Masalah cincin hilang

4.1K 205 0
                                    


Haliyah melihat dirinya di cermin, baju ini terlalu pendek jika di lihat dan apa ini mengapa Kila menyuruh rambut miliknya di geraikan.

"Mas suka kok, Dek," ucap Ridwan.

"Eh!"

Haliyah dengan cepat membalikkan tubuhnya ke belakang saat suara laki-laki terdengar begitu jelas di telinganya.

Ridwan tersenyum simpul, tangannya memeluk tubuh ramping sang istri. Menjatuhkan kepalanya di dada istri yang begitu menenangkan pikiran.

"Kenapa, Mas?" tanya Haliyah. Sepertinya suaminya sedang lelah sekarang.

Ridwan menggelengkan kepalanya, jujur saja ia sangat kehabisan tenaga akibat membantu membawa barang dari luar menuju dapur. Memang tugas ini sudah sering ia lakukan tapi sekarang berbeda, Ridwan bisa bermanja-manja dengan sang istri ketika ia sedang lelah.

Elusan di kepala membuat laki-laki tertidur di dadanya. Haliyah menghela napas dengan ragu ia membangunkan suaminya, karena tidak mungkin ia terus-terusan menahan berat badan laki-laki itu sambil berdiri seperti tadi.

"Mas, bangun."

Ridwan membuka matanya dengan cepat saat ia bersandar begitu lama di dada istrinya tersebut. Ia melepas rangkulannya, laki-laki itu menjatuhkan tubuh besarnya ke ranjang. Haliyah tersenyum, berjalan kearahnya lalu membantu suaminya melepaskan kemeja hitam yang dia pakai.

"Makan dulu, Mas, biar Liyah suapi."

Ridwan mengangguk, saat istrinya sudah menghilang dari pandangannya. Ia tersenyum begitu lebar dan menggelengkan kepalanya. "Waktunya manja-manjaan sama istri," ucapnya pelan sangat pelan.

Laki-laki tersenyum geli bersamaan dengan suara detak jam yang mengisi kamar mereka. Ridwan bangkit, berjalan menuju lemari dan mengganti bajunya dengan baju tidur.

Kembali lagi, duduk menunggu sang istri membawakan makanan. Suara terbuka, ia bisa melihat istri sedikit berlari menuju kearahnya dengan cepat ia menegurnya.

"Jangan lari, Dek, nanti tumpah."

Haliyah menyengir polos di depan suaminya. "Udah engga lari loh, Mas."

Ridwan menghela napas berat. "Iya, Dek."

Haliyah tertawa pelan.

_

Haliyah melihat jari tangannya, sebuah cincin yang tersemat di jarinya kini tidak ada. Entah hilang atau Haliyah lupa menyimpannya.

"Di mana, ya, apa Liyah lupa naruh tuh cincin?"

Haliyah berjalan ke sana kemari seraya menggigit jari telunjuknya, berusaha mengingat di mana cincin pemberian Ridwan berada. Haliyah menggaruk kepala yang tidak di lapisi hijab, ia hanya memakai daster kebanggaannya saat berada di rumah.

"Liyah tanya Kila aja." Haliyah berlari  mengambil ponsel yang berada di kamar, tangannya mulai menari mencari nomor adik iparnya tersebut.

"Assalamualaikum, Kil, bisa ke sini engga?" tanya Haliyah dengan cemas dan juga ragu-ragu.

"Ada masalah?"

Haliyah mengangguk. "Iya, cincin nikah Liyah hilang!" petik Haliyah, Kila yang tadi sempat diam sejenak malah berteriak begitu kencang. "Kok bisa hilang, kemarin aja masih ada. Cari yang bener, ah."

"Udah di cari tapi engga ada, Kila bantu Liyah."

"Oke, oke, otw, assalamualaikum."

_

"Kok bisa hilang sih, Liyah?"

"Kemarin masih ada?"

Kila bertanya ribuan kali, Haliyah hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia sangat takut jika suaminya akan marah padanya.  "Ah, gimana dong ... Mas Rid pasti marah."

Kila menepuk pundak Haliyah. "Mas Rid engga bakal marah, kok."

"Tapi?" Haliyah menggigit jari telunjuknya.

"Udah, mending kita cari tuh cincin."

Mereka  berdua berpencar, Haliyah mencari cincin itu di kamar. Membuka satu persatu laci dan juga mengeluarkan semua isi lemari pakaiannya sedangkan Kila mencari di dapur. Ia mengingat aktivitas  terakhir yang mereka lakukan adalah memasak. Ia menjongkok melihat di bawah meja dan juga mengecek tong sampah, tapi hasilnya  nihil mereka tidak menemukannya.

"Ketemu?" tanya Kila.

Haliyah menggelengkan kepalanya. "Apa jangan-jangan masuk kloset pas mandi?"

Ia mengangguk. "Nah bisa juga."

Haliyah menghela napas, tangannya memijat keningnya yang sedikit berdenyut.

"Coba tanya aja sama Mas Rid, siapa tau kan dia yang simpan."

Haliyah menggelengkan kepalanya. "Liyah takut Mas Rid marah."

Kila menghela napas, ia tau sifat asli Ridwan. Tidak mungkin laki-laki itu marah dengan istrinya. "Engga, bakal Masku jarang marah apalagi sama kamu, Liyah."

"Iya juga sih, eh, jangan di telepon sebentar lagi Mas juga pulang."

_

Haliyah terus  menerus melihat kearah jam, tinggal beberapa menit lagi suaminya pulang. Kila yang berada di sampingnya gadis itu hanya mengambil napas dalam-dalam, berdoa supaya Masnya tidak akan marah.

Dua puluh menit berlalu bertepatan dengan suara pintu terbuka, menampilkan Ridwan yang tersenyum. Haliyah menghampiri suaminya, mengecup pundak tangannya di ikuti oleh Kila setelahnya.

Haliyah menyenggol lengan Kila, sebenarnya Haliyah tak berani bertanya tentang itu. Mentalnya sudah di tarik mundur dari tadi.

Kila menghela napas, sebelum bertanya. "Mas liat cincin nikah punya Liyah katanya hilang."

Ridwan terdiam, ia langsung pergi menuju kamar tanpa berbicara sedikitpun padanya. Haliyah menjatuhkan tubuhnya di kursi, menutup wajahnya dengan kedua tangan dan mulai menangis dalam diam.

Kila mengerutkan keningnya saat melihat Ridwan keluar kamar, laki-laki itu menunjukkan sebuah cincin kearahnya. Kila menghela napas lega, segera mendorong tubuh Masnya.

"Dek!" panggil Ridwan sembari mengulurkan sebuah cincin di depan istrinya. Haliyah mendongak, melihat sebuah cincin yang berada di tangan suaminya. Ia mengusap air matanya kasar sedangkan Ridwan tersenyum, laki-laki itu langsung menarik tubuh istrinya dan memeluknya dengan erat.

"Liyah pikir Mas marah ... karena cincinnya hilang."

"Sut, udah jangan nangis. Mas engga akan marah sama kamu dan cincinnya juga engga hilang, kan?"

Haliyah melepaskan pelukannya, ia melihat keatas menatap suaminya dengan lekat. "Ketemu di mana, Mas?"

"Di kamar mandi, Dek."

Haliyah menundukkan kepalanya. "Tuh Liyah ceroboh banget." Ia mengusap air mata yang ada di pipinya.

"Udah engga apa-apa mau Adek ceroboh atau apapun, Mas  akan nerima Adek apa adanya. Bukankah, menikah itu saling melengkapi kekurangan masing-masing."

Haliyah mengangguk, Kila terbatuk begitu mendengar perkataan sang kakak yang begitu bucin. Ia bahkan tak pernah mendengar kata itu keluar dari mulut Ridwan sebelumnya.

"Khem, mohon jaga kestabilan cuaca karena di sini ada yang jomblo."

Haliyah memeluk tubuh suaminya, Ridwan pun tersenyum ia hanya bisa berkata. "Makanya nikah, Dek, biar bisa di manja sama suami."

Kila hanya mendengus kesal mendengarnya.







Mas Rid! Nikah, yuk?  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang