masih terpasang di tangannya. "Masih bilang aku gapapa?"

"Hehehe, maksudku, kamu udah baikan apa belum?" Ryan meralat dengan nada canggung.

"Sudah, kok," jawab Donia, tersenyum.

Rara yang berdiri di samping Aurel, meraih tangan kanan Donia dengan penuh perhatian. "Syukurlah kamu udah baikan, Donia," katanya penuh kekhawatiran.

Donia tersenyum lembut pada Rara. "Aku udah baikan, Ra. Gak usah khawatir."

"Aku beneran khawatir! Aku takut kamu dimakan hewan buas," sahut Rara sambil membayangkan skenario liar itu.

Donia mendengus kesal, meski jelas bercanda. "Hei, kejam banget kamu sama aku. Gimana bisa kamu berpikir aku bakal dimakan hewan buas?"

Rara hanya tertawa kecil. "Ya, gak tahu... Mungkin aku terlalu khawatir sampai mikir yang aneh-aneh," jawabnya, masih memegang tangan Donia erat.

Bersambungg...

BrandonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang