Ikatan Halal

6.1K 278 2
                                    

"Takdir memang rumit seperti kita, yang tidak sangka akan di satukan malah di satukan."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







"Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq!"

"Alhamdulilah!"

Gemuruh rasa syukur terlontar para tamu dan juga keluarga, pernikahan yang mereka tunggu beberapa jam yang lalu akhirnya terlaksana. Takdirna seolah menyatukan yang tidak mungkin di satukan awalnya, yang terbaik selalu ada paling terakhir.

Tidak banyak yang mereka undang, tak ada tamu seperti tadi pagi. Sekarang tidak lebih dari seratus orang berada di sini, hanya keluarga besar dari pasutri. Yang paling heboh adalah Kila, setelah akad gadis itu langsung berlari menuju tempat Haliyah.

Kila membukakan pintu, berjalan menuju sahabatnya yang sedang menundukkan kepalanya menatap lantai. Kila mencubit pipi Haliyah dan menggoda gadis itu.

"Ciee, jadi kakak ipar Kila sekarang." Kila tertawa puas, Haliyah menggelengkan kepalanya. Seperti bermimpi di siang hari, tidak percaya apa yang barusan terjadi. Hidupnya berubah, belum juga mendaftar universitas sekarang malah terdaftar di kantor urusan agama.

Sungguh aneh.

Kila memeluk erat tubuh Haliyah, melerai pelukannya dan berkata. "Semua akan baik-baik saja, gimana pun tujuan awalnya. Masku baik kok, dia pasti akan jaga kamu kayak dia jaga aku. Liyah nanti jangan cemburu kalau Masku masih mentingin aku, ya. Karena dia laki-laki kedua setelah Abi, jangan kaget kalau aku tiba-tiba manja karena hanya Masku yang selalu ada."

Haliyah mengangguk paham, dia mengerti. Jarinya menghapus air mata gadis yang memakai gamis berwarna pink itu. "Iya, aku paham. Aku engga nyangka ... kayak mimpi tau engga, seneng banget." Mereka kembali berpelukkan.

Jihan diikuti Bundanya Haliyah masuk ke dalam, menyuruh untuk Haliyah keluar. Kedua tangan Haliyah di apit oleh Jihan dan juga sang Bunda.

Ridwan menoleh, pandangannya terpaku saat netranya menatap sosok yang dulu pernah dia mimpikan, dia bayangkan memakai  gaun itu dan  Allah Maha baik. Sekarang dirinya benar-benar melihat seutuhnya gadis itu. Haliyah, calon ibu dari anak-anaknya, istrinya sampai kapanpun.

Dengan tangan gemetar Haliyah mengecup pundak tangan kekar milik Ridwan. Laki-laki itu tersenyum, menaruh bibirnya di kening Haliyah setelah gadis itu ia tarik tangannya perlahan. Air matanya jatuh, Alhamdulilah. Dadanya sesek karena bahagia, dilema di dalam dirinya hilang sekejap.

Ridwan meletakkan tangannya di atas kepala Haliyah. "Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih."

Setelah membaca itu, satu kecupan mendarat di kening istrinya—Haliyah.

Ridwan tersenyum, menggenggam tangan Haliyah. Membisikkan sesuatu di telinga Haliyah membuat pipinya merona, malu karena mereka di liat oleh semua orang. "Liyah, Mas bersyukur karena Allah baik sama kita. Mas bersyukur banget karena kamu bersedia menjadi bagian dari hidup, Mas. Kita sama-sama berjuang, seberapapun masalahnya. Mas selalu ada buat Liyah, kapanpun. kita sama-sama kejar  cintanya Allah, supaya kita berdua bisa berada di jannahnya dan sama-sama memupuk cintanya sama Mas juga."

Haliyah tersenyum lebar. "Iya, Mas."

Jihan tersenyum, bahagia bisa melihat anaknya bersanding dengan seseorang. Dia berharap anaknya bisa berkomitmen dengan Haliyah, menurunkan ego masing-masing dan hidup damai.

Tangan Haliyah bergetar saat menandatangani buku nikah mereka.  Setelah selesai, mereka berhadapan saatnya pemasangan cincin dilakukan. Cincin pernikahan yang di beli beberapa jam sebelum akad nikah itu kini tersemat di jari mereka masing-masing.

Kening Haliyah kembali di kecup oleh Ridwan membuat para tamu bersorak. Ridwan hanya tersenyum, selagi tangannya menggengam tangan Haliyah—istrinya.

Tidak ada resepsi mewah, mereka hanya berdiri menyambut tamu. Semuanya sederhana, tempat yang di pakai  adalah tempat yang kemarin telah di dekor. Memang sebelum pernikahannya dengan Haliyah, Ridwan memilih tema yang sederhana disetujui oleh Dinda saat itu.

"Selamat, Bro."  Ilham memeluk tubuh Ridwan, mengucapkan selamat atas penikahan mereka walaupun dirinya sempat tidak percaya pernikahan sahabatnya di undur  dan mempelai wanita di ganti.

Ilham menarik tangan wanita di belakangnya, mengusap perut wanita itu yang tampak membuncit tidak terlalu besar. "Cepet-cepet, ya, supaya Baby gue ada temen."

Ridwan mengangguk, melirik Haliyah yang tampak malu-malu menatap Ridwan. "Sedikasihnya Allah saja."

Ilham tertawa, laki-laki itu pamit undur. Kila berlari memeluk Haliyah begitu erat. "Selamat atas pernikahannya, dan menempuh hidup baru sebagai kakak ipar, Kila."

"Cepat, nyusul."

Kila menyengir. "Belum di kasih sama Abi."

Ridwan menggelengkan kepalanya, tangannya ditarik Kila dan memeluknya dengan erat. "Hey, Mas, selamat atas pernikahannya. Kila berharap Mas selalu bahagia seperti apa yang Mas impikan, Kila percaya wanita di samping Mas sekarang bisa menemani di situasi apa pun. Jodoh itu cerminan diri, Mas, Haliyah baik cocok buat, Mas. Mas Ridku tersayang, Kakak paling hebat sepanjang masa.  Nanti kalau-kalau Mas ada masalah sama Haliyah dengerin dia, nurunin ego Mas kayak Mas ke Kila. Umur kita engga jauh cuma beda satu tahun di bawah Kila, Haliyah lebih sensitif dari pada Kila. Kila mohon jaga dia, Kila percaya Allah akan ngasih yang terbaik buat kalian, yang terbaik selalu di akhir Kila percaya itu. Kila sayang, Mas."

Ridwan mengusap air mata di pipi Kila—Adiknya. Sudut Laki-laki itu terangkat sempurna, memegang kuat lengan atas Kila. "Makasih, doanya. Mas juga sayang kamu dari dulu, setelah Abi."

Kila kembali menarik tangan Ridwan, Laki-laki itu tersenyum tangannya merangkul pundak Haliyah, memeluk kedua wanita di depannya.

Kila terteriak. "Ah, akhirnya Masku nikah."

Vino menjitak kepala anaknya. "Abi, sakit."

Laki parubaya itu menggelengkan kepalanya. "Mau Abi cariin kamu jodoh?"

"Mau!"

"Oke."

Ridwan membalikkan tubuhnya menatap Haliyah yang sedang berbicara dengan saudara perempuan dari Ibunya. Senyum laki-laki itu kembali terangkat, ternyata menikah dengan gadis menyebalkan itu tidak seburuk yang dia rasakan. Nyatanya yang menurut kita buruk itu yang terbaik untuk kita, apa pun itu. Allah, Maha mengetahui apa yang terbaik untuk Hambanya.

Haliyah menoleh, mengangkat alisnya selagi menatap laki-laki yang sudah halal di tatapnya itu menatapnya. Sungguh indahnya, laki-laki yang dingin kepadanya kini sudah menjadi nahkoda di hidupnya.

Ridwan Alamsyah, anugrah terindah yang pernah Allah kasih kepadanya setelah hidayah dan kekecewaan yang begitu besar.

Akhirnya, mereka bersama.

"Memulai bersama dan menua bersama," bisik Ridwan di telinga Haliyah.



"Memulai bersama dan menua bersama," bisik Ridwan di telinga Haliyah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mas Rid! Nikah, yuk?  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang