Mencoba Ikhlas

5.5K 275 2
                                    

"Wanita mampu menyembunyikan perasaanya selama 40 tahun, tetapi tidak mampu menahan rasa cemburu walau hanya sekejap."
-Ali bin Abi Thalib-

Haliyah menyerka airmatanya, dadanya sesak kala mendengar semua itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haliyah menyerka airmatanya, dadanya sesak kala mendengar semua itu. Dia tidak menyangka akan menyaksikan semuanya begitu saja, laki-laki yang dia sukain melamar gadis lain.

Astagfirullah....

Gadis itu menghela napas berat, dia pura-pura tersenyum di samping sang Bunda yang tiba-tiba mengajak dirinya masuk ke dalam menemui mereka.

"Ayo!" Haliyah mengangguk, menundukkan pandangannya saat tidak sengaja matanya bertemu dengan mata seseorang yang dia kagumi.

"Eh, ada Liyah." Gadis itu tersenyum tipis, mencium pundak tangan wanita parubaya di depannya tidak lain adalah Jihan.

"Iya, Tante tadi ikut Bunda. Biasa Bunda suka tarik-tarik kalau engga ikut." Jihan tertawa menanggapinya, gadis itu kembali tertawa namun tidak lepas.

Kila menghela napas, menyikut perut Ridwan yang ada di samping sembari menoleh dan menatapnya tajam. Laki-laki mengangkat bahu acuh, tidak terlalu perduli dengan hati orang lain.

Jihan menarik tangan gadis yang beberapa menit yang lalu terdiam. "Ayo Tante kenalin sama calon istri anak Tante."

Astagfirullah

Hati Haliyah teriris saat mendengar sangat jelas 'calon istri', kenapa bukan dia yang menjadi calon istri laki-laki itu malah orang lain.

Haliyah mengangguk, matanya melihat Dinda dari atas hingga bawah. Gadis itu merasa insecure dengan apa yang dia liat sekarang, wanita di depannya sangat-sangat di idamkan oleh seluruh ibu mertua di seluruh dunia. Cantik, pintar, sederhana, agamis dan bisa masak. Semua itu sudah ada di dalam tubuh gadis di depannya.

"Haliyah." Haliyah menyulurkan tangannya, Dinda tersenyum membalas uluran tangan. "Dinda."

Haliyah  kembali tersenyum kecil saat Jihan menyodorkan sesuatu kepada Dinda, berupa gaun pernikahan yang di pilih oleh Ridwan—Anaknya.

Kila menarik tangan gadis yang sedang melamun  beberapa detik setelah Ibunya menyodorkan gaun untuk Dinda.  "Liyah, kamu engga apa-apa?"

Haliyah menggelengkan kepalanya, berusaha tabah dengan apa yang telah terjadi padanya. Menangis, bahkan mengacaukan acara lamaran juga tidak ada untungnya untuk gadis itu. Takdir yang menentukan dan manusia yang menjalankan.

"Keadaan memaksa untuk kuat dan mungkin ini teguran karena begitu mencintai seseorang begitu dalam." Haliyah tersenyum masam, dia menghela napas berat.

Mas Rid! Nikah, yuk?  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang