Buku

5.6K 285 1
                                    


"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

(QS. Al-Baqarah 216)

--

--

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Haliyah membaringkan tubuhnya di atas kasur setelah melakukan apa yang dikatakan oleh sang Bunda.

Walaupun omongan orang tuanya kadang membuat mentalnya drop, tapi Haliyah yakin itu adalah cara terbaik untuk mendidik anak supaya mengerti apa yang harus dilakukan.

Gadis itu menyangga dagunya dengan guling, tangannya mengacak-acak rambutnya sejenak.

Tangan itu memukul keningnya sendiri. "Lupa!" Haliyah berteriak, melompat dari ranjang menuju nakas.

Haliyah mengambil laptopnya, ternyata mati. Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Pantesan, salah rupanya."

Gadis itu menukar laptop yang rusak dengan yang baru. Haliyah menghela napas gusar, tugas yang tadi dia kerjakan hilang sudah. Belum dia simpan dan dibiarkan begitu saja.

Jari-jari gadis itu mulai menari di atas keyboard, mengerjakan tugas yang dia hapal. Gadis itu menghentikan tugasnya, dia mengambil ponselnya di samping dia duduk.

Tangannya kembali menari di atas ponsel, dia mencari suatu jawaban di sana. Satu pesan muncul, matanya membuka pesan itu.

Gadis itu menghela napas, ternyata Fika yang mengirim pesan kepadanya. Meminta maaf kepadanya dengan menggunakan emoticon sedih.

Haliyah menggelengkan kepalanya, membiarkan sahabatnya mengirim pesan kepadanya. Gadis itu tidak perduli banyak atau tidaknya  pesan yang terpenting tugasnya selesai hari ini.

Gadis itu terjadi ingat akan pesan Ayah, yang mengatakan "Kenapa harus besok? Hari ini juga bisa, belum tentu besok kamu bisa mengerjakannya."

Kata motivasi itu yang Haliyah selalu ingat, entah banyak kata motivasi yang Ayahnya berikan hingga membuat gadis itu menjadi semangat.

Pokoknya menurut Haliyah, Ayah terbaik sepanjang hidupnya. Dia ingin suami seperti Ayahnya yang menjadi versi terbaik menurut dirinya sendiri.

Ponsel gadis itu berbunyi, Haliyah menoleh sejenak. Menghela napas gusar. "Astagfirullah, ngapain ini anak. Ganggu!"

Haliyah menolak panggilan itu, mematikan data ponselnya. Dia harus pokus mengerjakan ini sendiri walaupun tugasnya harus di kerjakan berdua tapi karena Fika tidak ada, terpaksa dia yang mengerjakan. Dan nilai, Haliyah akan memberikan tau semuanya pada guru, kalau Fika tidak membantu sama sekali.

Setelah beberapa jam, gadis itu menatap layar laptopnya. Akhirnya tugas itu selesai tepat waktu, Haliyah melompat-lompat di atas kasur setelah laptopnya dia taruh di atas nakas.

Mas Rid! Nikah, yuk?  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang