Haliyah dan Ridwan menyambut Kila dan Bunda Jihan yang baru saja datang. Kila langsung mengendong keponakannya yang sedang tertidur. "Lucu banget." Mencium pipi Haffi gemas.Haliyah memeluk ibu mertuanya, kening di kecup oleh Jihan. Beruntungnya ia mendapat mertua yang begitu baik dan juga perhatian seperti wanita parubaya itu.
"Cucu Oma mana?" tanya Jihan sembari melihat seluruh ruangan.
Ridwan menunjukkan kedua buah hatinya, yang satu tengah tertidur yang satunya lagi sedang berada di pangkuan Kila. Wanita itu memainkan tangan Haffi, ingin rasanya mengigit tangan keponakannya yang begitu berisi.
Jihan mengambil Haffa yang telah tertidur sebelum duduk di sebelah Haliyah. Ridwan berjalan menuju dapur, membawa satu gelas air.
"Minum dulu, Bun."
Ridwan menyerahkan gelas yang berisi air kearah Jihan. Wanita parubaya itu menggelengkan kepalanya. Ia masih tidak ingin di ganggu oleh apapun saat bersama cucu tersayangnya.
"Simpan, tanggung Bunda lagi gendong Haffa."
Ridwan menghela napas panjang, ia menyimpan gelas tersebut di atas meja. Duduk di samping istrinya yang sibuk mencolek-colek kaki Haffa dan sesekali menggoyangkannya.
"Gemes banget cucu Oma."
"Siapa dulu Babanya." Ridwan tersenyum sangat percaya diri, Kila mendecak melihat tingkah laku Abangnya dari dulu hingga sekarang sama saja. Dingin di luar tapi hangat di dalam rumah, beruntung Haliyah mendapatkan suami seperti Mas Ridwan.
Ridwan begitu pengertian dan juga ramah.
Haliyah menepuk paha suaminya saat laki-laki itu asik memeluk istrinya dari samping. Haliyah menghela napas saat pelukannya itu begitu erat.
"Mas lepasin, ih."
Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, bukannya melepaskannya Ridwan malah mengeratkan pelukannya. "Malu sama Bunda."
Ridwan bertanya. "Engga apa-apa, kan, kalau Ridwan gini?" Sembari menatap Bundanya.
Jihan menggelengkan kepalanya selagi tersenyum. "Engga apa-apa santai saja."
Ridwan tersenyum mendengar jawaban dari Bundanya, ia menjatuhkan kepalanya di pundak istrinya. Wangi tubuh Haliyah begitu menenangkan seperti ada obat tidur yang membuatnya mengantuk.
Matanya begitu berat sekarang, nyaman sekali tertidur di sandaran istrinya.
Haliyah menggoyangkan sedikit tubuhnya. "Mas, Liyah mau simpan dulu makanan yang di bawa Bunda."
"Nanti aja." Haliyah menghela napas.
Ridwan menegakkan kepalanya, ia membisikkan sesuatu di telinga istrinya. "Pacaran yuk, Dek."
"Hah?" tanya Haliyah.
"Pacaran yuk."
Haliyah mengerutkan keningnya, pacaran bukannya ia berdua sudah menikah. "Lah, bukannya kita udah menikah ya mas?"
Ridwan melepaskan pelukannya, tangannya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Beginilah jika menikah dengan anak kecil.
"Maksudnya jalan-jalan, Dek."
"Oh, ayo. Mumpung ada bunda." Senyum Ridwan merekah, ia langsung membawa jaket miliknya dan juga kardigan milik istrinya.
"Bunda kita jalan-jalan dulu, ya." Ridwan menggandeng tangan istrinya yang sedang berdiri di sampingnya.
Jihan mengangguk. "Engga usah pulang juga engga apa-apa, s kembar biar Bunda sama Kila yang urus."
"Asinya ada di kulkas, Bun."
Jihan mengangguk.
_
Ridwan menggandeng tangan istrinya saat mereka berada di luar, mereka memutuskan untuk pergi ke taman terlebih dahulu. Haliyah merasa tidak memiliki anak jika tengah berdua dengan suaminya, rasanya menyenangkan.
Apalagi sudah lama mereka tidak seperti ini semenjak kelahiran s kembar Lima bulan yang lalu.
"Alhamdulilah, Mas bisa ngajak kamu keluar. Itung-itung healing ngasuh s kembar."
