.

3K 142 13
                                    

"Masih mau nambah, Li?" tanya Dinda.

Haliyah ingin tertawa saat mendengar ucapan yang di lontarkan oleh Dinda. Ia baru beberapa hari melahirkan dan sekarang sudah di tanya lagi soal anak ke tiga. Ia dan juga suaminya  belum membicarakannya sampai ke sana, entah nambah anak lagi atau tidak.

Tapi sekarang Haliyah tidak memakai KB. Karena ia belum tau apa yang cocok dengannya, semoga saja ia tidak kebobolan.

"Engga sekarang-sekarang, Mbak."

"Mbak gimana, mau nambah?"

Aya sudah lumayan besar untuk mempunyai adik walaupun jangka waktunya begitu dekat.

Dinda menggelengkan kepalanya. "Engga dulu, Li. Mbak mau fokus dulu besarin Aya, Mbak takut keteteran apalagi Mas Dav baru mulai lagi kerja masih belum stabil perekonomian."

"Iya juga sih, Mbak. Kasihan Aya masih kecil."

Ia mengangguk. "Bener banget."

"Eh, Mbak pakai KB?"

"Pake, emangnya kenapa. Kamu belum KB?"

Haliyah menggelengkan kepalanya. "Belum Mbak, bingung mau yang mana. Yang pil takut lupa yang lain juga takut."

"Awas kebobolan Li, bicara dulu sama suamimu. Ya, kalau engga mau KB berhubungan suami istrinya kalau kamu engga lagi masa subur. "

"Iya, Mbak. Nanti di bicarain lagi."

Dave menepuk tangan Dinda, wanita itu menoleh. Suaminya mengisyaratkan sesuatu, ia menunjuk Aya yang dari tadi tidak bisa diam dan juga rewel. Anak itu mulai merengek dan menangis di pangkuan Ayahnya. Membuat Dave khawatir menganggu Haffa, Haffi yang sedang tertidur.

Dinda mengambil Aya dari Dave, ia bangkit dari duduknya. Mulai menenangkan Aya yang merengek, seperti bosan dan juga mengantuk.
Mereka memutuskan untuk pamit.

Dave menyuruh Haliyah dan juga Ridwan untuk keluar. Firman membuka bagasi mobil miliknya, menampilkan kado yang begitu banyak di bagasi.

Dinda menunjuk kado yang ada di bagasi. "Nih dari semua."

Haliyah sampai melongo melihatnya, ada yang kecil hingga yang besar.  Dave mengatakan jika kado ini dari karyawan Cafe dan juga Restoran.

Haliyah begitu terharu. "Banyak banget, bilangin makasih, ya."

"Katanya pake."

Haliyah mengangguk. Dave dan juga Firman menurunkan kado tersebut dan membawanya ke dalam rumah, setelah selesai Dave dan yang lainnya memutuskan untuk pulang karena Aya sudah merengek dan akhirnya tertidur di pangkuan Dinda.

Mata kecil itu terbangun saat suara mesin mobil menyala. Seperti takut jika ia tidak di ajak oleh Ayahnya, menggemaskan sekali.

Tangan Haliyah melambai kearah Aya yang sedang mengantuk.   Ia tidak sabar Haffa dan Haffi tumbuh besar seperti Aya sekarang.

Setelah semua orang pergi, Haliyah menghela napas. Tangannya kebas terlalu lama menggendong Haffi yang tertidur pulas.

"Mas tidurin aja Haffa, ya." Ridwan mengangguk, menidurkan buah hatinya dengan hati-hati.

Haliyah ikut menidurkan Haffi di samping kembarannya. Haliyah merentangkan kedua tangannya, seluruh tubuhnya pegal. "Cape, Dek?" tanya Ridwan sembari memijat pelan pundak Haliyah.

"Iya, Mas. Pegel banget."

"Sini Mas pijitin." Haliyah menggelengkan kepalanya, ia tidak mau menambah beban suaminya. Pasti Ridwan juga lelah tapi tidak berbicara terus terang.

Mas Rid! Nikah, yuk?  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang