Haliyah mengelus perutnya yang membuncit sempurna, Kila selalu berkata bahwa perutnya seperti semangka bulat dan juga besar. Semenjak usia kandungannya memasuki bulan ke enam, bayi di dalam kandungannya begitu aktif kadang-kadang membuat tidurnya terganggu.Kadang menendang di kanan lalu berpindah ke kiri.
Seperti saat ini, bayi kecilnya terus saja menendang begitu keras. Haliyah mengusap perutnya dan berkata, "Kamu kangen sama Baba, Nak?"
Janin di dalam kandungannya menendang, sepertinya bayi kecilnya merindukan Ridwan. Laki-laki begitu sibuk akhir-akhir ini, Haliyah kerap di tinggal di rumah sendirian kalau tidak meminta Kila untuk menemaninya. Restoran yang dulu di bangun kini sudah berdiri sempurna, pembukaan restoran tersebut akan di laksanakan bulan sekarang.
Setiap hari Ridwan selalu pergi, ia hanya mengecek sebentar lagi kembali lagi. Laki-laki itu sangat sekali menjaga istrinya kapan pun dan di manapun, contoh seperti kemarin. Haliyah dan Ridwan berada di mall untuk membeli perlengkapan bayi, mulai dari baju bayi, sabun dan juga lain-lain.
Laki-laki itu menyuruhnya untuk duduk di kursi roda karena ia takut istrinya kecapean. Haliyah hanya bisa mengangguk dan menuruti permintaan suaminya.
Ridwan membuka pintu kamar, laki-laki itu menampilkan senyum lebar saat melihat ia sedang duduk di ranjang sembari mengelus perutnya yang buncit. Laki-laki itu mendekat, mengulurkan tangannya ke arah istrinya. "Tangan Mas kotor."
Ridwan menghela napas, semenjak hamil istrinya begitu memperhatikan kebersihan seperti tangannya. Ridwan tak boleh memegang istrinya dan juga bayi di dalam kandungannya ketika laki-laki itu tidak mencuci tangan dan juga mandi.
"Dek!" Haliyah menggelengkan kepalanya. Bukan ia tak mau menyalami suaminya hanya saja, ia takut Ridwan membawa kuman yang tak terlihat lalu menular kepadanya.
"Mandi dulu Mas sana, ah." Haliyah menggeser tubuhnya, menjauh dari Ridwan. "Mas kangen dia, Dek."
Haliyah menunduk, ia memegang perutnya yang membuncit lalu mengelusnya dengan pelan. "Bayi kecil umma, kamu mau Baba mandi, ya."
Dug.
Janin di dalam perutnya menendang. "Tuh, kan, Mas." Ridwan menghela napas.
"Iya, deh, Mas mandi." Haliyah tersenyum lebar.
Ridwan mendekat mengecup kening istrinya singkat, Haliyah memukul pelan kaki suaminya. "Ish, Mas!"
"Kuman, Mas."
Ridwan menghela napas. "Yaallah, Dek. Mas cuma ngecup kamu sekali doang engga bakal ada kumannya."
Laki-laki itu selalu begitu, dengan ribuan alasan untuk menolak mandi.Beralasan menghemat air atau airnya dingin. Haliyah menghela napas panjang, mata Haliyah berkaca-kaca. "Mandi, Mas, mandi."
"Iya." Ridwan menyimpan berkas yang ia bawa tadi di atas nakas sebelum pergi mengambil handuk yang tergantung di sebelah pintu.
Ridwan menatap istrinya, memasangkan wajah memelas supaya Haliyah mengijinkannya tidak mandi saat ini. "Dek!"
"Apa, Mas."
"Airnya dingin, Dek."
Haliyah menghela napas. "Engga dingin, Mas."
"Dek!" Haliyah mengambil bantal yang ada di sebelahnya, ia bangkit dengan sedikit kesusahan.
"Kalau Mas engga mau mandi ya engga usah mandi."
"Beneran, Dek?" Mata laki-laki itu berbinar.
Haliyah mengangguk. "Tapi Liyah tidur di kamar tamu."
Ridwan menggelengkan kepalanya, ia tak mengijinkan istrinya pindah kamar. Karena kamar tamu itu berada jauh dari kamar yang sedang ia tempati sekarang. "Yaudah, Mas mandi."
"Hm."
Haliyah mengelus perutnya. "Dek, jangan males kayak Baba kamu, ya. Kayak umma aja, aktif ... okey."
Bayinya menendang membuat Haliyah tertawa kecil.
Haliyah merubah posisinya, terus mengusap perutnya dengan lembut tanpa sadar suaminya udah selesai mandi. Ridwan mendekat, memeluk tubuh istrinya dari belakang. Tangannya ikut mengusap perut Haliyah yang membuncit. "Mas."
"Iya, Dek." Ridwan meletakkan dagunya di bahu Haliyah, bergerak-gerak mencari tempat yang nyaman. "Mas geli tau!"
Ridwan malah tersenyum. "Nanti Adek jangan ikut ke rumah Bunda, ya."
Haliyah melepaskan pelukan suaminya lalu berbalik badan. "Ikut Mas."
Ridwan menggelengkan kepalanya. "Mas ke sananya malem, engga baik kamu ikut, Dek."
"Terus Mas mau ninggalin Liyah di sini sendirian gitu?" Haliyah menyindir Ridwan.
Ridwan menghela napas. "Oke, Mas engga jadi ke rumah Bunda."
"Liyah engga larang kok kalau Mas mau ke rumah Bunda. Engga usah pulang juga engga apa-apa, biar Liyah di sini sendirian."
Ridwan memeluk istrinya, mood istrinya sekarang tidak bisa di kontrol. Kadang bahagia, kadang sedih dan kadang seperti sekarang, merajuk begitu lama hingga sesekali mengancam Ridwan.
"Dek, dengerin Mas dulu." Ridwan berusaha menenangkan istrinya yang merajuk kembali. Haliyah merubah posisinya menjadi tidur, membelakangi suaminya.
Haliyah terdiam, ia terus mengelus perutnya sembari berkata di dalam hati. "Baba kamu jahat, Nak. Apa kita cari Baba baru?"
Bayinya menendang kuat, Haliyah meringis namun di tahan. "Oke, nanti Umma cari."
"Dek, Mas lagi ngomong loh sama kamu." Ridwan menghela napas selagi menggaruk rambutnya tidak gatal.
"Dek, kamu gitu ya sekarang sama Mas."
Haliyah membalikkan badannya sembari menatap suami dengan mata berkaca-kaca. "Gitu kayak gimana, Mas?" tanya Haliyah.
"Liyah cuma mau ikut Mas ke rumah Bunda itu aja, Liyah engga minta apa-apa. Liyah cuma kangen bunda."
"Dek."
"Apa, Mas. Engga boleh? Oke, Liyah engga akan minta apa-apa lagi sama Mas."
"Kamu egois, Dek." Ridwan bangkit dari duduknya, menutup pintu dengan keras. Air mata Haliyah terjun begitu deras, ia terisak-isak menatap Ridwan yang menjauh darinya.
"Baba kamu beneran jahat, Dek." Haliyah mengusap air matanya yang mengalir. Perutnya tiba-tiba berbunyi di waktu yang tidak tepat, Ia merasa lapar karena belum sempat makan, niatnya tadi Haliyah akan makan dengan Ridwan. Ia akan meminta suaminya untuk memasak tapi sekarang keinginannya harus terhapus begitu saja.
"Kamu lapar, ya, Nak? tapi umma malu."
"Tahan, ya. Sebentar aja. Kita tidur lagi."
"Umma sama Baba lagi marahan, umma sebel sama Baba kamu, Nak."
Haliyah menutup matanya setelah menaruh bantal di perutnya.
Ridwan menghela napas setelah menerima telepon, laki-laki itu bersiap pergi. Ridwan masuk ke dalam kamar mengambil jaket, berjalan mendekat kearah istrinya.
Mengecup kening Haliyah. "Mas pergi dulu."
Haliyah membuka matanya, ia melihat sekeliling langit sudah berubah warna menghitam menandakan menjelang malam. Ia menghela napas, bangun dengan bantuan tangannya. Tubuhnya sekarang sangat berat dan juga mudah sekali sesak seperti sekarang.
Haliyah berdiri, tangan kanannya ia simpan di punggungnya sedangkan tangan satu lagi mengelus perut. Haliyah berjalan pelan, jalan beberapa langkah saja sudah tidak sanggup. Ia membuka pintu kamar, melihat kearah ruang tamu dan juga dapur.
Haliyah menghela napas, ternyata suaminya benar-benar pergi tanpa mengajaknya tadi. Ia kembali menangis tersedu-sedu sembari berjalan kearah dapur.
Tangan mengambil roti lalu memakannya, Haliyah menarik ingusnya ketika makan.
Haliyah berjalan keluar, melihat di jendela. Mobil milik Ridwan tidak ada, ia menunduk.
"Huaa, Bunda Mas Ridwan jahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Rid! Nikah, yuk? (End)
Spiritual|Follow akun sebelum membaca| Insyaallah, konflik ringan! Apa jadinya jika, seseorang gadis mungil mengajak laki-laki yang umurnya jauh di atasnya menikah? Tentang laki-laki bernama Ridwan Alamsyah, yang tiba-tiba dibuat terkejut oleh seorang gadis...