hari pertama jadi istri

6.1K 256 0
                                    


"Berbahagialah, dunia masih panjang."


"Kamu ini, Ibu kira semuanya selesai. Terus apa ini, kosong melompong? Kalian mau tidur di atas tikar?"

Pasutri baru itu menyengir polos, apalagi Ridwan malah mengaruk belakang kepalanya tidak gatal. Bingung menjawab apa, atas pertanyaan yang di lontarkan wanita yang melahirkannya itu.

"Masuk dulu, Bu."

Jihan menghela napas, duduk di sebelah suaminya yang memandang anaknya dengan tajam. Ia mulai mengomel anaknya. "Yaallah, Nak. Engga  malu sama mertua kamu, mereka bela-belain serahin anaknya sama kamu tapi kamu malah nyusahin anaknya."

Ridwan menggenggam lengan Bunda. "Bun, semua yang Ridwan lakuin ini adalah keinginan Ridwan dari dulu. Bunda tau, kan? Ridwan ingin membangun rumah bersama istri Ridwan kelak dan ingin menata, memilih barang bersama."

Jihan  menjitak kepala anaknya. "Terserah kamu, Nak. Ibu hanya bisa pasrah saja."

"Mas!"

Ridwan tersenyum kikuk, sembari tangannya menyentuh tangan istrinya dan meletakkannya di paha.

"Percaya sama Mas, Dek."

Haliyah mengangguk paham, sedangkan Bundanya menatap gadis itu dengan lekat. Ia menoleh, mulai bertanya. "Kenapa, Bun?"

Bunda menggelengkan kepalanya. "Bunda mau pulang, kalian kalau mau cari barang buat perlengkapan rumah mending besok. Sekarang cape, kalian istirahat aja dulu."

Haliyah mengangguk paham. "Iya, Bun."

_

Haliyah membuka mata untuk pertama kalinya melihat sosok laki-laki yang dia kagumi dulu, ada di sebelahnya. Tertidur pulas seperti anak kecil, begitu mengemaskan di matanya.

Ia mendekatkan tubuh, membisikkan sesuatu di telinga laki-laki yang berstatus suaminya itu. "Pagi, Mas."

Haliyah tersenyum lebar, berusaha melepaskan tangan kekar milik Ridwan dari perutnya. Laki-laki itu malah mengeratkan pelukannya, Haliyah menghela napas. Mengusap lengan kekar milik suaminya itu sembari berkata. "Mas, lepasin dulu. Liyah mau cari sayuran buat di masak nanti."

Ridwan menggeleng selagi menaruh kepalanya di tengkuk milik istrinya membuat Haliyah menahan geli. "Mas!"

"Sebentar, sayang, lima menit."

Haliyah menghela napas sembari tersenyum tipis, semalam mereka memutuskan untuk tidur di atas tikar dengan tangan laki-laki itu sebagai bantalannya. Ia ingin tertawa bagaimana sakitnya tidur di atas tikar tipis dan juga dingin apalagi tangan laki-laki itu pasti kebas karena semalam di jadikan bantal olehnya.

"Mas!"

"Hem."

Haliyah mendecak sebal, selagi berusaha melepaskan rangkulan tangan di perutnya. "Bangun, Mas, ih."

"Bentar, sayang. Sakit punggung, Mas tau engga, Dek."

Haliyah tertawa nyaring, mengusap rambut berwarna hitam milik suaminya. "Ya, siapa yang punya ide buat kosongin rumah? Hayo?"

"Itu rencana Mas, Dek."

Haliyah mengangguk. "Tuhkan, yang punya rencana malah ngeluh."

Sudut bibir laki-laki itu tertarik ke atas, membentuk bulan sabit yang sangat indah.
Apalagi muka  bantal laki-laki itu membuat dirinya ingin berada di pelukan suaminya. "Iya, deh, Mas yang salah."

"Ya udah, lepasin dulu, Mas." Ridwan meleraikan pelukannya, ia bangkit dan bergegas menuju kamar mandi.

Ridwan membukakan pintu. "Sholat berjamaah, ya, Dek."

Mas Rid! Nikah, yuk?  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang