peresmian restoran

3.3K 153 1
                                    


Ridwan mengambil sesuatu di saku celananya, sebuah kotak perhiasan berwarna merah. Hadiah yang akan ia berikan pada istrinya, Haliyah.

Ridwan tidak tau apakah Haliyah akan suka dengan hadiah yang ia berikan. Karena perbedaan pendapat bisa jadi membuat masalah, Ridwan takut Haliyah tidak suka model yang ia berikan.

Haliyah membukanya, sebuah
kalung berbentuk hati yang terlibat oleh netranya. Hadiah itu sangat-sangat indah sampai-sampai membuat Haliyah terharu, bagaimana tidak Ridwan begitu romantis menurutnya.

Haliyah tidak menyangka Ridwan akan memberikannya sebuah kalung.

"Bagus engga, yang?" bisik Ridwan, Haliyah meleleh. Kata yang di ucapkan terakhir membuat Haliyah panas dingin, ia tak pernah mendengar kata itu di sebut olehnya. Dan sekarang, Ridwan malah berbisik.

Haliyah tersenyum. "Bagus, yang."  Ia membalas berbisik.

Ridwan mengangguk, Kila hanya memperhatikan mereka dengan kening yang mengerut. Bagaimana tidak mimik mereka berdua begitu berbunga-bunga seperti sedang pacaran. Kila bahkan kepo dengan percakapan yang sedang mereka lontarkan berdua.

Ridwan jatuh cinta pada kalung tersebut ketika pertama kali ia melihatnya. Sebuah bandul hati yang begitu indah dengan mutiara di sisinya, itu bisa mengibaratkan kesempurnaan cintanya. Kemurnian yang tidak akan Ridwan coreng sedikitpun, Ridwan sungguh-sungguh mencintai  wanita yang bernama Haliyah.

Wanita yang sebenarnya tidak ada di idamannya, tapi Haliyah membuat Ridwan sadar bahwa apapun yang kita inginkan belum tentu terbaik menurut Allah. Dan Ridwan percaya bahwa Haliyah terbaik, ia sangat-sangat bersyukur karena Haliyah bisa berdamai dengan Dinda walaupun mereka tidak ada masalah apapun. Tapi ia pun tau Haliyah sempat tidak suka pada Dinda, tapi sekarang mereka sudah dekat.

Ridwan memasangkan kalung tersebut di leher istrinya. Mengecup keningnya lalu membawa wanita itu  ke dalam pelukannya.

Ridwan jatuh cinta setiap harinya pada Haliyah, rasa cintanya memupuk begitu sempurna lama kelamaan. Ternyata menikah  memang indah tapi ada beberapa masalah yang memang harus di selesaikan dengan kepala dingin oleh kedua pihak.

_

Ridwan membenarkan kemeja yang sedang ia pakai, kemeja yang dahulu pernah Haliyah beli untuk suaminya. Kemeja berwarna hitam yang tampak cocok dengan tubuh laki-laki itu.

Haliyah mendekat, membenarkan kerah kemeja milik suaminya. Ia sedikit kesusahan, Ridwan tampak peka ia berjongkok sedikit supaya istrinya bisa membenarkan kerah bajunya tanpa susah payah.

Haliyah tersenyum, mengelus dada Ridwan dari atas hingga bawah. "Tuh, kan, rapih," ucap Haliyah.

Ridwan mengangguk, ia mengecup perut istrinya yang membulat. Bukti cintanya dengan sang istri akan segera hadir mengisi hari-harinya. Mereka akan lebih bahagia melihat jagoan atau putri mereka lahir ke dunia.

Ridwan mengecup kening istrinya, Haliyah memakai baju yang senada dengan suaminya. Ia juga mengenakan kerudung yang suaminya belikan. Haliyah tampak sangat cantik dengan gamis hitam dengan perut yang mengembul di balik gamisnya.

"Mas ganteng banget." Haliyah menatap suaminya dengan kagum, ia bahkan tidak pernah menyesal pernah menyukai Ridwan dulu. Karena itu adalah awal mereka kenal, sifat Ridwan yang dingin membuat Haliyah ingin memilikinya dan juga suaminya begitu soleh.

Haliyah dahulu berharap bisa mendapatkan suami yang bisa membimbingnya segala hal. Dan sekarang ia mendapatkannya, nikmat apa yang kau dustakan?

"Calon umma juga cantik." Haliyah tersipu malu, walaupun sudah dua tahun mereka menjadi suami istri. Haliyah masih begitu malu jika Ridwan mengombal seperti tadi.

"Biasa aja, Mas. Ke bawa sama dia kali, ya, Mas jadi cantik." Haliyah mengusap perutnya yang membuncit.

Ridwan menunjuk perut Haliyah. "Memangnya sudah tau itu perempuan, Dek?" tanya Ridwan.

Mereka memang tidak mencari tau apa jenis kelamin bayi yang sedang istrinya kandung. Laki-laki atau perempuan menurutnya sama saja, hanya saja cara mendidiknya mungkin sedikit berbeda. Yang penting mereka berdua sehat dan juga selamat.

Haliyah menggelengkan kepalanya. "Engga tau, Mas."

Haliyah memukul pelan lengan suaminya. "Mas sih engga mau tau jenis kelaminnya. Kan, kalau di tanyain Liyah engga tau."

Ridwan malah tersenyum. "Jawab aja gini, Dek. Mau perempuan atau laki-laki sama saja yang penting dia sehat."

Haliyah mengangguk.

Ridwan mengambil tas milik istrinya lalu memakainya. Ia tak mau Haliyah kesusahan, cukup istrinya kesulitan berjalan. Ridwan mengandeng tangan Haliyah dan berjalan pelan-pelan.

Semalam Haliyah mengeluh punggungnya sangat pegal, perutnya semakin lama semakin membesar apalagi satu bulan lagi anak mereka akan lahir ke dunia.

Setiba di tempat tujuan, mereka di sambut puluhan orang. Peresmian restoran milik suaminya di buka besar-besaran. Haliyah memeluk Fika, gadis itu meluangkan waktu untuk datang ke sini. Katanya, Fika rindu dengannya.

"Liyah, gue rindu." Haliyah menggelengkan kepalanya.

"Wah gemoy." Fika mengusap perut milik Haliyah. "Kayak kembar nih?"

Haliyah mengangkat bahunya tidak tau, ia merahasiakan semua tentang bayi yang sedang ia kandung saat ini. Entah perempuan atau laki-laki yang penting bayinya sehat dan juga lahir dengan sempurna.

Tiba saatnya peresmian restoran itu di lakukan, Ridwan maju ke depan. Memberikan sambutan dan juga ucapan terimakasih telah hadir di acara ini.

Ridwan tersenyum, ia bersyukur karena keinginannya sedikit-sedikit terpenuhi.

Ridwan menyuruh istrinya naik ke atas. "Sini, Dek."

Haliyah mengangguk, Ridwan dengan sigap berjalan menjemput istrinya yang kesusahan naik keatas.

Ridwan mengulurkan tangannya, Haliyah menerima uluran tersebut dengan senang hati.

Ridwan meminta doa untuk keselamatan, kesehatan istrinya dan juga buah hatinya. Di permudah persalinannya lalu di sehatkan seperti semula.

Mereka dari panggung, berkumpul dengan keluarga dan juga orang-orang terdekat untuk memotong pita.  Meminta Dave dan juga Dinda untuk mendekat, membantunya untuk memotong pita.

Ridwan membisikkan sesuatu di telinga Haliyah. "Restoran ini milik kamu, Dek."

Haliyah membulatkan matanya, ia langsung menggelengkan kepalanya. "Ini terlalu berlebihan, Mas. Liyah belum mampu mengelolanya."

"Tenang ada Mas."

Haliyah tersenyum, suaminya begitu sangat bisa diandalkan di segala bidang. Haliyah bangga memilik suami seperti Ridwan.

Ridwan memotong pita yang ada di depannya diikuti oleh suara tepuk tangan semua orang. Haliyah langsung memeluk tubuh suaminya sembari melontarkan sesuatu kepadanya. "Selamat, Mas. Liyah bangga sama Mas Rid," ucap Haliyah.

Ridwan memeluk tubuh istrinya, tidak lupa mengecup keningnya beberapa kali. Laki-laki itu menoleh ke samping, memeluk kedua orang tuanya di lanjut dengan mertuanya.

Haliyah mengecup bayi yang sedang terlelap di pangkuan Dinda. Bayi kecil itu sudah besar, tubuhnya begitu menggemaskan dan juga gemuk.

"Pengen gendong Aya, Din."

Dinda menggelengkan kepalanya. "Engga, perut kamu udah gede. Aya  engga bisa diam, takut kakinya kena perut kamu."

Haliyah menghela napas, ia hanya bisa mengecup bayi itu dengan gemas hingga Aya menangis di pangkuan Dinda. Haliyah tertawa kala melihat Aya menangis.

Mas Rid! Nikah, yuk?  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang