50. SORRY

28.9K 2K 1.3K
                                    

Vote dulu yuk brow!!!

Coment di setiap paragraf yaa. Biar mums semangat nulisnya 💖

👉🏻 Absen dulu yuk, jam berapa kamu baca chapter ini???

[ 𝔧𝔦𝔴𝔞 𝔡𝔞𝔫 𝔯𝔞𝔤𝔞 ]

"Kamu ketemuan setiap malam sama Zanna, iya kan?!" Jiwa sedikit berteriak. Seakan tak takut pada Raga yang kini tengah berjalan mendekat padanya. Padahal Jiwa sangat takut. Takut dengan tatapan mematikan yang Raga berikan. Raga benar-benar tersulut emosi karena Jiwa menuduhnya seperti itu.

"Tarik kata-kata kamu." Raga menunduk untuk bisa menatap Jiwa yang tingginya sedadanya. Kini, Raga sudah berada tepat di hadapan Jiwa. Jaraknya cukup dekat. Hanya satu langkah lagi Raga benar-benar menempel dengan tubuh Jiwa.

"G-gak! Emang benar kan?" Jiwa berucap terbata. Demi apapun, Jiwa kini menahan napasnya yang terasa sesak karena Raga yang memberi aura mencekam padanya.

"Gak usah ngelantur, Ji." Raga memilih mengalah. Tidak mau mencari masalah. Raga berniat berbalik arah dan masuk kamar tapi Jiwa buru-buru menghadang jalannya.

"Kenapa pergi? Aku belum siap ngomong." Jiwa merentangkan kedua tangannya di depan Raga.

"Jangan cari masalah, bisa?" Raga mendorong pelan kening Jiwa sampai gadis dengan piyama cream itu mundur secara terpaksa.

"Kamu ngehindar berarti kamu salah!" Jiwa tampaknya masih tidak mau mundur. Tekatnya malam ini sudah bulat untuk menyelesaikan rasa penasarannya tentang kemana Raga setiap malamnya. Apakah benar Raga bertemu dengan Zanna seperti yang Nadine katakan atau tidak?

"Dari tadi aku diem ya!" Bentak Raga menoleh pada Jiwa dengan matanya yang merah menandakan amarahnya kini memuncak.

"Y-ya makanya bilang kamu dari mana?!" Jiwa membentak balik.

"Yang jelas gak kayak yang otak kotor kamu itu pikirin!" Tekan Raga marah.

"Kok aku sih? Jelas-jelas disini kamu yang salah, Raga! Kamu pergi setiap malam tapi gak bilang sama aku. Sebenarnya kamu anggap aku apa? Aku ini istri kamu apa bukan, hah? Oh, mungkin kamu selama ini cuma pura-pura cinta sama aku, iya? Biar aku senang aja? Karena sebenarnya kamu cuma kasihan sama ak—"

"JIWA!!" Teriak Raga menggema seisi apartemen membuat Jiwa bungkam detik itu juga. Jiwa bergeming menatap Raga yang tampak marah padanya. Terbukti dari tatapan Raga yang tajam padanya.

"Gak usah mikir yang enggak-enggak, bisa?" Raga memejamkan matanya, berusaha menetralkan emosinya yang melunjak. Raga berusaha sekuat tenaga untuk tidak berkata kasar apa lagi sampai berteriak pada Jiwa. Raga tidak mau membuat Jiwa takut dan sedih karenanya. Walaupun sikap Jiwa kini benar-benar membuatnya marah.

"Aku pusing." Ujar Raga pelan lebih terdengar seperti sedang mengadu pada Jiwa.

"Apa susahnya sih tinggal jawab iya enggaknya?"

"Apa lagi?" Geram Raga karena Jiwa mulai lagi.

"Kamu. Ketemuan. Sama. Zanna. Iya. Apa. Enggak?!" Tanya Jiwa penuh penekanan di setiap katanya.

"Untungnya apa sih buat kamu mikir kayak gitu?" Raga berjalan mendekati Jiwa. "Aku seburuk itu dimata kamu, hm?" Raga mengangkat dagu Jiwa tinggi-tinggi agar Jiwa menatapnya juga.

"Aku gak bakal mikir gini kalau kamu mau jujur sama aku, Ga." Lirih Jiwa pelan.

"Kamu gak percaya sama aku? Kenapa bisa kamu nuduh aku berhubungan lagi sama Zanna? Aku putusin dia demi kamu padahal, Ji."

JIWA DAN RAGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang