Di usia s kembar masuk enam bulan, Haliyah sudah mulai memberi Haffa dan Haffi MPASI. Makanan pertama yang Haliyah beri pada s kembar.Haliyah selalu membuatnya sendiri seperti dari daging, sayur-sayuran dan banyak lagi.
Wanita itu selalu mengutamakan kepentingan s kembar, dari Mpasinya. Mainan yang di pegang s kembar harus selalu steril, tidak boleh kotor sama sekali.
Usia kandungannya mulai berjalan dua bulan. Untung saja mualnya muncul saat membuat makanan untuk s kembar.
Bentuknya membuatnya mual, kadang Ridwan yang memasaknya.
"Kita mam, ya, sayang." Haliyah mulai menyuapi sedikit-sedikit putra, putrinya.
Mereka begitu lahap kala memakannya apalagi jika Haliyah memasak daging, sayur bayam di campur dengan nasi. Makanan favorit mereka.
"Lagi." Haliyah menyuapi Haffi, wajah putrinya begitu belepotan. Haliyah tertawa melihat putrinya yang sedang memainkan kedua tangannya kadang-kadang memakan jari kecilnya.
"Jangan dalam-dalam nanti muntah." Haliyah menarik pelan tangan kecil yang berada di mulut Haffi.
"Abang jangan." Anak itu malah tertawa kala mendengar suara Ummanya, Kila masih kuliah. Kila berperan penting setelah suaminya sekarang, moodnya bisa ia kontrol tapi kadang-kadang selalu keluar jika bersama suaminya.
Mungkin anak yang di kandungnya ingin menyusahkan Ridwan, siapa tau.
Tentang jenis kelamin anak ketiganya, mereka tidak memperdulikannya. Mau perempuan atau laki-laki yang penting sehat seperti s kembar dulu.
"Lagi?" Haliyah mendekatkan sendok itu ke bibir Haffa, ternyata anak itu tidak mau lagi.
Haliyah mengusap bekas bubur MPASI yang berada di mulut s kembar dengan tisu yang ada di sampingnya. Sebelum memberikan mereka air minum.
"Udah kenyang, ya, kita tunggu Baba pulang." Haliyah mengecup satu persatu ke dua putra putrinya, ia tidak percaya berada di titik ini.
"Babanya lama, kita mandi dulu. Kalian udah bau asem."
Haffa memainkan air liurnya, membuat mulutnya penuh dengan air liur. Haliyah hanya tertawa, melihatnya ia kembali mengusap dengan pelan bibir kecil Haffa.
Sedangkan Haffi sedang mengoceh tidak jelas, semakin besar. Mereka begitu sangat mirip Ridwan, apalagi Haffa anak itu benar-benar duplikat suaminya sekali. Bibir Haffi seperti miliknya yang lainnya seperti Ridwan, lebih kuat gen suaminya daripada dia.
Haliyah mengelus perutnya yang masih datar, ia berharap anak ketiga yang ia kandung akan mirip dengannya. Cukup wajahnya saja tapi tidak sifatnya, kasian jika suaminya menghadapi Haliyah dengan dua versi, versi besar dan kecil.
Haliyah kembali menyimpan kedua putra putri di stroller lalu mendorongnya menuju kamar. Haliyah mengangkat Haffa terlebih dahulu menyimpannya di ranjang di lanjut oleh Haffi.
Seperti biasa Haffa tidak suka jika baju yang di pakainya di lepas, bayi laki-laki itu menangis saat baju itu akan lolos di lehernya.
"Pinjem, ya. Bentar, sayang." Baju yang dipakai putranya akhirnya lolos, Haliyah menghela napas lega. Haffa masih menangis sedangkan Haffi sedang memainkan mainan yang tadi ia berikan sebelum memandikan Haffa.
"Di lap aja, ya, Nak. Dingin." Ia mengambil air hangat yang selalu ia simpan di sudut kamarnya, menambahkan sedikit dengan air dingin.
Mengambil lap khusus untuk memandikan s kembar yang ia taruh di tempat penyimpanan di atas nakas.
"Abang dingin, ya."
Haffa masih menangis. "Jangan nangis, sebentar kok engga lama." Haliyah mengusap wajah putranya terlebih dahulu dengan pelan, dari mulai wajah, rambut hingga telinga.
Selanjutnya badan, Haliyah membalikkan tubuhnya putranya. Haffa sudah mulai tengkurap dengan sendirinya sedangkan Haffi masih belajar.
"Selesai." Haliyah mengambil minyak telon di sampingnya, membalurkannya di perut Haffa sebelum memakaikannya baju.
Dan selesai tinggal Haffi.
Putri tidak menangis, ia malah asik tertawa kala melihat wajah Ummanya yang berada di depannya. Haliyah mengecup kening Haffi setelah memandikannya.
Haliyah menyimpan beberapa bantal di pinggir ranjang, ia takut s kembar terjatuh ketika ia sedang membuang air bekas mandi tadi.
Haliyah berjalan ke kamar mandi dengan pelan-pelan, ia juga harus menjaga dirinya sendiri sekarang. Tidak boleh gegabah, tapi jika dengan suaminya sifat manjanya pasti keluar begitu saja.
Wanita kembali duduk di pinggir ranjang, Haffi mulai merengek seperti ingin susu. "Bentar, ya, Umma buat dulu." Sudah satu bulan ini s kembar berganti nutrisi, awalnya mereka menolak dan sering menangis tapi sekarang alhamdulilah mereka suka. Mungkin rasanya berbeda dengan yang berada di dirinya yang asli.
Haliyah membuat dua botol, s kembar sudah bisa memegang botol itu tanpa bantuan darinya. "Pegang yang benar, Kak." Haliyah membenarkan tangan Haffi saat memegang dot susu miliknya.
Haliyah menghela napas, ia melihat kearah jam dinding. Sudah pukul tiga sebentar lagi Kila akan kembali.
Tiga menit berlalu, Kila pulang. Haliyah berjalan kearah kamar Kila, menyuruhnya menjaga s kembar ia akan mandi karena beberapa menit lagi suaminya akan pulang.
Kila mengangguk, untung saja adik iparnya sudah berganti pakaian.
Haliyah mengambil handuk lalu bergegas ke kamar mandi sedangkan Kila duduk di pinggir ranjang menjaga s kembar yang menyusu.
Ridwan pulang, ia langsung masuk ke dalam kamarnya. Netranya mendapati Kila yang sedang bersama s kembar sedangkan istrinya tidak ada. "Assalamualaikum, istri Mas di mana kil?
"Walaikumsalam."
"Kamar mandi."
Ridwan mengangguk, ia langsung mengambil baju ganti miliknya sebelum mengetuk pintu kamar mandi.
Ridwan mengetuk pintu kamar mandi. "Dek, buka." Haliyah membukanya Ridwan langsung masuk ke dalam.
Mereka mandi bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Rid! Nikah, yuk? (End)
Spiritual|Follow akun sebelum membaca| Insyaallah, konflik ringan! Apa jadinya jika, seseorang gadis mungil mengajak laki-laki yang umurnya jauh di atasnya menikah? Tentang laki-laki bernama Ridwan Alamsyah, yang tiba-tiba dibuat terkejut oleh seorang gadis...