Haliyah mengangguk. "Alhamdulilah, Mas ada waktu."
Wanita itu menghirup udara di taman ini, rasanya melegakan sekarang. Suaminya menyuruhnya untuk duduk di kursi taman. "Duduk, Dek."
Haliyah mengangguk, duduk di sebelah suaminya. Tangan di genggaman oleh Ridwan, bahagia sederhana bukan?
Melihat seseorang yang cintai bahagia?
Rasanya Haliyah tidak ingin pulang kalau sudah begini.
"Nangis engga, ya, s kembar?" tanya Haliyah, ada rasa khawatir jika Haffa dan Haffi menangis. Wanita itu takut jika ibu mertuanya kewalahan mengurusnya.
Ridwan menoleh kearah istrinya sembari tersenyum. "Engga tau, Dek. Kita berdoa aja mereka anteng jadi kita bisa lebih lama di sini." Ridwan berpikir positif dan berharap tidak ada panggilan yang masuk ke ponselnya, menyuruh untuk pulang.
"Aamiin."
Ponselnya yang berada di saku kardigan milik Haliyah berdering, wanita itu langsung membukanya. Ridwan sedikit terkejut, ia takut ia harus pulang sekarang.
Haliyah langsung memeluk tubuh suaminya tiba-tiba, saat melihat pesan yang di kirim oleh seseorang. Seperti ada kejutan yang membuatnya bahagia hingga tidak bisa berkata-kata lagi ketika melihatnya.
Haliyah sangat terkejut saat membaca pesan tersebut.
Ia menangis di pelukan suaminya, membuat Ridwan khawatir. "Kenapa, Dek?"
"Fika mau nikah, Mas." Haliyah mengusap air matanya yang mengalir, bahagia sekali melihat sahabatnya menyusulnya menikah. Akhir dari penantian panjang kini tiba, Fika di lamar seseorang yang sangat wanita itu sukai.
Jodoh siapa yang tau? Haliyah juga tidak menyangka bisa berjodoh dengan seseorang yang menolaknya karena terlalu bar-bar tapi akhirnya laki-laki itu bangat bucin kepadanya.
"Alhamdulilah, nanti kita ke sana."
"Kayaknya di sini deh Mas akadnya, Fika cuma bilang mau nikah aja tapi Liyah harap sih di sini. Liyah belum berani bawa s kembar pergi jauh-jauh."
Ridwan mengangguk.
Haliyah langsung mengirim pesan untuk Fika, bertanya pernikahannya akan di laksanakan di mana.
Mata wanita itu berbinar saat melihat teks yang ada di ponselnya. Fika akan mengadakan acara pernikahan di sini dan lokasinya tidak jauh dari rumahnya dulu.
"Tuh, kan di sini." Haliyah mengecup pipi suaminya saking bahagianya, akhirnya Fika menyusulnya juga. Sekarang hanya tersisa Kila yang belum menikah, ia berharap adik iparnya segera menyusul.
"Nikahnya dua Minggu lagi, semoga pernikahannya lancar."
"Aamiin."
"Tinggal Kila yang belum nikah?" tanya Haliyah, laki-laki itu mengangguk. Ia tampak berpikir setelah mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh istrinya. "Kenapa, Mas?" tanya Haliyah.
Ridwan menggelengkan kepalanya. "Sedikit khawatir sama Kila."
Haliyah tersenyum, ia mengerti apa maksud laki-laki itu. Ia kembali mengecup pipi suaminya sebelum membisikkan sesuatu di telinganya. "Liyah yakin Kila mendapatkan laki-laki yang baik lebih dari Mas dan soleh kayak Mas."
"Aamiin."
Ridwan bangkit dari duduknya, ia mengulurkan tangan kearah Haliyah. "Ayo!" Wanita itu menerima uluran tangan dari suaminya ikut berdiri. Mereka memutuskan untuk pergi, mencari tempat yang bagus untuk berpacaran secara halal.
Menyenangkan bukan?
"Mau ke mana lagi?"
_
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Rid! Nikah, yuk? (End)
Spiritual|Follow akun sebelum membaca| Insyaallah, konflik ringan! Apa jadinya jika, seseorang gadis mungil mengajak laki-laki yang umurnya jauh di atasnya menikah? Tentang laki-laki bernama Ridwan Alamsyah, yang tiba-tiba dibuat terkejut oleh seorang gadis...